Fenomena Wakaf Alquran dan Pesan Pengelola Nabawi ke Jemaah RI

Madinah – Banyak jemaah mewakafkan atau menyumbangkan Alquran ke Masjid Nabawi Madinah. Termasuk di antaranya jemaah Indonesia. Pengelola tak bisa menolak, tapi meminta jemaah bijak.

“Lebih baik disumbangkan di sana (negara masing-masing),” kata Direktur Humas Masjid Nabawi Abdul Wahid Al-Hetab saat menemui Tim Media Center Haji di kantornya, Selasa (26/9/2017).

Al-Hetab bicara dalam bahasa Arab. Pernyataannya diterjemahkan Usman Hatim Jogjawi, pria asal Yogyakarta yang bertugas menjadi penerjemah di Masjid Nabawi.

Al-Hetab menjelaskan dana dan fasilitas Masjid Nabawi, termasuk di antaranya Alquran, disokong Kerajaan. Jadi, menurut Al-Hetab, dipastikan kebutuhan Nabawi tercukupi. Maka itu, wakaf Alquran dari jemaah tak terlalu urgen.

“Kebutuhan kami sudah dicukupi Kerajaan,” tegas Al-Hetab.

Alquran untuk Masjid Nabawi dibuat khusus. Ada standar tersendiri, terutama terkait tanda baca. Alquran ini bisa dibeli di sekitar masjid. Biasanya jemaah membeli di tempat tersebut, kemudian disumbangkan ke Nabawi. Alquran ditaruh di dekat tiang dalam masjid dan dimanfaatkan jemaah kapan pun.

Untuk memberikan pelayanan optimal ke jemaah, pengelola Nabawi memperkerjakan 6 ribu orang. Mereka berasal dari berbagai negara muslim dan dikontrak untuk waktu tertentu. Tugas mereka di antaranya membersihkan karpet, lantai, hingga ornamen-ornamen bangunan.

Tiap hari, pekerja juga menyiapkan air zamzam. Air tersebut didatangkan langsung dari Mekah melalui jalan darat. Sebagian didinginkan, sisanya dibiarkan seperti aslinya. Selanjutnya air tersebut disajikan dalam termos atau dispenser di berbagai sudut masjid.

“Tiap hari disediakan 300 ton air zamzam,” kata Al-Hetab.

Masjid Nabawi merupakan pusat aktivitas ibadah di Madinah. Masjid yang dibangun Rasulullah pada tahun 600-an Masehi ini tak sepi. Di luar musim haji, banyak jemaah umrah berkunjung.

DETIK