Hukum Bersiwak dengan Jari Tangan

Hukum Bersiwak dengan Jari Tangan

Berikut penjelasan tentang hukum bersiwak dengan menggunakan jari tangan. Dalam Islam bersiwak merupakan salah satu sunnah nabi saw yang berkaitan dengan kebersihan mulut. Pasalnya, siwak dalam bahasa Arab memiliki arti menggosok, oleh karenanya bersiwak memiliki arti menggosok gigi dan sekitarnya dengan menggunakan benda yang tidak hanya dapat menghilangkan kotoran gigi namun juga bau mulut. 

Umumnya alat yang digunakan untuk bersiwak adalah kayu siwak atau yang dikenal dengan kayu Arak. Namun bagaimana jika seseorang bersiwak dengan menggunakan jari tangannya? Apakah tetap mendapatkan kesunnahan?

Dalam literatur fikih dijelaskan bahwa bersiwak dapat dilakukan dengan menggunakan setiap benda yang kasar baik berupa kain, kayu dan lainnya. Namun yang lebih utama dalam bersiwak adalah, tidak hanya menggunakan benda yang kasar tapi juga mempunyai aroma yang harum seperti kayu Arak

Sebagaimana yang telah dijelaskan Syekh Abdul Aziz Al Malibari dalam kitabnya Fathul Muin halaman 7;

ويحصل بكل خشن ولو بنحو خرقة أو أشنان والعود أفضل من غيره وأولاه ذو الريح الطيب وأفضله الأراك

Artinya: “kesunnahan bersiwak dapat tercapai dengan menggunakan benda yang kasar baik berupa kain atau kayu Usynan. Namun kayu lebih utama daripada yang lainnya. Dan yang lebih utama lagi yang mempunyai aroma harum. Dan paling utamanya lagi menggunakan kayu Arak.

Kemudian perihal hukum bersiwak dengan menggunakan jari tangan, dikalangan ulama masih terjadi perbedaan pendapat. Sebagaimana dijelaskan dalam kitab Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah juz 4 halaman 142

‌‌أَمَّا الاِسْتِيَاكُ بِالأُصْبُعِ فَفِيهِ ثَلَاثَةُ أَقْوَالٍ:

الأَوَّل: تُجْزِئُ الأُصْبُعُ فِي الاِسْتِيَاكِ مُطْلَقًا، فِي رَأْيٍ لِكُلٍّ مِنَ الْمَالِكِيَّةِ وَالشَّافِعِيَّةِ وَالْحَنَابِلَةِ، لِمَا رُوِيَ عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ تَوَضَّأَ فَأَدْخَل بَعْضَ أَصَابِعِهِ فِي فِيهِ. . . وَقَال: هَكَذَا كَانَ وُضُوءُ نَبِيِّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.

الثَّانِي: تُجْزِئُ الأُصْبُعُ عِنْدَ عَدَمِ وُجُودِ غَيْرِهَا، وَهُوَ مَذْهَبُ الْحَنَفِيَّةِ، وَهُوَ رَأْيٌ آخَرُ لِكُلٍّ مِنَ الْمَالِكِيَّةِ

وَالشَّافِعِيَّةِ، لِمَا رَوَاهُ أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلاً مِنْ بَنِي عَمْرِو بْنِ عَوْفٍ قَال: يَا رَسُول اللَّهِ إِنَّكَ رَغَّبْتَنَا فِي السِّوَاكِ، فَهَل دُونَ ذَلِكَ مِنْ شَيْءٍ قَال: أُصْبُعَيْكَ سِوَاكٌ عِنْدَ وُضُوئِكَ، أَمِرَّهُمَا عَلَى أَسْنَانِكَ. 

الثَّالِثُ: لَا تُجْزِئُ الأُصْبُعُ فِي الاِسْتِيَاكِ. وَهُوَ رَأْيٌ ثَالِثٌ لِلشَّافِعِيَّةِ، وَالرَّأْيُ الآْخَرُ لِلْحَنَابِلَةِ، وَعَلَّلُوا ذَلِكَ بِأَنَّ الشَّرْعَ لَمْ يَرِدْ بِهِ وَلَا يَحْصُل الإِنْقَاءُ بِهِ حُصُولَهُ بِالْعُودِ

Artinya: “Dalam bersiwak menggunakan jari tangan ada 3 pendapat: Pendapat pertama mengatakan bersiwak dengan menggunakan jari tangan cukup untuk mendapat kesunahan, pendapat ini disampaikan oleh kalangan ulama pengikut Madzhab Syafi’i, Maliki dan Hambali. Berdasarkan riwayat dari sahabat Ali Bin Abi Thalib RA. Bahwa sahabat Ali Bin Abi Thalib pernah berwudhu kemudian memasukkan sebagian jarinya kedalam mulut. Kemudian sahabat Ali Bin Abi Thalib berkata “beginilah wudhu Nabi Saw.”

Pendapat kedua menyatakan bersiwak dengan menggunakan jari tangan cukup untuk mendapat kesunahan, jika tidak ada benda lain untuk bersiwak selain jari tangannya. Hal ini menurut pendapat Madzhab Hanafi, serta sebagian pengikut Madzhab Syafi’i dan Maliki.

Berdasarkan riwayat sahabat Anas Bin Malik RA. bahwa ada seorang laki laki dari Bani Amr Bin Auf ia berkata: “Ya Rasulallah, sesungguhnya Engkau ingin kami menggunakan siwak, lalu apakah ada benda lain selain itu? Lalu rasulullah saw menjawab “Kedua jarimu adalah siwak ketika kamu berwudhu, usapkan pada gigimu.”

Pendapat ketiga mengatakan bersiwak dengan jari tangan tidak cukup untuk mendapatkan kesunnahan. Hal ini menurut pendapat sebagian ulama pengikut Mazhab Syafi’i dan Hambali. Mereka beralasan bahwa syariat tentang bersiwak tidak datang dengan menggunakan jari tangan. Dan juga kebersihan yang dihasilkan dengan bersiwak menggunakan kayu berbeda dengan menggunakan jari tangan.”

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa hukum bersiwak dengan menggunakan jari tangan, dikalangan ulama masih terjadi perbedaan pendapat. Namun sebaiknya kita menyikapinya dengan bijak. Dalam artian tetap berusaha bersiwak dengan menggunakan benda yang lebih utama, seperti kayu arak. Jika tidak ada baru menggunakan benda lainnya.

Demikian penjelasan tentang hukum bersiwak dengan menggunakan jari tangan, semoga bermanfaat. Wallahu alam bissawab.

BINCANG SYARIAH