Oleh: Ikhwanul Kiram Mashuri
Jarum jam sudah meninggalkan hari Sabtu, 21 Februari 2015. Di tengah kegelapan itu, 39 kendaraan lapis baja dan 100 truk militer yang mengangkut 572 tentara mulai meninggalkan perbatasan Turki. Iring-iringan kendaraan militer itu melaju ke sebuah kampung di wilayah Suriah yang berjarak sekitar 30 km. Tepatnya ke Desa Asyimah yang berada di Provinsi Halb.
Tujuannya: memindahkan makam Sulaiman Shah dari wilayah Suriah yang dikuasai ISIS ke Turki. Shah adalah ayah Ertugrul. Ertugrul merupakan bapak dari Usman Bey. Yang terakhir ini kemudian dikenal sejarah sebagai Usman I, pendiri Kekhalifahan Usmaniyah.
Sulaiman Shah merupakan kepala Suku Qoya, beranggotakan sekitar 5.000 orang. Mereka penggembala di Asia Tengah. Sekitar 8 abad lalu, Shah memimpin sukunya melarikan diri dari kejaran tentara Mongol. Mereka menuju Suriah. Namun, malang bagi Sulaiman Shah. Ia dan beberapa orang pengikutnya tenggelam ketika menyeberangi Sungai Efrat. Jenazahnya dimakamkan di dekat benteng Ja’bar di pinggir sungai.
Ketika keturunannya berhasil mendirikan Kekhalifahan Usmaniyah sekian puluh tahun kemudian, makam Sulaiman Shah pun dibangun dengan layak di wilayah Halb, Suriah. Suriah waktu itu menjadi wilayah Turki Usmani.
Turki Usmani runtuh pada Perang Dunia I dan berdirilah Negara Turki Modern (Republik Turki). Suriah pun lepas dari kekuasaan Turki. Ia berada di bawah Mandat Prancis. Namun, menurut perjanjian Prancis-Turki pada 1921, kompleks makam Sulaiman Shah yang berada di wilayah Suriah tetap berada di bawah kekuasaan Turki, yang ditandai dengan bendera dan tentara penjaga.
Pada 1968, ketika Suriah membangun bendungan Efrat, makam Sulaiman Shah pun dipindahkan ke tempat lain, khawatir air bendungan akan merusak kompleks makam. Dalam perjanjian dengan Suriah pada 1968, pihak Turki menginginkan agar makam kakek buyutnya itu tetap berada di wilayah Suriah. Pada 1973, makam Sulaiman Shah dipindah ke sebuah bukit, yang berjarak sekitar 30 km dari perbatasan Turki.
Hanya saja kompleks makam yang baru ini sangat terpencil. Karena itu dalam perjanjian dengan Suriah pada 2010, pihak Turki diperbolehkan membangun jalan dari wilayahnya menuju kompleks makam kakek buyutnya itu. Pihak Turki juga diperbolehkan menempatkan tentara penjaga dan mengibarkan bendera. Sejak itu banyak umat Islam, terutama dari Turki yang berziarah ke makam Sulaiman Shah, termasuk Abdullah Gul ketika masih jadi Presiden Turki.
Namun, sejak beberapa bulan ini makam kakek pendiri Kekhalifahan Usmaniyah itu dalam bahaya. Penyebabnya apalagi kalau bukan ISIS. Dalam waktu singkat negara Abu Bakar al Baghdadi dan pengikutnya telah berhasil menguasai wilayah luas di Irak dan Suriah, termasuk wilayah Halb di mana terdapat makam Sulaiman Shah.
Dalam Dokumen Mosul (Watsiqatul al Mosul) disebutkan, ‘‘Kami tidak akan membiarkan kuburan kecuali kami ratakan dengan tanah. Kami tidak akan melihat benda-benda yang mirip berhala kecuali kami hancurkan.’’ Dokumen Mosul merupakan ‘ketentuan dan peraturan negara’ yang berlaku untuk seluruh wilayah yang telah dikuasai ISIS.
Khawatir makam kakek pendiri Kekhalifahan Usmaniyah itu akan diratakan dengan tanah oleh ISIS, pemerintah Turki pun bergerak cepat. Presiden Turki, Recep Tayyib Erdogan segera memerintahkan operasi cepat menyelamatkan makam Sulaiman Shah. Surat pemberitahuan kepada pihak-pihak terkait pun dilayangkan, antara lain ke Abu Bakar al Baghdadi dan Presiden Suriah Bashar Assad. Al Baghdadi adalah penguasa de facto dan Assad penguasa de jure atas wilayah Provinsi Halb di mana kompleks makam Sulaiman Shah berada.
Namun, tanpa menunggu jawaban masing-masing pihak, militer Turki segera bergerak cepat. Hanya dalam tempo sekitar empat jam operasi pun berhasil gemilang. Menjelang azan Subuh, iring-iringan kendaraan militer Turki itu pun berhasil membawa jenazah Sulaiaman Shah masuk wilayah Turki. Bersama mereka juga dievakuasi 38 tentara penjaga makam. Sedangkan kompleks pemakaman mereka hancurkan rata dengan tanah.
Beberapa jam kemudian masyarakat internasional baru mengetahui tentang adanya operasi militer itu ketika Perdana Menteri Turki Ahmet Davutoglu menggelar konferensi pers pada Ahad pagi. Menurutnya, operasi ini perlu dilakukan lantaran makam Sulaiman Shah dalam bahaya ancaman ISIS. Jenazah (yang telah jadi tanah) selanjutnya akan disimpan di suatu tempat di Turki, untuk suatu saat dimakamkan kembali di Suriah bila kondisinya sudah memungkinkan.
Bagi Turki, seperti halnya penganut Ahlus Sunnah wal Jamaah lainnya, pemakaman bukan sekadar tempat dikuburkan jenazah dan selesai. Pemakaman adalah tempat ziarah yang berpahala. Apalagi bila yang dimakamkan adalah ulama, kiai, atau orang-orang yang dianggap berjasa bagi negara, bangsa, dan agama.
Namun, untuk umat Islam Turki, Sulaiman Shah lebih spesial. Ia bukan hanya dianggap berjasa. Namun, ia adalah simbol. Ia adalah sumber inspirasi bagi kejayaan umat Islam. Ia, lewat halnya anak-anak dan keturunannya, sudah dianggap sebagai tokoh kebanggaan yang pernah berhasil menjadikan bangsa Turki sebagai penguasa dunia, menjadi super power yang tak tertandingi. Selama beberapa abad kekuasaan Turki Usmani menjangkau Eropa, Asia, dan Afrika.
Kekhalifahan Usmaniyah juga telah menjadi simbol dan inspirasi bagi pemerintahan Turki sekarang ini. Presiden Erdogan, lewat Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang merupakan partai Islam modern, telah berhasil membawa Turki sebagai negara maju hanya dalam beberapa tahun. Negara maju termasuk bila dibandingkan dengan negara-negara Eropa. Apalagi bila dibandingkan dengan negara-negara Arab dan Islam.
Dan, keberhasilannya itu, seperti sering dinyatakan oleh Erdogan, tidak terlepas dari identitas Islam yang pernah disandang oleh Kekhalifahan Usmaniyah. Karena itu tak mengherankan bila Erdogan sering menjadikan simbol-simbol kejayaan Turki Usmani untuk diadopsi bagi negara dan pemerintahannya sekarang ini. Ambillah contoh bagaimana ia membangun istananya yang megah di Ankara. Juga para pengawal dan tentara di istana yang berpakaian ala militer Turki Usmani. Termasuk ketika ia menyelamatkan makam kakek pendiri Kekalifahan Turki Usmani dari kekejaman ISIS.
Pada waktu yang sama Erdogan juga menampilkan diri sebagai pemimpin negara maju yang penuh percaya diri. Ia tak segan-segan mengritik Presiden AS Barack Obama dan pemimpin Barat lainnya apabila pernyataan dan sikap mereka dianggap merugikan umat Islam.
Oleh sebab itu tidak aneh pula bila lawan-lawan politiknya, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, yang menuduh bahwa Erdogan ingin mengembalikan Turki ke masa kekhalifahan dulu. Erdogan juga dikritik lantaran sikap dan kebijakannya dianggap telah menggerogoti sekulerasasi Negara Turki dan mengembalikannya pada Islam seperti halnya Kekhalifahan Turki Usmani dulu. Istilah sekulerisasi ini merujuk pada identitas Republik Turki Modern yang didirikan oleh Mustafa Kemal Attaturk.
Inilah barangkali makna di balik penyelamatan makam kakek pendiri Kekhalifahan Turki Usmani itu.