Direktur Halal Center Fakultas Peternakan UGM Nanung Danar Dono terkejut dengan fenomena konsumsi produk halal di luar negeri. Ia mendapati warga non-Muslim justru belanja di toko daging halal.
Nanung menyebut warga non-Muslim menganggap daging di toko halal punya kualitas lebih baik. Metode penyembelihan yang digunakan dianggap bisa membuat daging terasa lebih nikmat.
“Di luar negeri sudah ada yang beli dari halal bucher (toko daging) padahal mereka non-Islam, mereka lihat halal bucher pemotongannya sampai keluar maksimal darahnya. Ini berpengaruh ke rasa, aroma, ketahanan daging,” kata Nanung dalam seminar virtual bertema Indonesia Pusat Halal Dunia: Potensi Domestik dan Tantangan Global yang diadakan Universitas Maarif Hasyim Latif (Umaha) pada Selasa, (16/6).
Nanung mengatakan hampir semua negara maju punya lembaga pemberi label halal. Di antaranya Amerika Serikat, Inggris, Jepang, Korea Selatan, Jerman, Prancis, Australia.
Ia kemudian heran mengapa potensi pasar ekspor ini tak dimanfaatkan maksimal di Indonesia. Padahal peluangnya terbuka lebar hingga segmen ini diisi oleh Malaysia, Thailand atau Vietnam.
“Yang kejar makanan halal banyak di luar negeri, kenapa di sini Muslim populasi terbesar malah bukan pemain utama? padahal LPPOM MUI jadi leader di internasional, tapi yang jualan produk kok bukan kita,” ujar Nanung.
“Di wilayah Eropa dan Amerika Utara kebutuhan produk halal tinggi, apalagi tengok ke bandara-bandara internasional ada restoran halal. Semua bisa di-search di internet, biasanya ada, jangan malas mencari,” tambah Nanung.
Nanung mencontohkan Jepang punya kemajuan pesat di industri halal seiring tanggungjawabnya menjadi tuan rumah Olimpiade. Pemerintah Jepang, kata Nanung, tak mau menerima komplain dari Muslim yang kesulitan menemukan makanan halal ketika berkunjung kesana.
“Empat tahun terakhir mereka siapkan resto-resto halal agar tak ada lagi orang batal ke Jepang karena enggak ada resto halal, tempat-tempat Shalat juga disediakan,” ucap Nanung.