Baca pembahasan sebelumnya Fiqih Ringkas Tentang Ucapan “Jazaakallahu Khairan” (Bag. 1)
Kandungan makna dari beberapa dalil yang telah disebutkan di seri sebelumnya
Pertama, arti dari ucapan “Jazaakallahu khairan”.
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إذا قال الرجلُ لأخيه:جزاك الله خيراً، فقد أبلغ في الثناء
“Jika seseorang berkata kepada saudaranya, “Jazaakallahu khairan”, berarti ia telah sampai pada derajat memujinya (telah berterima kasih kepadanya dengan memujinya).” (HR. Abdur Razaq dan Al-Humaidi, dinilai shahih oleh Al-Albani)
Al-Mubarakfuri rahimahullah ketika menjelaskan hadits ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma di atas beliau berkata,
«جزاك الله خيراً» أي خير الجزاء أو أعطاك خيراً من خيري الدنيا والآخرة.
“Makna “jazaakallahu khairan” adalah “sebaik-baik balasan” atau “semoga Allah membalasmu dengan balasan kebaikan di dunia maupun di akhirat”.
«فقد أبلغ في الثناء» أي بالغ في أداء شكره، وذلك أنه اعترف بالتقصير، وأنه ممن عجز عن جزائه وثنائه، ففوض جزاءه إلى الله ليجزيه الجزاء الأوفى
“sedangkan makna “berarti dia telah sampai pada derajat mensyukurinya” adalah dengan ucapan tersebut, berarti dia mengakui bahwa dirinya kurang mensyukurinya dan dirinya termasuk orang yang tidak mampu membalas kebaikannya dan tidak mampu memujinya (dengan semestinya atas kebaikannya). Sehingga dia serahkan pembalasan kebaikannya kepada Allah, agar Allah membalasnya dengan balasan kebaikan yang sempurna.”
قال بعضهم إذا قصرت يداك بالمكافأة، فليطل لسانك بالشكر والدعاء
“Sebagian ulama berkata, apabila Anda tidak mampu membalas kebaikan (orang lain), maka perbanyaklah lisanmu dengan berterima kasih dan mendoakannya.” (Tuhfatul Ahwadzi, 6: 156)
Kedua, adab yang berkaitan dengan hati ketika mengucapkan “jazaakallahu khairan”.
Dari penjelasan di atas, bisa kita simpulkan bahwa ketika kita mengucapkan “jazaakallahu khairan” kepada orang yang telah berbuat baik kepada kita, hendaknya kita menghayati dalam hati dan mengakui bahwa diri kita kurang bisa mensyukuri kebaikannya dan tidak mampu membalas kebaikannya dan tidak mampu memujinya dengan semestinya, serta tidak mampu memenuhi haknya sehingga kita serahkan pembalasan kebaikannya kepada Allah, agar Allah membalasnya dengan balasan kebaikan yang sempurna.
Ketiga, perhatian salafus shalih terhadap besarnya kebaikan pada ucapan «جزاك الله خيراً»:
‘Umar radhiyallahu ‘anhu berkata,
لو يعلم أحدكم ما له في قوله لأخيه: جزاك اللهُ خيراً، لأكثرَ منها بعضُكم لبعضٍ
“Seandainya salah seorang di antara kalian mengetahui kebaikan yang didapatkan pada ucapan yang ditujukan kepada saudaranya, “jazaakallahu khairan”, tentulah satu sama lain akan memperbanyak ucapan tersebut di antara kalian.” (Diriwayatkan oleh Abu Syaibah dalam Al-Mushannaf)
Keempat, dari hadits-hadits di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam Islam terdapat perintah membalas kebaikan dengan kebaikan pula. Hendaklah seseorang meniatkan mengamalkan dalil-dalil tentangnya dalam membalas kebaikan orang lain dengan ikhlas karena mencari ridha Allah Ta’ala semata. Dan janganlah hal itu dilakukan sekedar karena adat kebiasaan atau rasa sungkan saja apabila tidak membalas kebaikannya.
Kelima, membalas kebaikan itu merupakan tuntutan syar’iat baik pelaku kebaikannya adalah seorang muslim atau non muslim.
Keenam, membalas kebaikan itu juga merupakan tuntutan syar’iat, baik kebaikan tersebut jenis perkara yang mustahab (sunnah) maupun perkara yang wajib. Oleh karena itu, ungkapan yang terlanjur tersebar berikut ini adalah ungkapan yang salah:
“لا شُكرَ على وَاجِب”
“Tidak ada terima kasih atas perbuatan yang memang menjadi kewajiban untuk ditunaikan.”
Kalimat ini menunjukkan barangsiapa yang telah melakukan kebaikan yang sifatnya merupakan tugas wajib baginya, maka dia tidak berhak mendapatkan ucapan terima kasih. Hal ini karena itu telah menjadi kewajibannya.
Syaikh Ibnu Baaz rahimahullah berkata,
هــــذه الكلمة غلط! لأن الواجب يُشكر عليه، من أدى الواجب، الواجب الشرعي في حقوق الله، أو حقوق العباد، فإنه يُشكر على أدائه هذا الواجب، وكذلك المستحبات يشكرُ على أدائها
“Ini adalah kalimat yang salah. Karena mensyukurinya merupakan hal yang wajib dalam syariat. Orang yang telah melakukan kewajibannya dalam syariat, baik terkait hak Allah maupun hak hamba, maka layak disyukuri atasnya. Demikian pula amalan yang sunnah, layak juga untuk disyukuri.” (Syarh Fathul Majiid)
Ketujuh, menerima hadiah dan membalas dengan memberi hadiah pula adalah salah satu ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kedelapan, bentuk balasan kebaikan terhadap orang yang melakukan kebaikan kepada kita itu bermacam-macam. Bisa berupa ucapan maupun perbuatan, misalnya:
– Memberi harta sebagai hadiah yang sepadan harganya atau lebih mahal.
– Ucapan “Jazaakallahu khairan” untuk pria satu orang (tunggal) atau “Jazaakumullahu khairan” untuk pria banyak orang (jamak).
“Jazaakillaahu khairan” untuk wanita satu orang (tunggal), atau “Jazaakunnallahu khairan” untuk wanita banyak orang (jamak).
– Dengan memuji orang yang melakukan kebaikan kepada kita atas kebaikannya.
– Jika kebaikan yang kita dapatkan banyak, maka kita disyari’atkan membalasnya dengan mendoakannya berulangkali sampai kita menduga kuat telah “melunasi” hutang kita atas jasanya yang banyak kepada kita.
– Dengan menyebut-nyebut kebaikannya dan jasanya.
– Dengan mengucapkan, “Terimakasih” atau “Syukron” atau ucapan baik lainnya yang menunjukkan bahwa kita telah menyebut kebaikannya dan telah memujinya, serta berbuat baik kepadanya.
– Sebaik-baik balasan kebaikan adalah menggabungkan antara balasan berupa ucapan dan perbuatan, yaitu membalas dengan memberi harta, mengucapkan “Jazakallahu khairan”, mendoakan, menyebut kebaikannya, serta memujinya dan berbuat baik kepadanya.
– Jika orang yang melakukan kebaikan kepada kita itu seorang non muslim, maka ucapkanlah ucapan yang sesuai dengan keadaannya, misalnya “Terimakasih” atau semisalnya atau balaslah dengan harta, disertai niat mendakwahinya agar ia cinta ajaran Islam dan mencintai kaum muslimin sehingga diharapkan ia tertarik masuk ke dalam agama Islam.
Seseorang berkata kepada Sa’id bin Jubair rahimahullah,
المجوسي يوليني خيراً فأشكره، قال:نعم.
“Seorang yang beragama Majusi berbuat baik kepadaku, lalu aku pun berterima kasih kepadanya, (bagaimanakah menurutmu?)” Beliau pun menjawab, “Ya, (itu perbuatan yang baik).” (Al-Adaab Asy-Syar’iyyah, 1: 316)
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah mengatakan,
إذا أحسن إليك أحدٌ من غير المسلمين، فكافئه، فإن هذا من خلق الإسلام، وربما يكون في ذلك تأليفٌ لقلبه فيحب المسلمين فيسلم
“Jika salah seorang non-muslin berbuat baik kepada kalian, maka balaslah (kebaikannya), karena sikap ini merupakan akhlak Islam. Barangkali dengan sikap tersebut hatinya bisa lunak sehingga mencintai kaum muslimin lalu masuk Islam.”
Wallahu Ta’ala a’lam bish shawab.
(Selesai)
***
Penulis: Sa’id Abu ‘Ukkasyah
Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/55183-fiqih-ringkas-tentang-ucapan-jazaakallahu-khairan-bag-2.html