Hadis al Hajju Arafah; Bukan Untuk Menentukan Puasa Arafah dan Idul Adha

Hadis al Hajju Arafah; Bukan Untuk Menentukan Puasa Arafah dan Idul Adha

Berikut ini penjelasan tentang hadis  al hajju arafah; bukan untuk menentukan puasa Arafah dan Idul Adha. Puasa Arafah dan Hari Raya Idul Adha merupakan 2 momen yang sangat ditunggu kaum Muslimin. Lalu apakah bisa hadis yang berbunyi haji adalah Arafah dijadikan dalil untuk menentukan pelaksanaan keduanya? 

Takhrij Hadis al Hajju Arafah

Sebelum menjawab persoalan ini, kami sajikan takhrij hadisnya secara singkat. Hadis tersebut merupakan penggalan dari kisah yang cukup panjang, banyak muhadditsin yang meriwayatkannya di kitab masing-masing. Di antaranya adalah Ibnu Majah, beliau menuliskan;

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَعَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَا حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ بُكَيْرِ بْنِ عَطَاءٍ سَمِعْتُ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ يَعْمَرَ الدِّيلِيَّ قَالَ شَهِدْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ وَاقِفٌ بِعَرَفَةَ وَأَتَاهُ نَاسٌ مِنْ أَهْلِ نَجْدٍ فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ الْحَجُّ قَالَ الْحَجُّ عَرَفَةُ فَمَنْ جَاءَ قَبْلَ صَلَاةِ الْفَجْرِ لَيْلَةَ جَمْعٍ فَقَدْ تَمَّ حَجُّهُ أَيَّامُ مِنًى ثَلَاثَةٌ فَمَنْ تَعَجَّلَ فِي يَوْمَيْنِ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ وَمَنْ تَأَخَّرَ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ ثُمَّ أَرْدَفَ رَجُلًا خَلْفَهُ فَجَعَلَ يُنَادِي بِهِنَّ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَنْبَأَنَا الثَّوْرِيُّ عَنْ بُكَيْرِ بْنِ عَطَاءٍ اللَّيْثِيِّ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَعْمَرَ الدِّيلِيِّ قَالَ أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِعَرَفَةَ فَجَاءَهُ نَفَرٌ مِنْ أَهْلِ نَجْدٍ فَذَكَرَ نَحْوَهُ قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى مَا أُرَ لِلثَّوْرِيِّ حَدِيثًا أَشْرَفَ مِنْهُ

“Telah menceritakan kepada kami [Abu Bakar bin Abu Syaibah] dan [Ali bin Muhammad], keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami [Waki’]; telah menceritakan kepada kami [Sufyan] dari [Bukair bin Atha`]; Aku mendengar [Abdurahman bin Ya’mar Ad-Dili], ia berkata;

 “Aku menyaksikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika sedang wukuf di Arafah, dan sekelompok orang dari kalangan penduduk Najd mendatangi beliau, mereka bertanya; ‘Wahai Rasulullah, bagaimana (cara melaksanakan) haji? ‘ Beliau menjawab: 

“Haji itu adalah Arafah. Maka barang siapa datang ke Arafah sebelum fajar malam berkumpulnya manusia, maka telah sempurnalah ibadah haji. Hari-hari Mina itu tiga hari, barangsiapa ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, maka tidak ada dosa baginya, dan barang siapa ingin menangguhkan (keberangkatannya dari dua hari), maka tidak ada dosa pula baginya.’ 

Kemudian seorang laki-laki di belakang beliau mengiringi ucapannya dan turut menyerukan ucapan tersebut.’ Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Yahya]; telah menceritakan kepada kami [Abdurrazak]; telah memberitakan kepada kami [Ats Tsauri] dari [Bukair bin Atha` Al Laitsi] dari [Abdurrahman bin Ya’mar Ad Dili] berkata;

Aku mendatangi Rasulullah SAW di Arafah, lalu datanglah seseorang dari penduduk Najed, lalu ia sebutkan hadits tersebut. [Muhammad bin Yahya] berkata; Aku tidak diperlihatkan dari Ats Tsauri sebuah hadits yang lebih baik dari ini.” (HR. Ibnu Majah, No. 3015)

Hadis ini juga disebutkan oleh Abu Daud  pada nomor 1949 Imam Al-Tirmidzi , pada nomor 889, Imam Al-Nasa’i,  pada nomor 3016 dan 3044, dan Imam Ahmad pada nomor 18774 dan lain-lain. 

Makna Hadis al Hajju Arafah

Menurut anotasi para komentator hadis, ini tidak tepat untuk dijadikan sebagai penentu pelaksanaan puasa Arafah dan Idul Adha. Sebab hadis tersebut berbicara terkait parameter sahnya haji, sebagaimana pesan tersurat dari teks hadis tersebut. Imam Al-Sindi ketika membahas riwayat ibnu Majah di atas menjelaskan;

قَوْلُهُ: (الْحَجُّ عَرَفَةُ) قِيلَ: التَّقْدِيرُ مُعْظَمُ الْحَجِّ وُقُوفُ يَوْمِ عَرَفَةَ، وَقِيلَ: إِدْرَاكُ الْحَجِّ إِدْرَاكُهُ وُقُوفُ يَوْمِ عَرَفَةَ وَالْمَقْصُودُ أَنَّ إِدْرَاكَ الْحَجِّ يَتَوَقَّفُ عَلَى إِدْرَاكِ الْوُقُوفِ بِعَرَفَةَ، وَأَنَّ مَنْ أَدْرَكَهُ فَقَدْ أَمِنَ حَجَّهُ مِنَ الْفَوَاتِ

“Redaksi “haji adalah Arafah (Al-Hajj Arafah)” memiliki kepanjangan, yaitu keagungan ibadah Haji adalah Wukuf di padang Arafah. Atau ada yang menyatakan “Melaksanakan Haji harus dengan Berwukuf di Arafah”. Maksudnya adalah bahwa wukuf di Padang Arafah merupakan parameter keabsahan haji, sehingga barangsiapa yang telah melaksanakannya sungguh hajinya telah sah”. (Hasyiyah Al-Sindi, Juz 2 H. 239) 

Komentator lain juga menyatakan hal serupa, Muhammad Al-Majdidi Al-Hanafi menyatakan;

الْحَج عَرَفَة يَعْنِي ان الرُّكْن الْأَعْظَم لِلْحَجِّ هوالوقوف بهَا كَأَنَّهَا هِيَ الْحَج فَإِن إِدْرَاك الْحَج مَوْقُوف على إِدْرَاك الْوُقُوف بهَا حَتَّى ان من اخر الْوُقُوف بهَا حَتَّى خرج وقته فقد فَاتَهُ الْحَج بِخِلَاف سَائِر احكامه فبتأخيرها لَا يفوت الْحَج.

“Maksud dari redaksi tersebut (Al-Hajj Arafah) adalah bahwasanya rukun yang paling Agung pada ibadah haji adalah wukuf di Arafah, bahkan seakan-akan wukuf di Arafah adalah haji itu sendiri. Karena wukuf di sana merupakan penentu keabsahan ibadah haji, sehingga sesiapa yang mengakhirkan wukuf di sana hingga keluar dari waktunya maka ia telah melewatkan (batal) ibadah haji. 

Lain halnya dengan ritual yang lain (selain Wukuf), sebab dengan mengakhirkan ritual yang lain itu tidak sampai membatalkan haji”. (Syarh Sunan Ibnu Majah, H. 216) 

Selain 2 tokoh Hanafi di atas, kalangan Syafi’i juga berpandangan serupa. Misalnya Imam Al-Suyuthi yang menyatakan;

إِدْرَاكُ الْحَجِّ وُقُوفُ عَرَفَةَ فَمَنْ أَدْرَكَ لَيْلَةَ عَرَفَةَ قَبْلَ طُلُوعِ الْفَجْرِ مِنْ لَيْلَةِ جَمْعٍ فَقَدْ تَمَّ حَجُّهُ قَالَ الْقَاضِي أَبُو الطّيب فِي تَعْلِيقه أَي قَارب التَّمام

“Penentu keabsahan Haji adalah wukuf di Padang Arafah, maka barangsiapa yang mendapati malam Arafah sebelum munculnya fajar (pada hari raya Idul Adha) maka ia telah menyempurnakan hajinya. Al-Qadhi Abu Thayyib dalam salah satu komentarnya menyatakan bahwasanya maksudnya adalah ia telah mendekati kesempurnaan”. (Hasyiyah Al-Suyuthi, Juz 5 H. 256) 

Ibnu Allan juga menyatakan yang sama, beliau menuliskan;

قوله: (وهو معظم الحج) أي الوقوف بعرفة معظم الحج إذ بإدراكه يدرك الحج وبفواته يفوت ولذا قال – صلى الله عليه وسلم -: “الحج عرفة” قيل: وهو أفضل أركانه لتوقفه عليه ولما فيه من الفضل العظيم والشرف اليم. 

“Wukuf di Arafah merupakan ibadah yang paling Agung pada ritual haji, karena dengan melaksanakannya maka ia telah melaksanakan Haji dan barangsiapa yang meninggalkannya maka ia telah melewatkan ibadah haji (hajinya batal). 

Bahkan dikatakan bahwasanya paling utamanya rukun haji adalah wukuf di Arafah karena keabsahan haji disandarkan padanya dan juga dalam ritual ini terdapat kemuliaan yang agung dan keutamaan”. (Al-Futuhat Al-Rabbaniyyah ala Al-Adzkar Al-Nawawiyyah, Juz 5 H. 3) 

Dengan demikian bisa diketahui bahwasanya hadis tersebut tidak bisa dijadikan dasar untuk menentukan hari Arafah dan hari raya Idul Adha, sebab pada dasarnya hadis tersebut berbicara terkait wajibnya wukuf di Padang Arafah. Semoga bermanfaat, Wallahu A’lam bi Al-Shawab.

BINCANG SYARIAH