Artikel ini akan membahas hidup sederhana di era hedonisme. Pasalnya, hidup sederhana di era gempuran kemewahan atau hedonisme memanglah tidak mudah. Dalam Islam, hidup sederhana disebut qana’ah. Menurut bahasa, qana’ah artinya menerima apa adanya atau tidak serakah.
Sedangkan, secara istilah ialah satu akhlak mulia yaitu menerima rezeki apa adanya dan menganggapnya sebagai kekayaan yang membuat mereka terjaga statusnya dari meminta-minta kepada orang.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa orang yang memiliki sifat qana’ah adalah orang yang merasa puas dengan apa yang telah ia miliki, dan menerima apapun anugerah yang telah diberikan oleh Allah kepadanya baik banyak ataupun sedikit.
Dijelaskan juga bahwa qana’ah adalah sikap tenang dalam menghadapi hilangnya sesuatu yang ada. Muhammad bin Ali At-Tirmidzi menegaskan bahwa qana’ah adalah menemukan kecukupan di dalam yang ada di tangan. Maksudnya, tidak rakus dan menerima pemberian dari Allah SWT. Qana’ah ini mengajarkan kepada manusia untuk menerima apa yang ada, dan bukan mencari apa yang tidak ada.
Jangan sampai manusia hanya bermalas-malasan, tapi juga harus tetap menegakkan ikhtiar. Jika memang ikhtiar yang dilakukan kurang memuaskan tetaplah tenang dan jangan menggerutu karena orang yang qana’ah ialah orang yang tidak mudah terpengaruh oleh pasang surutnya keadaan dirinya.
Seorang muslim pasti akan mengikuti segala sesuatu yang telah diperintahkan dalam Al-Qur’an maupun Hadits, yaitu selain diharuskan untuk berusaha, berdoa, tawakal, bersabar, bersyukur maka qana’ah lah yang akan menyempurnakan usaha manusia tersebut untuk membatasi hawa nafsu duniawinya.
Qana’ah merupakan modal yang paling teguh untuk menghadapi kehidupan, karena dapat menimbulkan semangat dalam mencari rezeki, dengan tetap memantapkan pikiran, meneguhkan hati, bertawakal kepada Allah, mengharapkan pertolongannya, dan tidak putus asa ketika tidak berhasil atau impian yang diinginkan tidak terwujud.
Ciri-ciri Orang Qana’ah
Orang mukmin yang telah benar-benar hidup qana’ah memiliki hati yang tenang, kehidupan yang tentram, jiwa yang ridha, tidak diliputi kegelisahan atas jatah rezeki yang telah ditetapkan, memiliki rasa syukur atas nikmat Allah.
Sebagaimana ciri-ciri ini telah disebutkan oleh Allah dalam firmannya dalam QS. An-Nahl ayat 97, yaitu:
مَنْ عَمِلَ صَٰلِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُۥ حَيَوٰةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ
Artinya: Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.
Penafsiran para ahli tafsir terhadap kalimat “kehidupan yang baik” (hayatan thayyibah) di dunia adalah menerima pemberian Allah SWT. Menurut M. Quraish Shihab dalam tafsir al-Mishbah, bahwa “kehidupan yang baik” (hayatan thayyibah) itu bukan berarti kehidupan yang mewah yang luput dari ujian, tetapi ia adalah kehidupan yang diliputi oleh rasa lega, kerelaan, serta kesabaran dalam menerima cobaan dan rasa syukur atas nikmat Allah.
Dengan demikian, yang bersangkutan tidak merasakan takut yang mencekam, atau kesedihan yang melampaui batas, karena dia selalu menyadari bahwa pilihan Allah adalah yang terbaik.
Ciri-ciri selanjutnya ialah menghilangkan rasa tamak dan rakus serta memiliki sifat dermawan dan mengutamakan orang lain. Sikap ini yang dimiliki oleh orang-orang mukmin dari golongan Anshar dalam menerima dan menolong menolong saudara-saudara mereka orang-orang Muhajirin yang miskin.
Kemuliaan Orang Qana’ah atau Hidup Sederhana dan Apa Adanya
Allah pun telah menjamin dan memuliakan bagi siapapun yang memiliki sifat qana’ah. Di antara orang yang qana’ah ialah orang yang paling kaya merasa bahagia karena tidak pernah iri terhadap orang lain. Nabi SAW menyebutkan, bahwa orang yang qana’ah hidupnya akan bahagia.
Seorang dikatakan beruntung tatkala memperoleh apa yang diinginkan dan disukai serta selamat dari segala yang mendatangkan ketakutan dan kekhawatiran, dalam hadis di atas Rasulullah SAW mengaitkan keberuntungan dengan tiga hal yaitu keislaman, kecukupan rezeki, dan sifat qana’ah, karena ketiganya seseorang akan mendapatkan kebaikan di dunia dan akhirat.
Di dalam Al-Qur’an pun Allah berfirman bahwa orang yang berbuat baik dan memiliki sifat qanâ’ah akan mendapatkan kemuliaan. Sebagaimana dalam QS. Al-Insan ayat 7 ;
يُوفُونَ بِٱلنَّذْرِ وَيَخَافُونَ يَوْمًا كَانَ شَرُّهُۥ مُسْتَطِيرًا
Artinya: Mereka menunaikan nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana.
Ayat ini dan beberapa ayat berikutnya menyebutkan beberapa sifat orang-orang abrar (berbuat kebaikan), yaitu mereka menunaikan nazarnya, memberikan makanan yang sangat diperlukan dan disukainya kepada orang miskin, anak yatim, dan orang yang ditawan.
Inilah keikhlasan orang-orang abrar yang menyatakan bahwa mereka berbuat baik hanya untuk mengharapkan ridha Alla semata, tidak menghendaki balasan dan tidak pula mengharapkan ucapan terima kasih.
Jiwa keikhlasan dan sifat qana’ah atau hidup sederhana yang mereka miliki sangat besar, karena kesabaran mereka dalam berbuat kebaikan, ketabahan menahan diri dari godaan nafsu, dan terkadang harus menahan lapar dan kurang pakaian (kerena berbuat sosial dalam keadaan miskin), sehingga mereka mendapatkan kemuliaan di sisi Allah yaitu Allah memelihara mereka dari kesusahan dan memberikan kepada mereka keceriaan wajah dan kegembiraan hati.
Tampak pada wajah mereka kegembiraan yang berseri-seri sebagai tanda kepuasan hati karena anugerah Allah yang telah mereka terima. Allah juga memberi mereka ganjaran karena kesabaran mereka dengan surga dan pakaian sutera.
Demikian penjelasan kemuliaan hidup sederhana di era hedonisme. Semoga bermanfaat. (Baca juga: Empat Tingkatan Kondisi Hati Manusia).
Tulisan ini telah terbit di Bincangmuslimah.com