SEGALA puji bagi Allah. Orang semacam itu pantas mendapatkan hukuman berdasarkan kesepakatan kaum muslimin (baca: ijma). Menurut mayoritas ulama (seperti Imam Malik, Imam Asy Syafii dan Imam Ahmad) wajib orang semacam itu dimintai tobat. Jika ia tidak bertobat, maka ia wajib dibunuh (atas otoritas penguasa, pen). Orang yang meninggalkan salat boleh saja dilaknat dalam bentuk umum. Sedangkan melaknat masing-masing individu sebaiknya ditinggalkan, karena mungkin saja individu yang ada bertobat. Wallahu alam. (Majmu Al Fatawa, Ibnu Taimiyah, 22/63)
Rincian Hukum Meninggalkan Salat
Perlu diketahui, para ulama telah sepakat (baca: ijma) bahwa dosa meninggalkan salat lima waktu lebih besar dari dosa-dosa besar lainnya. Ibnu Qayyim Al Jauziyah rahimahullah- mengatakan, “Kaum muslimin bersepakat bahwa meninggalkan salat lima waktu dengan sengaja adalah dosa besar yang paling besar dan dosanya lebih besar dari dosa membunuh, merampas harta orang lain, berzina, mencuri, dan minum minuman keras. Orang yang meninggalkannya akan mendapat hukuman dan kemurkaan Allah serta mendapatkan kehinaan di dunia dan akhirat.” (Ash Sholah wa Hukmu Tarikiha, Ibnul Qayyim, hal. 7)
Adapun berbagai kasus orang yang meninggalkan salat, kami dapat rinci sebagai berikut:
Kasus pertama: Meninggalkan salat dengan mengingkari kewajibannya sebagaimana mungkin perkataan sebagian orang, Sholat oleh, ora sholat oleh. (Kalau mau salat boleh-boleh saja, tidak salat juga tidak apa-apa). Jika hal ini dilakukan dalam rangka mengingkari hukum wajibnya salat, orang semacam ini dihukumi kafir tanpa ada perselisihan di antara para ulama.
Kasus kedua: Meninggalkan salat dengan menganggap gampang dan tidak pernah melaksanakannya. Bahkan ketika diajak untuk melaksanakannya, malah enggan. Maka orang semacam ini berlaku hadis-hadis Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang menunjukkan kafirnya orang yang meninggalkan salat. Inilah pendapat Imam Ahmad, Ishaq, mayoritas ulama salaf dari sahabat dan tabiin. Contoh hadis mengenai masalah ini adalah sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam, “Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah salat. Barang siapa meninggalkannya maka dia telah kafir.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, An Nasai, Ibnu Majah, shahih)
Kasus ketiga: Tidak rutin dalam melaksanakan salat yaitu kadang salat dan kadang tidak. Maka dia masih dihukumi muslim secara zhohir (yang nampak pada dirinya) dan tidak kafir. Inilah pendapat Ishaq bin Rohuwyah yaitu hendaklah bersikap lemah lembut terhadap orang semacam ini hingga dia kembali ke jalan yang benar. Wal ibroh bilkhotimah (Hukuman baginya dilihat dari keadaan akhir hidupnya). (Majmu Al Fatawa, 7/617)
Kasus keempat: Meninggalkan salat dan tidak mengetahui bahwa meninggalkan salat membuat orang kafir. Maka hukum bagi orang semacam ini adalah sebagaimana orang jahil (bodoh). Orang ini tidaklah dikafirkan disebabkan adanya kejahilan pada dirinya yang dinilai sebagai faktor penghalang untuk mendapatkan hukuman.
Kasus kelima: Mengerjakan salat hingga keluar waktunya. Dia selalu rutin dalam melaksanakannya, namun sering mengerjakan di luar waktunya. Maka orang semacam ini tidaklah kafir, namun dia berdosa dan perbuatan ini sangat tercela sebagaimana Allah berfirman (yang artinya), “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya.” (QS. Al Maaun: 4-5) (Lihat Al Manhajus Salafi inda Syaikh Nashiruddin Al Albani, Syaikh Abdul Munim Salim, hal. 189-190)
[baca lanjutan: Meremehkan Salat Berarti Meremahkan Agama]
– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2341245/hanya-salat-jumat-tapi-tak-pernah-salat-5-waktu#sthash.UhPnsnGB.dpuf