Pertanyaan:
Apakah kafarah untuk dosa ghibah adalah dengan mendoakan ampunan bagi orang yang dighibahi dengan mengatakan “اللهمّ اغفر لنا و له” (Ya Allah ampuni aku dan orang yang aku ghibahi). Dan apa makna ghibah sendiri wahai Syaikh?
Syaikh Shalih Al Fauzan menjawab:
Tentang hadits tersebut aku belum pernah menjumpai sedikitpun. Adapun ghibah sendiri hukumnya haram, dan termasuk salah satu dari dosa besar. Allah Subhanallahu Ta’ala telah melarang hamba-Nya dari praktek ghibah, Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, karena sebagian prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang” (QS. Al Hujurat: 12).
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ
“Setiap muslim dengan muslim yang lain adalah haram darahnya, hartanya, dan haram kehormatannya” (HR. Muslim No. 2564).
Maka ghibah adalah perbuatan haram, dan salah satu dari dosa besar dan perbuatan yang menjijikkan.
Lalu apa itu ghibah?
Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam telah menjelaskan makna dari ghibah ketika ditanya tentang perkara tersebut. Rasululllah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ
“Yaitu engkau menyebutkan sesuatu yang tidak disukai oleh saudaramu”
Sahabat bertanya,
أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِيْ أَخِيْ مَا أَقُوْلُ ؟
“Bagaimanakah pendapat anda, jika itu memang benar ada padanya?”.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam menjawab,
إِنْ كَانَ فِيْهِ مِا تَقُوْلُ فَقَدِ اْغْتَبْتَهُ, وَ إِنْ لَمْ يَكُنْ فِيْهِ مَا تَقُوْلُ فَقَدْ بَهَتَّهُ
“Kalau memang sebenarnya begitu berarti engkau telah mengghibahinya, tetapi jika apa yang kau sebutkan tidak benar maka berarti engkau telah berdusta atasnya” (HR. Muslim no. 2579).
Sehingga, ghibah adalah sebagaimana yang telah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam sebutkan, yakni “Engkau menyebutkan tentang saudaramu hal yang tidak dia sukai”. Maka jika saudaramu tidak ada di sampingmu ketika engkau menyebutkan hal-hal yang tidak dia sukai. Maka sungguh engkau telah mengghibahinya, menjatuhkan harga dirinya, dan engkau telah berdosa dengan dosa yang besar.
Apabila engkau menyesali perbuatan tersebut dan bertaubat kepada Allah Subhanallahu Ta’ala. Maka sesungguhnya pintu taubat terbuka untukmu. Akan tetapi, ini adalah perbuatan kepada sesama makhluq. Dan diantara syarat diterimanya taubat adalah engkau menyucikan orang yang telah engkau ghibahi. Oleh karena itu, wajib atasmu untuk menyambung hubungan baik dengan saudaramu dan engkau menyampaikan hal tersebut kepadanya, dan engkau meminta maaf kepadanya. Namun, jika hal tersebut justru mengkhawatirkanmu berdampak pada kerusakan yang lebih besar. Maka, cukup engkau mintakan ampunan untuknya kepada Allah Ta’ala, dan memuji-muji dia, semoga Allah Subhanallahu Ta’ala mengampunimu.
Wallahu a’lam.
***
Penerjemah: Imroatus Sholikha
Baca selengkapnya https://muslimah.or.id/11587-fatwa-tentang-kafarah-ghibah.html