Hikmah dalam Berdakwah

Hikmah dalam Berdakwah (Bag. 1): Definisi dan Keutamaan Dakwah Ilallah

Bismillah wal-hamdulillah wash-shalatu was-salamu ‘ala Rasulillah. Amma ba’du,

Definisi dakwah ilallah dan keutamaannya

Inti “dakwah ilallah” adalah mengajarkan Islam kepada manusia dan menerapkannya agar manusia mengetahui dan mencontohnya.

Definisi dakwah ilallah

Hanya saja, para ulama rahimahumullah memiliki anekaragam ungkapan dalam mendefinisikan secara rinci istilah “dakwah ilallah”.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mendefinisikan dakwah ilallah dengan menjelaskan materi dakwah yang terpenting untuk disampaikan dalam berdakwah, kemudian ajakan untuk melaksanakan semua bentuk ketaatan dan ibadah kepada Allah semata secara bertingkat dari dasar sampai tingkatan sempurna, yaitu: Islam, iman, dan ihsan.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menuturkan dalam Majmu’ Fatawa [1],

الدعوة إلى الله هي الدعوة إلى الإيمان به، وبما جاءت به رسله، بتصديقهم فيما أخبروا به، وطاعتهم فيما أمروا، وذلك يتضمن الدعوة إلى الشهادتين، وإقامة الصلاة، وإيتاء الزكاة، وصوم رمضان، وحج البيت، والدعوة إلى الإيمان بالله وملائكته وكتبه ورسله والإيمان بالقدر خيره وشره، والدعوة إلى أن يعبد العبد ربه كأنه يراه، فإن هذه الدرجات الثلاث التي هي: الإسلام والإيمان والإحسان، داخلة في الدين، كما في الحديث الصحيح:((هذا جبريل جاءكم يعلمكم دينكم))

Dakwah ilallah (mengajak manusia kepada Allah) adalah mengajak manusia untuk beriman kepada Allah dan beriman kepada ajaran yang dibawa oleh para rasul-Nya, dengan membenarkan apa yang mereka kabarkan, serta menaati apa yang mereka perintahkan.

Dan dakwah ilallah ini mengandung: 1) Ajakan kepada (rukun Islam, yaitu) dua kalimat syahadat, menegakkan salat, menunaikan zakat, puasa Ramadan, serta menunaikan haji ke Baitullah. 2) Serta mengandung ajakan kepada (rukun iman, yaitu:) iman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-Nya, rasul-Nya, dan iman kepada takdir, baik perkara yang ditakdirkan itu baik maupun buruk. 3) Demikian pula ajakan (kepada rukun Ihsan, yaitu) agar seorang hamba beribadah kepada Rabbnya seolah-olah ia melihat-Nya.

Karena sesungguhnya tiga tingkatan ini, yaitu Islam, iman dan ihsan, semuanya termasuk dalam cakupan agama Islam ini. Sebagaimana dalam hadis sahih,

هذا جبريل جاءكم يعلمكم دينكم

Ini adalah malaikat Jibril yang datang kepada kalian untuk mengajarkan agama kalian.” (Majmu’ Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah)

Keutamaan dakwah ilallah

Banyak keutamaan berdakwah mengajak manusia kepada Allah (dakwah ilallah), di antaranya:

Pertama: Dai yang berdakwah mengajak manusia kepada Allah adalah manusia yang paling baik ucapannya. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,

وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ 

“Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah dan mengerjakan kebajikan dan berkata, ‘Sungguh, aku termasuk orang-orang muslim (yang berserah diri)?’” (QS. Fushshilat: 33)

Kedua: Dai yang berdakwah mengajak manusia kepada Allah termasuk golongan manusia yang terbaik.

كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ

“Kalian (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kalian) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali ‘Imran: 110)

Definisi hikmah

Secara istilah syar’i

Kata “hikmah/bijaksana” banyak disebutkan dalam Al-Qur’an dan Al-Hadis. Dalam Al-Qur’an, terdapat lebih dari 19 ayat.

Dan para ulama berbeda-beda dalam menafsirkan makna “hikmah” dalam Al-Qur’an dan Al-Hadis hingga mencapai 29 tafsir. Di antaranya adalah yang disebutkan dalam kitab Al-Hikmah fid Da’wah ilallah [2]:

Hikmah itu kenabian.

Hikmah itu Al-Qur’an dan pemahamannya.

Hikmah itu tepat dalam berucap dan bertindak.

Hikmah itu mengetahui kebenaran dan mengamalkannya.

Hikmah itu ilmu yang bermanfaat dan amal saleh.

Hikmah itu takut kepada Allah.

Hikmah itu sunah.

Hikmah itu wara’ dalam melaksanakan agama Allah.

Hikmah itu berilmu dan beramal.

Hikmah itu meletakkan sesuatu pada tempatnya.

Definisi hikmah yang paling universal adalah definisi seorang ahli tafsir dari kalangan tabi’in, Mujahid rahimahullah

Dalam kitab Tafsir Al-Qurthubi, Al-Qurthubi rahimahullah menyebutkan ucapan Mujahid rahimahullah berikut ini,

وَقَالَ مُجَاهِدٌ: الْإِصَابَةُ فِي الْقَوْلِ وَالْفِعْلِ

Mujahid rahimahullah berkata, ‘(Hikmah adalah) tepat dalam berucap dan bertindak.’

Tafsir-tafsir hikmah selain itu, pada hakikatnya adalah memperinci makna hikmah, yaitu: tentang sumbernya, cara mendapatkannya, buahnya, dan konsekuensinya.

Penjelasan:

Hikmah itu tepat dalam berucap dan bertindak. Dan tidak mungkin seseorang bisa tepat dalam berucap dan bertindak, kecuali harus:

Pertama: Mempelajari kebenaran yang sumbernya Al-Quran dan Al-Hadis dengan manhaj salaf saleh dan mengamalkannya.

Kedua: Menempatkan segala sesuatu pada tempatnya.

Menempatkan ucapan dan perbuatan sesuai dengan materi yang tepat, cara yang tepat, sasaran yang tepat, kondisi yang tepat, waktu yang tepat, tempat yang tepat, hak yang tepat, urutan yang tepat, serta sesuai dalam segala halnya.

Oleh karena itu, disebutkan pula ucapan Malik bin Anas rahimahullah dalam kitabTafsir Al-Qurthubi ,

وَقَالَ مَالِكُ بْنُ أَنَسٍ: الْحِكْمَةُ الْمَعْرِفَةُ بِدِينِ اللَّهِ وَالْفِقْهِ فِيهِ وَالِاتِّبَاعِ لَهُ

Malik bin Anas rahimahullah berkata, ‘Hikmah itu mengetahui agama Allah, memahami, serta mengikutinya.’

Maksudnya adalah mengetahui kebenaran, yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadis, kemudian mengamalkannya.

Penulis kitab Manazil, Syaikhul Islam Abdullah Al-Anshari Al-Harawi, berkata ketika mendefinisikan hikmah,

وضْعُ الشَّيْءِ في مَوْضِعِهِ

Menempatkan sesuatu pada tempatnya.

Jadi, berdasarkan penjelasan Malik bin Anas dan Syekh Al-Harawi di atas, hikmah itu sumbernya adalah Al-Qur’an dan Al-Hadis. Oleh karena itu, untuk bisa hikmah, seseorang harus mempelajari keduanya dan mengamalkannya. Dan hikmah itu tepat dalam berucap dan bertindak dengan memperhatikan ketepatan materinya, caranya, sasarannya, kondisinya, waktunya, tempatnya, haknya, urutannya, serta ketepatan dalam segala halnya.

Tepat materinya, yaitu: isi ucapan dan bentuk perbuatannya tepat.

Tepat caranya, yaitu: cara berucapnya tepat dengan menggunakan kata-kata yang paling mudah dipahami dan paling mudah diterima di hati dan cara bertindaknya pun tepat.

Tepat sasarannya, yaitu: obyek yg diajak bicara dan yang disikapi tepat.

Tepat kondisinya, yaitu: keadaan orang yang diajak bicara dan yang disikapi tepat.

Tepat waktunya, yaitu: saatnya tepat.

Tepat tempatnya, yaitu: tempat untuk bicara dan berbuat adalah tempat yang tepat.

Tepat haknya, yaitu: memberikan hak sesuai kedudukan pemilik hak. Termasuk menempatkan seseorang sesuai dengan kedudukan dan jabatannya.

Tepat urutannya, yaitu: mendahulukan yang terpenting lalu yang penting setelahnya.

Oleh karena itu, orang yang hikmah/bijak itu mempertimbangkan sesuatu dari segala sisi dengan matang, sehingga profilnya adalah orang yang suka hati-hati dan tidak terburu-buru dan menilai segala sesuatu serta mendasari segala sesuatu dengan ilmu syar’i (Al-Qur’an dan As-Sunnah)

Kesimpulan cakupan hikmah/bijaksana

Berdasarkan penjelasan di atas, tampak jelas bahwa cakupan hikmah dalam berdakwah ilallah itu luas. Hikmah dalam berdakwah ilallah itu tidak berarti lembut, toleransi, dan mengalah terus pada seluruh keadaan. Hikmah dalam berdakwah ilallah itu tidak hanya mencakup ucapan yang lembut, mendorong semangat, menahan diri dari amarah, memaafkan saja.

Hikmah itu tepat dalam berucap dan bertindak sesuai dengan tuntutan keadaan, tempat, waktu, objek dakwah, dan seluruh sisi pertimbangan lainnya. Hikmah itu menempatkan sesuatu pada tempatnya, maka tertuntut untuk: 1) meletakkan ucapan yang lembut pada tempatnya, 2) meletakkan mau’izhah hasanah pada tempatnya, 3) meletakkan berdebat yang baik pada tempatnya, 4) meletakkan orang yang zalim pada tempatnya, dan 5) meletakkan sikap tegas dan ucapan yang keras pada tempatnya.

Intinya, hikmah itu lembut pada saat tuntutannya lembut, dan keras pada saat tuntutannya keras. Adapun bersikap keras saat tuntutannya lembut, maka ini namanya kaku dan melampaui batasan syariat Islam. Sedangkan bersikap lembut padahal tuntutannya keras, ini namanya lemah dan hina.

[Bersambung]

***

Penulis: Sa’id Abu ‘Ukkasyah

Artikel: Muslim.or.id

Catatan kaki:

[1] https://www.alukah.net/sharia/0/68785/

[2] Al-Hikmah  fid Da’wah Ilallah, hal. 32, Dr. Sa’id Al-Qahthani

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/87796-definisi-dan-keutamaan-dakwah-ilallah.html