Soal halal-haram begitu sentral dan krusial dalam pandangan kaum muslimin. Halal-haram merupakan batas antara yang hak dan yang batil, atau lebih jauh antara surga dan neraka. Halal-haram akan selalu dihadapi oleh kaum muslimin detik-demi-detik dalam rentang kehidupannya. Sehingga menandakan bepata pentingnya kita mengetahui secara rinci batas antara apa yang halal dan apa yang haram. Lantas, bagaimana caranya untuk membedakan hewan (hayawan) yang halal dan yang haram dimakan?.
Di dalam teks teks keagamaan (al-Qur’an dan al-Hadits) telah memberikan panduan yang purna soal halal-haram. Utamanya soal makanan. “Makanlah (makanan) yang baik-baik dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu”.QS. al-baqarah.57. Syaiklh Abu Bakar al-Jazair menafsirkan makanan yang baik dengan makanan yang halal. Aysar al-Tafasir, 1/28. Lalu bagaimana dengan konsep halal pada hewan. Mengingat al-Qur’an masih “mujmal” (belum begitu detail) menggambarkan halal-haram pada hewan. Disinilah rupa rupanya al-Hadits memainkan perannya sebagai sarana untuk memperjelas kemujmalan al-Qur’an.
Untuk mengetahui apakah hewan halal ataukah haram, dapat dilihat dari ciri ciri fisiknya.
- Semua hewan buas yang bergigi taring dan semua burung yang berkuku tajam/kuat, adalah “haram” dimakan. Ciri ciri ini telah digambarkan dengan begitu jelasnya oleh Rasulullah.
Sabda Nabi:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ كُلِّ ذِى نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ وَعَنْ كُلِّ ذِى مِخْلَبٍ مِنَ الطَّيْرِ
Dari Ibnu ‘Abbas ia berkata: rasulullah melarang (mengkomsumsi) hewan buas yang bertaring, dan semua jenis burung yang berkuku tajam. HR. Muslim, 510
Muhammad Ibn Umar Ibn Husain al-Raziy mengatakan bahwa “larangan rasulullah dalam hadits di atas bisa diarahkan kepada hukum haram. Al-Mahshul Li al-Raziy, 2/470
Hadits dia atas sekaligus menjadi dalil bagi fatwa Jumhur Ulama’ (al-Syafiiy, Abu Hanifah, Ahmad dan Daud al-Dhahiri) yang mengatakan haram hukumnyamengkonsumsi hewan yang bertaring dan berkuku tajam. Kecuali Imam Malik yang hanya menghukumi makruh tidak sampai kepada hukum haram. Syarah al-Nawawi ‘Ala Muslim, 13/82
- Semua hewan yang dianggap baik oleh orang arab maka halal dimakan kecuali hewan yang telah diharamkan oleh syari’at. Al-Majmu’, 9/26
- Hewan-hewan yang buruk maka haram hukumnya. Allah berfirman
وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبٰتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبٰۤىِٕثَ
“dan yang menghalalkan segala yang baik bagi mereka dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka” QS. Al-A’raf. 157.
Syaikh Taqiyuddin al-Husainiy mencontohkan seperti ular, kala jengking, kera, kutu dan semacamnya. Kifayah al-Akhyar, 1/523
- Hewan air jika dia keluar dari air tidak bisa hidup kecuali seperti hidupnya hewan yang disembelih maka hukumnya halal dan tidak butuh untuk disembelih, walaupun hewan air tersebut tidak bebentuk seperti ikan, kecuali buaya, kalau buaya haram hukumnya. Kifayah al-Akhyar :1/687
Makanan yang dihalalkan oleh agama tentu memiliki guna yang bermanfaat positif bagi kelangsungan hidup jiwa ataupun karakter manusia. Dan sebaliknya, makanan yang diharamkan memiliki efek berbahaya bagi kelangsungan hidup jiwa ataupun karakter .