Fikih Taysir Mudahkan Pelaksanaan Haji

Dibutuhkan kajian fikih yang komprehensif untuk memudahkan haji.

Dalam aspek manasik dan penyelenggaraan haji, sikap moderasi dinilai sangat diperlukan. Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Dirjen PHU) Hilman Latief saat membuka Kegiatan Orientasi Penguatan Moderasi Beragama Bagi ASN Ditjen PHU Angkatan III.

Dalam paparannya, ia menyebut keberagaman latar belakang dari masing-masing jamaah haji bisa menjadi salah satu faktor munculnya perbedaan sudut pandang, utamanya dalam memahami masalah-masalah fikih dalam berhaji.

“Secara khusus dalam penyelenggaraan haji juga kita masih punya banyak PR. Karena itu saya setuju sekali dengan moderasi dalam manasik haji, karena untuk haji pun ada orang yang membawa jamaah kepada titik-titik ekstrim yang mungkin agak berat buat mereka,” kata dia dalam keterangan yang didapat Republika pada Rabu (20/9/2023).

Hilman lantas menyebut, untuk mencapai kesempurnaan ibadah mungkin juga tidak mudah, hanya karena itu yang sesuai dalam fikih yang diyakininya. Karena itu, ke depan memang moderasi itu diperlukan sekali.

Menurutnya, perlu keseriusan dalam membahas moderasi dalam berhaji, khususnya dalam manasiknya. Indonesia dengan jumlah jamaah 221 ribu, yang punya kepentingan untuk memberikan kemudahan pada jamaahnya, perlu berbicara tentang Fikih Taysir, yakni kemudahan-kemudahan berhaji secara lebih serius.

Pada kesempatan yang sama, Hilman juga mengingatkan agar setiap ASN dapat membentengi diri dengan paham-paham yang moderat, terlebih lagi menjelang tahun pemilu.

“Ini yang menjadi PR bagi Kementerian Agama, apalagi saat ini menjelang tahun pemilu, sekarang jadi sangat mungkin muncul isu-isu SARA menjelang Pilpres,” lanjut dia.

Oleh karena itu, ia mengajak jajarannya agar membentengi diri dengan satu konsep yang kuat sebagai pegawai di PHU dan aparat negara (ASN). Setiap pihak disebut memiliki tanggung jawab untuk menjaga amanah dari peran kita sebagai ASN.

“Cara kita memandang masalah-masalah yang ada di sekitar kita, itu juga harus mencerminkan sikap seorang ASN,” kata Hilman.

Kegiatan Orientasi Penguatan Moderasi Beragama Bagi ASN Ditjen PHU Angkatan III ini diikuti oleh 50 ASN di lingkungan Ditjen PHU dan UPT Asrama Haji. Peserta akan dibekali materi-materi terkait Moderasi Beragama oleh para fasilitator dari Tim Pokja (Kelompok Kerja) Moderasi Beragama Kementerian Agama RI. 

IHRAM

Ada Keutamaan Saling Membantu Selama di Tanah Suci

Tanah Suci merupakan tempat para nabi mendakwahkan tauhid.

Ada keutamaan ketika jamaah haji Indonesia saling membantu selama berada di Tanah Suci. Utamanya, memberikan bantuan kepada jamaah lansia. 

Konsultan Ibadah Daerah Kerja Madinah, KH Ahmad Wazir Ali, mengutip sejumlah hadist:

من نفس عن مؤمن كربة نفسه الله كربه يوم القيامة

“Barang siapa yang menggembirakan kesusahan orang Mukmin, maka Allah SWT akan menggembirakan kesusahannya di hari kiamat.

من يسر مؤمنا يسر الله له يوم القيامة

“Barang siapa yang memudahkan urusan orang mukmin, maka Allah SWT akan memudahkan urusannya di hari kiamat”.

والله فى عون العبد مادام العبد فى عون أخيه

“Allah SWT selalu menolong hamba, selagi dia mau menolong saudaranya”.

Diperkirakan 30-35 ribu jamaah haji lansia yang tergabung dalam Jamaah haji gelombang kedua dijadwalkan tiba di Madinah pada Senin, 10 Juli 2023. Berdasarkan data yang dihimpun ada sekitar 109.000 jamaah yang akan ke Madinah. 

“Informasi yang kita dapat dari Kota Makkah itu 1 maktab sekitar 6-7 kloter itu sekitar 3.000 ya. Andai secara keseluruhan jemaah haji lansia 60.000, sisanya ada kemungkinan sekitar 30.000 lansia yang akan datang ke Kota Madinah setelah sebagian juga kembali ke Tanah Air. Ya sekitar 30.000-35.000 jemaah lansia,” kata Kepala Daerah Kerja (Kadaker) Madinah Zaenal Muttaqin, Senin (10/7/2023).

Zaenal menyebut, jumlah jmaah haji gelombang dua yang masuk ke Madinah lebih banyak dibandingkan gelombang pertama. “Kalau yang pertama 101.000 gelombang kedua ini sekitar 109.000 atau 108.000 jemaah. Belum nanti kalau ada tambahan lagi. Jumlahnya sekitar 295 kloter. Gelombang pertama sekitar 263 kloter, gelombang kedua lebih banyak jumlahnya.”

Zaenal menambahkan, untuk melayani para jamaah lansia, pihaknya telah menyiapkan sejumlah fasilitas, seperti sandal, kursi roda di setiap hotel, juga pos-pos di Masjid Nabawi dan fasilitasi yang lainnya untuk memantau para jemaah. “Kita juga sudah bekerja sama dengan pihak Nabawi dan kita follow up untuk pos-pos. Masjid Nabawi menawarkan bahwa kita nanti akan diberikan selain kursi roda, jadi meja meja untuk pos teman-teman yang berjaga,” katanya. 

IHRAM

Saat Haji, Nabi Muhammad Pernah Singgah di Abthah Makkah, Apakah Kita Harus Ikuti?

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah singgah di Abthah di Makkah saat berhaji. Apakah kita harus ikuti beliau pula dalam hal ini?

Bulughul Maram karya Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani

كِتَابُ اَلْحَجِّ

Kitab Haji

بَابُ صِفَةِ اَلْحَجِّ وَدُخُولِ مَكَّةَ

Bab Sifat Haji dan Masuk Makkah

Hadits #775

وَعَنْ أَنَسٍ ( { أَنَّ اَلنَّبِيَّ ( صَلَّى اَلظُّهْرَ وَالْعَصْرَ وَالْمَغْرِبَ وَالْعِشَاءَ, ثُمَّ رَقَدَ رَقْدَةً بِالْمُحَصَّبِ, ثُمَّ رَكِبَ إِلَى اَلْبَيْتِ فَطَافَ بِهِ } رَوَاهُ اَلْبُخَارِيُّ. .

Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat Zhuhur, Ashar, Maghrib, dan Isyak ketika tidur sejenak di desa Muhashshab, lalu beliau naik kendaraan menuju Baitullah dan thawaf. (HR. Bukhari). [HR. Bukhari, no. 1764]

Hadits #776

وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا: { أَنَّهَا لَمْ تَكُنْ تَفْعَلُ ذَلِكَ -أَيْ: اَلنُّزُولَ بِالْأَبْطَحِ- وَتَقُولُ : إِنَّمَا نَزَلَهُ رَسُولُ اَللَّهِ ( لِأَنَّهُ كَانَ مَنْزِلاً أَسْمَحَ لِخُرُوجِهِ } رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa ia tidak berbuat demikian, yakni singgah di desa Abthah, ia mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam singgah di tempat tersebut hanyalah karena tempat itu paling mudah bagi beliau untuk keluar (dari Makkah menuju Madinah). (HR. Muslim) [HR. Muslim, no. 1311, 340]

Faedah hadits

Mengenai singgah di Muhashshab atau Abtha atau Bath-ha (tiga penyebutan ini adalah sama) di Makkah—apakah termasuk bentuk qurbah (ibadah), sehingga menjadi sunnah yang diikuti ataukah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya singgah saja sehingga tidak menjadi sunnah nabi. Ada dua pendapat ulama dalam masalah ini.

Beberapa hadits menyebutkan kesunnahan singgah di Muhashshab pada hari nafr (jamaah haji keluar dari Mina), lalu shalat Zhuhur dan shalat setelahnya di situ. Abu Bakr, ‘Umar, dan Ibnu ‘Umar, serta khulafaur rasyidin radhiyallahu ‘anhum sengaja melakukannya. Sedangkan Aisyah dan Ibnu ‘Abbas tidak singgah di situ karena menganggap bahwa tempat tersebut bukan tempat tujuan, hanya kebetulan saja. 

Syaikh ‘Abdullah Al-Fauzan mengatakan bahwa masalah ini jika dibahas tak terlalu berfaedah besar lebih-lebih lagi pada zaman kita saat ini karena Muhashshab yang disebut pun tidak ada karena saat ini sudah menjadi gedung dan jalan. 

Referensi:

  • Minhah Al-‘Allam fi Syarh Bulugh Al-Maram. Cetakan pertama, Tahun 1432 H. Syaikh ‘Abdullah bin Shalih Al-Fauzan. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. Jilid Ketiga. 5:355-356.
  • Fiqh Bulugh Al-Maram li Bayaan Al-Ahkaam Asy-Syar’iyyah. Cetakan pertama, Tahun 1443 H. Syaikh Prof. Dr. Muhammad Musthafa Az-Zuhaily. Penerbit Maktabah Daar Al-Bayan. 2:700-703.



Sumber https://rumaysho.com/37165-saat-haji-nabi-muhammad-pernah-singgah-di-abthah-makkah-apakah-kita-harus-ikuti.html

Daftar Tunggu Puluhan Tahun, Muhammadiyah Gandeng BSI Luncurkan Program Haji untuk ‘Milenial’

Bendahara Umum Majelis Ekonomi Bisnis Ekonomi dan Pariwisata (MEBP) PP Muhammadiyah, Ahmad Syauqi Suratno memberi apresiasi terobosan Induk Baitut Tamwil Muhammadiyah (BTM) meluncurkan Gerakan Haji Muda Bersama BTM.

Menurut Ahmad Syauqi, program ini sebagai solusi keumatan dan memberikan solusi terhadap para jamaah haji agar setiap tahunnya tetap terjaga dengan baik karena adanya proses program perencanaan yang tertata dengan baik sejak dini.

Sebagaimana diketahui, calon jamaah haji di Indonesia harus bersabar menunggu antrean hingga puluhan tahun. Berdasarkan data, daftar tunggu haji (waiting list) haji Indonesia jika mendaftar tahun 2023 ini diperkirakan akan diberangkatkan antara 11 tahun sampai 47 tahun.

Karena itu, program kolaboratif tersebut merupakan ikhtiar BTM untuk membantu kaum milenial mewujudkan perencanaan biaya perjalanan haji sedari dini.  Menurut Ketua Induk BTM, Drs. Achmad Su’ud,   peluncuran program ini sebagai implementasi dari kesepakatan kerja sama yang pernah ditandatangani dengan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) pada 20 Februari 2020.

Gerakan Haji Muda, kata dia merupakan peran strategis BTM untuk membantu milenial merencanakan haji dengan cara menabung dan berinvestasi sejak dini.

Menurut Su’ud, BTM berusaha memanfaatkan potensi 150 jaringan yang tersebar di seluruh Indonesia. Apalagi dalam penyelenggaraan haji selama ini, bank syariah hanya memiliki peran sebagai bank penerima setoran haji/siskohat (Sistem Informasi dan Komputerisasi Terpadu).

“Dengan demikian para milenial bisa merencanakan ibadah haji mulai sekarang,” ucapnya.

Ke depan, Induk BTM, BPKH, dan BSI akan membentuk tim khusus untuk melakukan sosialisasi dan merumuskan roadmap dan timeline ke tingkat daerah dan wilayah.

Sementara itu, RCEO Semarang BSI, Ficko Hardowiseto mengapresiasi Gerakan Haji Muda Bersama BTM dan sinergi antara BTM dan BSI. Menurutnya kerja sama ini selaras karena terkait kemudahan akses pendaftaran porsi haji melalui BSI.

Setelah terkumpul dananya insyallah dengan jumlah  jaringan BSI seluruh Indonesia yang tersebar 1000 cabang, hal ini akan memberikan akses kemudahan dalam program Gerakan Haji Muda Bersama BTM dengan baik.

“Kami berharap dengan kerjasama BTM dan BSI akan memperkuat sinergi kerjasama antara Muhammadiyah, Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) dan BPKH sebagaimana tagline kami, BSI hadir sebagai sahabat finansial, sosial dan spiritual,” ucap Ficko.*

HIDAYATULLAH

Layanan Haji Terus Meningkat dari Tahun ke Tahun? Ini Pengakuan Jamaah 

Jamaah haji merasakan perbaikan layanan dari tahun ke tahun

Oleh : Agung Sasongko, reporter Republika TV dari Madinah, Arab Saudi

Secara bertahap dan terjadwal, rombongan jamaah haji Indonesia gelombang kedua bakal tiba di Madinah. Selama di Madinah, mereka menempati sejumlah hotel di sekitar Kompleks Markaziyah atau Masjid Nabawi. 

Salah satunya, Kloter JKS 39 dan 40 yang tiba di Hotel Madinah Arjwan di Sektor IV.  Mereka tiba di hotel sekitar pukul 14.00 Waktu Arab Saudi (WAS). Petugas sektor yang telah menunggu dengan sigap langsung membantu jamaah haji.  

Dedeli Ahmad Sadili,61, warga Bandung, Jawa Barat menilai, jika pelayanan haji tahun ini sudah banyak perbaikan dibandingkan sebelumnya. Dede yang pernah pergi haji pada 2010 menyebut, ada banyak perbaikan dalam pelayanan haji.  

“Makan, alhamdulillah baguslah. Kami dapat makan tiga kali pagi, siang, malam. Kalau dulu 2010 di Makkah enggak di kasih makan. Di Madinah dikasih dua kali habis Zuhur sama Maghrib. Sama sekali di Makkah enggak dikasih makan,” ujarnya, Senin (10/7/2023).

Untuk makan, kata Dede, jamaah masak sendiri. Meski kadangkala ada dermawan yang sedekah memberikan makan tapi hanya sesekali saja. “Saat di Arafah dan Mina jamaah juga dikasih makanan, cuma prasmanan. Kita nasinya ambil sendiri, kalau sekarang kan nasi boks. Kalau terlambat ya kehabisan,” ujarnya.  

Selain itu, pelayanan yang juga mengalami perbaikan adalah toilet. Dede membandingkan bagaimana ketersediaan toilet pada 2010 dengan 2023.  

“Alhamdulillah pelayanan sudah banyak perbaikan. Kalau dulu di Arafah 2010 kalau mau ke toilet antrenya sampai 20 orang di depan pintu. Kalau sekarang cuma tiga orang, jadi tidak terlalu lama. Alhamdulillah sekarang banyak peningkatan,” ucapnya.  

Begitu juga dengan pelayanan akomodasi di Mina. Menurut Dede, tempat tidur jamaah haji saat ini sudah lebih baik. “Kalau dulu tempat tidur cuma karpet saja, kalau sekarang kan pakai kasur. Tendanya permanen, kalau sekarang ada AC, kalau dulu cuma blower aja 

Di sisi lain, Dede mengaku cuaca di Arab Saudi pada 2010 itu sama dengan Jakarta sehingga bisa kapan pun ke Masjidilharam. Berbeda dengan saat ini cuaca sangat panas sehingga dirinya memutuskan untuk mengambil Nafar Awal.  

“Kalau dulu di Makkah saya tinggal di Bakhutmah dekat sekitar 1 Km ke Masjidilharam, kalau naik taksi cuma 2 riyal. Kalau sekarang di Mahbas Jin lebih jauh,” ucap penjual spare part mobil di Baleendah, Bandung Selatan ini. 

Kepala Sektor (Kasektor) IV M Soleh mengatakan, telah menyiapkan layanan untuk jamaah haji gelombang dua yang dari Makkah. “Alhamdulillah, ini kedatangan kloter pertama JKS 39 dan 40 di Sektor IV. Insya Allah kita kedatangan empat kloter, semua ditempatkan di hotel ini. Sejauh pengamatan kami tidak ada kendala,” ujarnya.  

M Soleh mengaku telah melakukan berbagai persiapan dan perbaikan pelayanan di antaranya, pelayanan lansia dengan menambah jumlah kursi roda dari semula 4 kursi roda menjadi 8 kursi roda. 

“Petugas lansia juga bertambah dari 8 sekarang menjadi 12 orang. Mudah-mudahan penambahan ini meningkatkan pelayanan kepada jamaah lansia khususnya,” ucapnya.    

IHRAM

Ibadah Haji Modal Sosial Lakukan Perubahan untuk Indonesia Harmoni

Jamaah Haji dari seluruh dunia, mulai kembali ke negaranya masing-masing usai melakukan Rukun Islam yang ke-5 di Arab Saudi. Diharapkan sepulang dari Ibadah Haji, para jamaah haji dari Indonesia mampu meningkatkan keimanan dan memberikan perubahan sosial di masyarakat setelah digembleng’ secara spiritual di Tanah Suci, untuk menciptakan Indonesia yang harmoni.

Mantan Wakil Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta periode 2020-2022, Dr. Arief Subhan, M.Ag, mengungkapkan adanya budaya menarik terkait haji di Indonesia. Yakni, adanya identitas sosial yang melekat pada individu yang telah melaksanakan Ibadah Haji.

Bagi Arief, hal ini merupakan modal sosial yang dimiliki oleh para haji untuk melakukan gerakan-gerakan baik sosial keagamaan, perubahan sosial dan mengajak masyarakat untuk melakukan hal yang baik.

“Panggilan sebagai Pak Haji, itu merupakan suatu kehormatan. Kalau dihormati, kan otomatis dia punya otoritas. Dia mestinya punya ruang, punya peluang untuk mengajak masyarakat berbuat lebih baik,” ujar Arief Subhan di Jakarta, Jumat (7/7/2023).

Hal ini bukanlah hal yang tidak mungkin untuk memberikan kontribusi positif terhadap negeri, mengingat banyak para pendahulu bangsa, banyak melakukan perubahan sosial setelah menunaikan Ibadah Haji, maupun belajar agama di Mekkah, Arab Saudi.

Misalnya KH. Ahmad Dahlan, setelah pulang dari Mekkah mendirikan organisasi Muhammadiyah. Hal serupa juga dilakukan KH. Hasyim Asyari sepulang belajar dari Tanah Suci mendirikan Nahdlatul Ulama (NU).

Selain itu, Peneliti pada Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini mengungkapkan ada tiga ajaran Islam yang penting yang terwujud dalam Ibadah Haji, yakni tauhid, egalitarianisme dan keadilan sosial.

Arief Subhan mengatakan inti dari Ibadah Haji merupakan tauhid. Di mana para jamaah mengucap takbir dan melaksanakan doa-doa haji untuk mengagungkan Allah SWT.  Tauhid memiliki makna bahwa kita betul-betul mengesakan Tuhan. Hanya percaya, hanya mengerti dan hanya menyembah kepada Allah.

“Kita hanya mengakui adanya kekuatan itu ya, hanya Tuhan Allah itu tiada lainnya. Tauhid itu ajaran yang pertama dan itulah yang pertama kali diajarkan oleh Nabi,” ucap Arief.

Ia mengungkapkan egalitarianism dalam Islamsemua berada di strata yang sama. Allah tidak memandang manusia dari sudut pandang sosial maupun materi, kecuali tingkat iman ketakwaannya. Sehingga, Islam tidak membedakan antara satu suku dengan suku yang lain.

Salah satu implikasi atau salah satu model ajaran yang egaliter dari Islam itu terwujud dalam Ibadah Haji. Dalam menunaikan Ibadah Haji, setiap individu dituntut untuk melepaskan semua atribut yang dimiliki, apakah dia orang Indonesia, apakah dia orang Arab Saudi, atau dia orang Afghanistan. Semua dianggap sama.

“Jadi dia melepaskan itu dengan hanya semata-mata menggunakan identitas yang sama (pakaian ihram),” kata Arief

Yang ketiga, lanjut Arief  adalah keadilan sosial. Islam sangat mementingkan keadilan sosial. Oleh karena itu, dalam Islam terdapat anjuran wajib dan sunnah (volunteer) dalam bersedekah. Hal ini dimaksudkan sebagai bentuk pemerataan atau sama rasa sebagai kesatuan umat Islam.

“Kalau yang berbagi sifatnya wajib, itu zakat. Kalau yang volunteer kan infaq. Makanya itu dilakukan karena keadilan sosial itu penting dalam Islam. Dalam bagian dari perayaan haji, contoh yang sederhana, yaitu berbagi hewan daging kurban,” jelas Arief.

Menurut Arief, kesempatan haji, khususnya dalam kewajiban wukuf di Arafah, merupakan momen penting untuk para jamaah haji melakukan tafakur atau intropeksi diri. Oleh karena itu, setelah Ibadah Haji, para jamaah diharapkan menjadi haji yang mabrur, yang berarti lebih baik dari sebelumnya.

“Wukuf itu kan artinya berhenti ya. Berhenti, bertafakur, merenung tentang hidup, tentang diri, tentang apa yang bisa dilakukan dan seterusnya,” pungkas Arief.

ISLAMKAFFAH

Bea Cukai Imbau Jamaah Haji Patuhi Aturan Barang yang Boleh dan tak Boleh Dibawa Pulang

Barang-barang yang diperbolehkan dibawa yakni barang-barang keperluan diri.

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan mengimbau jamaah haji untuk mematuhi aturan pembawaan barang penumpang yang tertera dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 203/PMK.04/2017. Adapun ketentuan ini harus dipatuhi para jemaah haji agar tidak ada kendala, baik saat kedatangan di Arab Saudi maupun saat kembali ke Indonesia.

Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai Kementerian Keuangan Encep Dudi Ginanjar mengatakan sebagai instansi yang bertugas dalam melakukan pelayanan dan pengawasan terhadap barang bawaan penumpang, berkomitmen untuk memberikan pelayanan dan pengawasan yang optimal kepada para jamaah haji yang berangkat dan tiba kembali di Indonesia.

“Dalam aturan tersebut dijelaskan apa saja barang yang tidak boleh dibawa keluar negeri, bagaimana aturan membawa uang ke luar negeri, apa saja barang yang boleh dibawa masuk ke Indonesia, dan fasilitas pembebasan bea masuk sampai dengan batas tertentu,” ujarnya dalam keterangan resmi, Ahad (9/7/2023).

Encep menjelaskan pemeriksaan pabean oleh Bea Cukai dilakukan secara selektif, termasuk kepada para jamaah haji. Pada saat keberangkatan, terhadap barang bawaan jemaah haji tidak dilakukan pemeriksaan fisik oleh petugas Bea Cukai.

Pemeriksaan hanya dilakukan dalam hal terdapat kecurigaan dan atas dasar informasi intelijen terkait barang-barang larangan dan pembatasan, yaitu barang yang tidak diizinkan dibawa atau boleh dibawa tetapi dengan persyaratan dan perizinan dari instansi terkait. Adapun pada saat kedatangan, terhadap jemaah haji diberlakukan ketentuan sebagaimana lazimnya penumpang udara internasional.

Pada saat kedatangan setelah selesai menjalankan ibadah haji, lanjut dia, barang-barang yang diperbolehkan dibawa yakni barang-barang keperluan diri atau bekal jamaah haji serta buah tangan selama menjalankan ibadah haji, yang bukan termasuk barang larangan atau pembatasan dengan nilai maksimal 500 dolar AS.

Atas kelebihan dari nilai tersebut, maka akan dikenakan pungutan negara berupa bea masuk dan pajak dalam rangka impor sesuai dengan ketentuan tentang barang bawaan penumpang dalam PMK 203/PMK.04/2017.

“Bea Cukai berkomitmen memberikan pelayanan yang optimal, baik pada saat keberangkatan maupun kepulangan para jamaah haji. Kami juga terus berupaya bersinergi dengan berbagai pihak untuk memastikan kelancaran pelayanan dan pengawasan di lapangan,” jelasnya.

IHRAM

Hadiah Terindah Sepulang Haji dan Umroh

Seorang jamaah haji hendaknya membawa oleh-oleh untuk keluarga.

Seorang musafir hendaknya menyiapkan hadiah bagi keluarga atau pun tetangganya setelah bepergian, terlebih sepulang haji atau umroh. Sementara hadiah terindah ketika pulang dari haji dan umrah adalah air zamzam.

Dikutip dari buku Adab-Adab Haji oleh Sa’id bin Ali bin Wahf al-Qahthani dengan penerjemah Muhammad Iqbal A Gazali, dianjurkan membawa hadiah karena menyenangkan hati dan menghilangkan permusuhan. Dianjurkan menerimanya dan memberi balasan atasnya. Dimakruhkan menolaknya tanpa alasan syari. Karena inilah Nabi ﷺ bersabda,

تهادوا تحابوا

“Hendaklah kamu saling memberi hadiah niscaya kamu saling mencintai” (HR Abu Ya’la dalam Musnadnya no. 6148, al-Baihaqi dalam sunan kubra 6/169 dan dalam Syu’abul Iman no 8976, al-Bukhari Adabul Mufrad no 594, al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Talkhish Khabir 3/70: Isnadnya hasan).

Hadiah adalah penyebab kecintaan di antara kaum Muslimin. Karena inilah sebagian mereka berkata: “Hadiah manusia, satu sama lain melahirkan keterkaitan di hati mereka.” Diriwayatkan bahwa salah seorang jamaah haji pulang kepada keluarganya dan tidak membawa apa-apa untuk mereka. Maka salah seorang dari mereka marah lalu membaca syair:

Jamaah haji saat ini tidak beribadah tidak membawa siwak dan tidak pula sendal darinya. Mereka datang kepada kami, maka tidak bermurah tangan dengan kayu arak. Dan tidak pula meletakkan pemberian di telapak tangan anak kami. Hadiah yang terindah adalah air zamzam karena ia penuh berkah. Nabi ﷺ bersabda tentang air zamzam,

انها مباركة انها طعام طعم

“Sesungguhnya ia penuh berkah, sesungguhnya ia adalah makanan orang yang makan dan (pengobat sakit)” (HR Muslim).

Dari Jabir radhiyallahu, ia memarfu’kannya:

ماء زمزم لما شربله

“Air zamzam untuk sesuatu yang ia niatkan” (HR Ibnu Majah).

Disebutkan bahwa, “Nabi ﷺ membawa air zamzam di bejana dan geriba (tempat air dari kulit), maka beliau ﷺ memberikan kepada yang sakit dan meminumkan mereka” (HR At Tirmidzi).

IHRAM

Ini Teknologi Terbaru Masjid Nabawi untuk Tambah Kenyamanan Jamaah

Masjid Nabawi terus berinovasi untuk menambah kenyamanan.

Madinah Region Development Authority (MDA) memperkenalkan perangkat pintar yang bekerja secara otomatis untuk menyambut jamaah dan peziarah. Alat ini akan menyebarkan aroma harum ke udara di trotoar dan jalur yang sering digunakan jamaah yang mengunjungi Masjid Nabawi.

Pihak MDA menyebut penyegar udara pintar tersebut juga ditempatkan di area tempat duduk dekat toko di sisi utara menuju masjid tersebut.

Dilansir di Riyadh Daily, Rabu (5/7/2023), sejumlah program telah disiapkan oleh insiatif Humanizing Cities dan proyek-proyek yang dilaksanakan oleh otoritas dalam rangka memberikan pelayanan bagi pengunjung Masjid Nabawi.

Langkah tersebut merupakan bagian dari upaya otoritas untuk memperbaiki lansekap kota di sekitar area masjid, sekaligus mengubahnya menjadi  lingkungan yang menarik bagi peziarah dan pengunjung.

Dalam pelaksanaan proyek baru di area pusat, sejumlah bahan yang berkontribusi untuk mengurangi suhu tinggi telah digunakan. Otoritas juga menanam pohon di sepanjang jalan, menyiapkan bangku dan area tempat duduk, serta trotoar dan jalur pejalan kaki diaspal dengan marmer yang tidak menyerap panas.

Kendaraan umum yang tidak berkepentingan tidak diperbolehkan memasuki area pusat, untuk menjaga suhu tetap sejuk. Semua rute dan jalur antara hotel di kawasan dan halaman masjid dibiarkan terbuka untuk memfasilitasi pergerakan pejalan kaki.

Pada saat yang sama, 245 payung dengan kipas angin yang dapat mendinginkan ruang terbuka tersebar di alun-alun utara, selatan, dan barat masjid. Semua upaya ini dilakukan untuk menyediakan lingkungan yang sehat dan aman bagi peziarah dan pengunjung. 

IHRAM

Hukum Jamuan Makan Sepulang Haji

Jama’ah haji yang pulang dari tanah suci biasanya mengadakan acara jamuan makan (walimah) atau sejenisnya ketika mereka tiba di tanah air. Bagaimana hukum mengadakan acara ini ?

Fatwa 1

Pertanyaan:

يا شيخنا … بارك الله فيكم.. و يوجد عندنا في الأزمنة المتأخرة عقد الوليمة بمناسبة السفر للحج فهل يمكن أن نعدها من العادات المباحة؟

Ya Syaikh, di zaman ini banyak orang yang mengadakan walimah ketika kembali dari safar dalam rangka ibadah haji. Apakah acara ini termasuk kebiasaan yang dibolehkan?

Syaikh Ali Hasan Al Halabi hafizhahullah menjawab:

إذا أصبح هذا شأنا مستمرا قد يؤاخذ تاركه:فهذا لا يجوز..أما إذا فعل تارة وتارة دون مثالا ذلك النكير لمن ترك:فأرجو أن لا بأس

Jika acara ini diadakan terus-menerus, atau kadang dicela orang yang tidak mengadakannya, maka ini tidak diperbolehkan. Namun bila diadakan kadang-kadang saja dan orang yang tidak melakukannya tidak tercela, maka mudah-mudahan tidak mengapa.

Sumber: http://www.kulalsalafiyeen.com/vb/showthread.php?t=5532

Fatwa 2

Pertanyaan:

جرت العادة عندنا أنّ الحاجَّ إذا أراد الذهاب إلى الحجِّ صنع طعامًا ودعا الأقارب والأحباب والجيران إليه، ويفعل الشيء نفسه عند عودته، وتسمّى هذه الدعوة عندنا بقولهم: «عشاء الحاجّ»، فنرجو منكم بيانَ حكم صنع هذا الطعام، وبارك الله فيكم

Sudah menjadi kebiasaan, jika seorang ingin pergi haji ia mengadakan acara makan-makan yang mengundang kerabat, teman, serta tetangga. Ia juga mengadakan acara yang sama ketika pulang dari haji. Acara ini oleh masyarakat kami biasa disebut ‘asyaa-ul hajj. Kami mohon penjelasan dari anda tentang hukum mengadakan acara ini.

Syaikh Muhammad Ali Farkus hafizhahullah menjawab:

الحمدُ لله ربِّ العالمين، والصلاة والسلام على من أرسله اللهُ رحمةً للعالمين، وعلى آله وصحبه وإخوانه إلى يوم الدين، أمّا بعد:

Segala puji hanya bagi Allah Rabb semesta alam, shalawat serta salam semoga terlimpah kepada Rasulullah yang diutus sebagai rahmat bagi alam semesta, juga kepada keluarganya, sahabatnya serta saudaranya seiman hingga hari kiamat. Amma ba’du.

فالطعامُ المعدُّ عند قدومِ المسافر يقال له «النقيعة»، وهو مُشتقٌّ من النَّقْعِ -وهو الغبار- لأنّ المسافر يأتي وعليه غبارُ السفر، وقد صحَّ عن النبيِّ صَلَّى الله عليه وآله وسَلَّم: «أَنَّهُ لَمَّا قَدِمَ المَدِينَةَ نَحَرَ جَزُورًا أَوْ بَقَرَةً»(١)، والحديثُ يدلّ على مشروعية الدعوة عند القدوم من السفر(٢)، وقد بوّب له البخاري: «باب الطعام عند القدوم، وكان ابنُ عمرَ رضي الله عنهما يُفطِر لمن يغشاه»(٣)، أي: يغشونه للسلام عليه والتهنئة بالقدوم، قال ابن بطال في الحديث السابق: «فيه إطعام الإمام والرئيس أصحابَه عند القدوم من السفر، وهو مستحبٌّ عند السلف، ويسمَّى النقيعة، ونقل عن المهلب أن ابن عمر رضي الله عنهما كان إذا قدم من سفر أطعم من يأتيه ويفطر معهم، ويترك قضاء رمضان لأنه كان لا يصوم في السفر فإذا انتهى الطعام ابتدأ قضاء رمضان».

Acara makan-makan ketika datangnya orang yang safar disebut An Naqi’ah. Istilah An Naqi’ah dari kata dasar An Naq’u yang artinya debu. Karena orang yang safar biasanya terkena debu diperjalanan. Terdapat hadits shahih dari Nabi Shallalahu’alaihi Wasallam:

أَنَّهُ لَمَّا قَدِمَ المَدِينَةَ نَحَرَ جَزُورًا أَوْ بَقَرَةً

Ketika Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam datang ke Madinah, beliau menyembelih unta atau sapi betina” (HR. Bukhari no.2923 bab Ath Tha’am Indal Qudum)

Hadits ini juga menunjukkan bahwa mengundang orang untuk mendatangi An Naqi’ah itu disyariatkan (Lihat Aunul Ma’bud, 10/211). Imam Al Bukhari membuat judul Bab “Bab jamuan ketika ada musafir yang datang, Ibnu Umar Radhiallahu’anhuma biasa menjamu makan orang yang datang kepadanya” (Fathul Baari, 6/194). Maksudnya, orang-orang yang mendatangi Ibnu Umar untuk memberi salam dan menyambut kedatangannya. Ibnu Bathal menjelaskan hadits di atas: “Hadits ini dalil disyariatkannya seorang imam atau pemimpin memberi jamuan makan bagi kaumnya ketika datang dari safar. Hukumnya mustahab menurut para salaf. Acara ini disebut An Naqi’ah. Dinukil riwayat dari Muhallab bahwa Ibnu Umar Radhiallahu’anhuma jika beliau datang dari safar, ia menjamu makan orang yang mendatanginya lalu makan bersama mereka. Walaupun beliau memiliki hutang puasa Ramadhan karena baru saja safar, beliau tidak mulai membayar hutang puasa tersebut hingga jamuan makan selesai”.

هذا، ومذهبُ جمهورِ الصحابة والتابعين وجوبُ الإجابة إلى سائرِ الولائم، وهي على ما ذكره القاضي عياض والنووي ثمان(٤) منها: «النقيعة»، مع اختلافهم هل الطعام يصنعه المسافرُ أم يصنعه غيرُه له؟ ومن النصِّ السابقِ والأثرِ يظهر ترجيحُ القولِ الأَوَّل.

Demikianlah hukumnya. Lalu, madzhab jumhur sahabat dan tabi’in berpendapat wajibnya memenuhi undangan untuk semua jenis jamuan makan. Al Qadhi ‘Iyadh dan An Nawawi menyebutkan ada 8 jamuan yang wajib didatangi, salah satunya An Naqi’ah (Lihat Syarah Muslim, 9/171;Tuhfatul Maudud, 127; Nailul Authar, 6/238). Namun memang para ulama berbeda pendapat mengenai siapa yang membuat hidangannya, apakah si musafir ataukah orang yang menyambut dia? Namun berdasarkan nash hadits di atas dan berdasarkan atsar, nampaknya pendapat yang rajih adalah pendapat pertama.

أمَّا إعدادُ الطعام قبل السفر فلا يُعلم دخوله تحت تَعداد الولائم المشروعة؛ لأنها وليمة ارتبطت بالحجّ وأضيفت إليه، و«كُلُّ مَا أُضِيفَ إِلَى حُكْمٍ شَرْعِيٍّ يَحْتَاجُ إِلَى دَلِيلٍ يُصَحِّحُهُ».

Adapun mengenai jamuan makan sebelum berangkat haji, aku tidak mengetahui bahwa ini adalah jamuan yang disyariatkan. Karena hal ini dikait-kaitkan dengan haji dan kaidah mengatakan “segala sesuatu yang dikaitkan dengan sebuah hukum syar’i, butuh dalil untuk membenarkannya“.

Sumber: http://www.ferkous.com/rep/Bh27.php

Fatwa 3

Pertanyaan:

ظاهرة تنتشر في القرى خاصة بعد عودة الحجاج من مكة يعملون ولائم يسمونها ” ذبيحة للحجاج ” أو ” فرحة بالحجاج ” أو ” سلامة الحجاج ” ، وقد تكون هذه اللحوم من لحوم الأضاحي ، أو لحوم ذبائح جديدة ، ويصاحبها نوع من التبذير ، فما رأي فضيلتكم من الناحية الشرعية ، ومن الناحية الاجتماعية

Suatu hal yang sedang marak dilakukan oleh orang-orang, khususnya orang desa, ketika mereka kembali dari ibadah haji di Mekkah, mereka mengadakan jamuan makan yang dinamakan Dzabihah Lil Hujjaj atau Farhah Bil Hujjaj atau Salamatul Hujjaj. Terkadang makanannya adalah daging sembelihan biasa, terkadang daging sembelihan model baru. Dan biasanya dalam acara ini banyak pemborosan. Bagaimana pandangan anda wahai Syaikh, baik dari segi syar’i maupun dari segi sosial?

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menjawab:

هذا لا بأس به ، لا بأس بإكرام الحجاج عند قدومهم ؛ لأن هذا يدل على الاحتفاء بهم ، ويشجعهم أيضاً على الحج ، لكن التبذير الذي أشرت إليه والإسراف هو الذي ينهى عنه ؛ لأن الإسراف منهي عنه ، سواء بهذه المناسبة ، أو غيرها ، قال الله تبارك وتعالى : ( وَلا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ ) الأنعام/141 ، وقال تعالى : ( إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ) الإسراء/27 ، لكن إذا كانت وليمة مناسبة ، على قدر الحاضرين ، أو تزيد قليلاً : فهذا لا بأس به من الناحية الشرعية ،

Tidak mengapa mengadakannya. Boleh melakukannya dalam rangka memuliakan para jama’ah haji ketika mereka datang, karena acara ini merupakan bentuk penyambutan bagi mereka. Selain itu dapat memacu orang untuk berhaji. Namun pemborosan, sebagaimana yang engkau ceritakan, inilah yang terlarang. Karena pemborosan itu dilarang agama, baik dalam acara seperti ini maupun dalam acara lain. Allah Ta’ala berfirman:

وَلا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ

Jangan kalian berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan” (QS. Al An’am:141)

Allah Ta’ala juga berfirman:

إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ

Sesungguhnya para pemboros itu saudaranya para setan” (QS. Al Isra: 27)

Bila jamuan makan ini hanya mengundang orang secukupnya atau lebih banyak sedikit, maka ini tidak mengapa (bukan pemborosan, pent.) dari segi syari’at.

ومن الناحية الاجتماعية ، وهذا لعله يكون في القرى ، أما في المدن فهو مفقود ، ونرى كثيراً من الناس يأتون من الحج ولا يقام لهم ولائم ، لكن في القرى الصغيرة هذه قد توجد ، ولا بأس به ، وأهل القرى عندهم كرم ، ولا يحب أحدهم أن يُقَصِّر على الآخر

Adapun dari segi sosial, sepertinya acara ini hanya ada di pedesaan saja, di perkotaan nampaknya sudah tidak ada lagi. Saya sudah sering melihat banyak orang datang dari haji namun mereka tidak mengadakan apa-apa. Namun di daerah pedesaan kecil memang terkadang masih kita jumpai, dan ini boleh-boleh saja. Orang pun desa memiliki keutamaan, dan tidak boleh meremehkan satu dengan yang lain.

(Liqaa Baabil Maftuh, kaset 154 pertanyaan no.12,  dikutip dari:http://www.islamqa.com/ar/ref/97879 )

Penyusun: Yulian Purnama

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/7001-hukum-jamuan-makan-sepulang-haji.html