Pertanyaan:
Fadhilatus syaikh, kami ingin dijelaskan tentang salat sunah (shalat tathawwu’), baik dari segi keutamaan maupun macam-macamnya.
Jawaban:
Termasuk rahmat Allah Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya adalah Allah menjadikan adanya ibadah sunah yang mirip dengan setiap jenis ibadah wajib. Ibadah salat memiliki salat sunah yang mirip dengan salat wajib. Ibadah zakat memiliki zakat sunah (sedekah) yang mirip dengan zakat wajib. Ibadah puasa memiliki puasa sunah yang mirip dengan puasa wajib (puasa Ramadan). Demikian pula ibadah haji. Ini adalah di antara rahmat Allah Ta’ala kepada hamba-Nya untuk menambah pahala dan semakin mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Dan juga untuk menambal kekurangan yang terdapat dalam ibadah wajib. Hal ini karena ibadah sunah akan menyempurnakan ibadah wajib pada hari kiamat.
Di antara ibadah salat sunah adalah salat sunah rawatib yang mengikuti salat wajib. Yaitu, empat rakaat sebelum salat Zuhur dengan dua salam, dilaksanakan setelah masuk waktu salat Zuhur dan tidak boleh dilaksanakan sebelum masuk waktu salat Zuhur; dan dua rakaat setelahnya, sehingga totalnya adalah enam rakaat yang merupakan rawatib untuk salat Zuhur. Adapun salat Asar, tidak memiliki salat rawatib. Salat Magrib memilki rawatib berupa salat dua rakaat setelah salat Magrib. Kemudian dua rakaat setelah salat Isya. Dan dua rakaat sebelum salat Subuh.
Khusus berkaitan dengan salat sunah dua rakaat sebelum Subuh, yang lebih utama adalah dikerjakan secara ringan, yaitu dengan membaca surah Al-Kafirun di rakaat pertama dan surah Al-Ikhlas di rakaat kedua. Atau dengan membaca,
قُولُواْ آمَنَّا بِاللّهِ وَمَا أُنزِلَ إِلَيْنَا
“Katakanlah (hai orang-orang mukmin), ‘Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami.‘” (QS. Al-Baqarah: 136)
di rakaat pertama, dan membaca ayat,
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْاْ إِلَى كَلَمَةٍ سَوَاء بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ
“Katakanlah, ‘Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu.‘” (QS. Ali Imran: 64)
Salat sunah dua rakaat sebelum subuh juga memiliki keutamaan karena dikerjakan baik dalam kondisi safar ataupun tidak. Salat ini juga memiliki keutamaan yang besar. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا
“Dua rakaat fajar (sebelum salat Subuh) itu lebih baik dari dunia dan seisinya.” (HR. Muslim no. 725)
Termasuk salat sunah adalah salat witir, yang merupakan salat sunah yang paling utama. Sampai-sampai sebagian ulama mengatakan bahwa hukumnya wajib. Imam Ahmad rahimahullah berkata, “Siapa saja yang meninggalkan salat witir, dia adalah seorang yang jelek, tidak diterima persaksiannya.”
Salat witir ini untuk menutup salat malam. Siapa saja yang khawatir tidak bisa bangun di akhir malam, maka hendaknya salat witir sebelum tidur. Dan siapa saja yang ingin mendirikan salat di akhir malam, maka hendaknya mendirikan salat witir di akhir malam setelah selesai mendirikan salat malam. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
اجْعَلُوا آخِرَ صَلاَتِكُمْ بِاللَّيْلِ وِتْرًا
“Jadikanlah akhir dari salat malam kalian sebagai salat witir.” (HR. Bukhari no. 998 dan Muslim no. 751)
Paling sedikit adalah satu rakaat, yang paling banyak adalah sebelas rakaat. Dan kesempurnaan yang paling minimal adalah tiga rakaat. Jika mendirikan salat witir tiga rakaat, bisa memilih antara menyambungnya sekaligus dengan satu salam saja, atau salam setelah dua rakaat kemudian mendirikan satu rakaat lagi dan kemudian salam. Jika salat witir lima rakaat, dia menyambungnya sekaligus dengan satu tasyahud dan satu salam. Demikian pula dengan salat witir tujuh rakaat, dia menyambungnya sekaligus dengan satu tasyahud dan satu salam. Jika salat witir sembilan rakaat, maka dia menyambungnya, duduk tasyahud di rakaat ke delapan, kemudian berdiri untuk rakaat kesembilan, dan salam. Sehingga ada dua tasyahud dan satu salam. Jika salat witir sebelas rakaat, maka salam setiap dua rakaat, dan rakaat terakhir hanya satu rakaat.
Jika lupa salat witir atau ketiduran, bisa diganti (diqada) di siang hari, akan tetapi jumlah rakaatnya genap, bukan ganjil. Jika kebiasaannya adalah salat witir tiga rakaat, maka dia salat witir empat rakaat. Jika kebiasaannya adalah salat witir lima rakaat, maka dia salat witir enam rakaat, dan demikian seterusnya. Terdapat dalam hadis yang sahih bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jika ketiduran atau sakit sehingga tidak bisa bangun malam, beliau salat di siang harinya sebanyak dua belas rakaat. (HR. Muslim no. 746)
***
Penerjemah: M. Saifudin Hakim
© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/82196-fatwa-ulama-keutamaan-dan-macam-macam-salat-sunah.html