Telah kami bahas dalam serial tulisan sebelumnya tentang makna yang benar dari kalimat tauhid “laa ilaaha illallah” [1]. Secara singkat, makna yang benar dari kalimat tauhid tersebut bukanlah untuk menetapkan bahwa Allah Ta’ala adalah satu-satunya Dzat yang menciptakan, memberi kita rizki, dan mengatur urusan alam semesta. Bukan ini maknanya. Akan tetapi, makna yang benar adalah “tidak ada sesembahan yang berhak untuk disembah selain Allah Ta’ala.”
Dari pemahaman terhadap makna yang benar tersebut, kita pun mengetahui apakah konsekuensi orang-orang yang telah mengucapkan atau mengikrarkannya. Yaitu, dia memurnikan ibadah hanya kepada Allah Ta’ala, tidak menujukan satu pun bentuk ibadah kepada selain Allah Ta’ala, siapa pun mereka, baik malaikat, nabi, orang shalih ataupun jin. Jika di satu sisi dia mengucapkan kalimat tauhid, namun di sisi lain dia beribadah kepada selain Allah, tentu dua hal ini menjadi kontradiktif.
Perlu diketahui bahwa kandungan kalimat “laa ilaaha illallah” tersebut adalah hakikat dari tauhid yang sebenarnya. Makna itulah yang merupakan tujuan utama penciptaan manusia, inti dakwah seluruh rasul, dan mengapa kitab-kitab diturunkan. Karena makna kalimat tauhid itu pula, terjadi perselisihan dan permusuhan yang sengit antara para Rasul dengan para penentangnya dari orang-orang kafir.
Penjelasan para ulama tentang hakikat tauhid
Berikut ini akan penulis sampaikan beberapa penjelasan dari para ulama rahimahumullah tentang hakikat dari tauhid, yaitu memurnikan ibadah hanya kepada Allah Ta’ala dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun.
Imam Malik rahimahullah (wafat th. 179 H) pernah ditanya tentang tauhid, kemudian beliau rahimahullah menjawab,
محال أن يظن بالنبي – صلى الله عليه وسلم – أنه علم أمته الإستنجاء ولم يعلمهم التوحيد ، فالتوحيد ما قاله النَّبيّ – صلى الله عليه وسلم – : (( أمرت أن أقاتل الناس حتى يقولوا : لا إله إلا الله ، فإذا قالوها عصموا مني دماءهم وأموالهم )) ، فما عصم الدم والمال فهو حقيقة التوحيد .
“Tidak mungkin kalau kita menyangka bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mengajarkan umatnya tentang masalah istinja’ (adab buang hajat, pen.), lalu tidak mengajarkan tentang tauhid. Tauhid adalah apa yang dikatakan oleh beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka mengatakan laa ilaaha illallah [tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah]. Apabila mereka mengucapkannya, maka terjagalah nyawa dan harta mereka.” Maka, sesuatu yang menjaga nyawa dan harta itulah yang merupakan hakikat tauhid.” (Fathul Baari li Ibni Rajab, 6: 41)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah (wafat th. 728 H) berkata,
فإن حقيقة التوحيد أن نعبد الله وحده فلا يدعى إلا هو ولا يخشى إلا هو ولا يتقى إلا هو ولا يتوكل إلا عليه ولا يكون الدين إلا له لا لأحد من الخلق وأن لا نتخذ الملائكة والنبيين أربابا فكيف بالأئمة والشيوخ والعلماء والملوك وغيرهم
”Sesungguhnya hakikat tauhid adalah beribadah kepada Allah Ta’ala semata. Maka kita tidaklah berdoa kecuali kepada-Nya, tidak takut kecuali kepada-Nya, tidak taat (bertakwa) kecuali kepada-Nya, dan tidak bertawakkal kecuali kepada-Nya. Tidaklah ketaatan (ibadah) ini kita tujukan kecuali kepada-Nya, tidak kepada yang lainnya dari para makhluk-Nya. Tidaklah kita menjadikan para malaikat dan para nabi sebagai tuhan-tuhan (selain Allah, pen.), lalu bagaimana lagi dengan para pemimpin, guru-guru shufi, ulama, raja, dan selain mereka?” (Minhaajus Sunnah An-Nabawiyyah, 3: 237)
Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah rahimahullah (wafat th. 751 H) berkata,
فينفي عبادة ما سوى الله ويثبت عبادته وهذا هو حقيقة التوحيد …
“ … Kita meniadakan peribadatan kepada selain Allah dan menetapkan peribadatan kepada-Nya. Inilah hakikat tauhid.” (Badaai’ul Fawaaid, 1: 141)
Ibnu Rajab Al-Hanbali rahimahullah (wafat th. 795 H) mengatakan,
فلا صلاحَ للقلوب حتَّى تستقرَّ فيها معرفةُ اللهِ وعظمتُه ومحبَّتُه وخشيتُهُ ومهابتُه ورجاؤهُ والتوكلُ عليهِ ، وتمتلئَ مِنْ ذَلِكَ ، وهذا هوَ حقيقةُ التوحيد ، وهو معنى (( لا إله إلا الله )) ، فلا صلاحَ للقلوب حتَّى يكونَ إلهُها الذي تألَهُه وتعرفه وتحبُّه وتخشاه هوَ الله وحده لا شريكَ لهُ
“Tidak ada kebaikan bagi hati sampai tertanam di dalamnya pengenalan terhadap Allah Ta’ala, mengagungkan-Nya, mencintai-Nya, takut kepada-Nya, memuliakan-Nya, berharap kepada-Nya, dan bertawakkal kepada-Nya. Hatinya dipenuhi itu semua. Inilah hakikat tauhid, yang merupakan makna dari kalimat ‘laa ilaaha illallah’. Maka tidak ada kebaikan bagi hati sampai sesembahan yang dia sembah, dia kenal, dia cintai, dan dia takuti adalah Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya.” (Jami’ul Ulum wal Hikam, 1: 211)
Ibnu Hajar Al-‘Asqalani rahimahullah (wafat th. 852 H) berkata,
الْمُرَاد بِتَوْحِيدِ اللَّه تَعَالَى الشَّهَادَة بِأَنَّهُ إِلَه وَاحِد
“Yang dimaksud dengan mentauhidkan Allah Ta’ala adalah persaksian bahwa sesungguhnya Dia-lah sesembahan Yang Maha esa.” (Fathul Baari, 20: 438)
Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah (wafat th. 1376 H) berkata,
فهذا حقيقة التوحيد إثبات الإلهية لله ونفيها عما عداه
“Hakikat tauhid adalah menetapkan uluhiyyah (hak untuk diibadahi, pen.) kepada Allah dan meniadakannya dari selain Allah.” (Taisiir Karimir Rahman, hal. 253)
Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdul ‘Aziz bin Baaz rahimahullah (wafat th. 1420 H) berkata,
أما الشهادة الأولى فهي تبين حقيقة التوحيد وحقيقة العبادة التي يجب إخلاصها لله وحده سبحانه وتعالى لأن معناها كما لا يخفى لا معبود بحق إلا الله ، فهي تنفي العبادة عن غير الله وتثبت العبادة لله وحده
“Adapun syahadat yang pertama (yaitu ‘laa ilaaha illallah’, pen.) menjelaskan tentang hakikat tauhid dan hakikat ibadah yang wajib diikhlaskan kepada Allah Ta’ala semata. Karena maknanya, sebagaimana yang telah dimaklumi adalah, tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah. Kalimat ini meniadakan peribadatan kepada selain Allah, dan menetapkan ibadah hanya kepada Allah semata.” (Majmu’ Fataawa wa Maqalaat Ibnu Baaz, 2: 314)
Demikianlah beberapa penjelasan dari para ulama yang menunjukkan bahwa hakikat tauhid adalah mengikhlaskan atau memurnikan seluruh ibadah hanya kepada Allah Ta’ala semata dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Hal ini tidak lain adalah kandungan makna dari kalimat “laa ilaaha illallah”.
[Bersambung]
***
Penulis: M. Saifudin Hakim
Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/50667-hakikat-tauhid-adalah-kalimat-laa-ilaaha-illallah-bag-1.html