Food vlogger adalah orang yang membuat konten video atau tulisan tentang makanan. Konten yang mereka buat biasanya berupa review, resep, atau tips seputar makanan. Food vlogger memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap masyarakat, terutama dalam hal kuliner. Lantas bagaimana hukum food vlogger dalam Islam?
Sempat viral di internet, sejumlah food vlogger, sedang berseteru di aplikasi berbagi video pendek TikTok. Seteru ini berawal dari review seorang food vlogger pada sebuah warung, dia mengomentari semua hal tentang warung itu. Mulai dari tempat yang kotor, harga yang mahal, hingga soal makanan yang dihidangkan tidak dalam keadaan hangat.
Belakangan, setelah ‘review jujur’ itu diposting dan viral. Si pemilik warung marah besar karena merasa dirugikan. Peristiwa ini memantik food vlogger lain ikut berkomentar. Ada yang mendukung si pemilik warung, tapi banyak pula yang mendukung sang vlogger. Lantas, bagaimanakah hukum food vlogger dalam Islam?
Dalam literature kitab fikih dijumpai beberapa keterangan mengenai hukum food vlogger. Ulama merinci hukum food vlogger menjadi dua bagian. Apabila dalam mereview makanan tersebut mengandung unsur pujian maka diperbolehkan dengan syarat tidak ada unsur kebohongan. Sebagaimana dalam kitab Ihya’ Ulumuddin Juz 2, Halaman 75 berikut;
أما الأول فهو ترك الثناء فإن وصفه للسلعة إن كان بما ليس فيها فهو كذب فإن قبل المشتري ذلك فهو تلبيس وظلم مع كونه كذبا
Artinya : “Adapun yang pertama, maka hal itu adalah meninggalkan pujian. Apabila seseorang mensifati barang dengan tidak sesuai kenyataan, maka hal itu disebut dusta, apabila pembeli mempercayai hal itu, maka itu termasuk penipuan dan kezaliman beserta adanya kedustaan.”
Namun demikian, apabila dalam dalam mereview makanan tersebut mengandung unsur cacian, maka secara mutlak hukumnya haram karena termasuk ghibah yang dilarang. Sebagaimana dalam lanjutan keterangan kitab Aujazul Ibarah Juz 2, Halaman 75 berikut
وتكون الغيبة بذكر العيوب في دين المغتاب أو بدنه أو نسبه أو خلقه وفي كل ما ينسب إليه حتى في ثوبه وداره، ويكون ذلك بالقول أو الكتابة أو بالإشارة أو بالمحاكاة
Artinya : “Dan ngibah itu terjadi dengan menyebutkan beberapa ‘aib dalam agama orang atau badannya, nasabnya, bentuknya dan pada setiap hal yang dinisbatkan padanya sampai pada baju dan rumahnya. Dan ngibah itu dilakukan dengan perkataan, tulisan, isyarat atau gerakan. ”
Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa ulama merinci hukum food vlogger menjadi dua bagian. Apabila dalam mereview makanan tersebut mengandung unsur pujian, maka diperbolehkan dengan syarat tidak ada unsur kebohongan. Tetapi, apabila dalam dalam mereview makanan tersebut mengandung unsur cacian, maka secara mutlak hukumnya haram karena termasuk ghibah yang dilarang.
Demikian penjelasan mengenai hukum food vlogger dalam Islam. Semoga bermanfaat.