Hukum Meminta-minta

Hukum Meminta-minta

Pada dasarnya hukum meminta-minta adalah haram. Nabi saw bersabda:

مَنْ ‌سَأَلَ ‌مِنْ ‌غَيْرِ ‌فَقْرٍ فَإِنَّمَا يَقْضِمُ الْجَمْرَ

Artinya: “Barang siapa yang meminta bukan karena alasan kemiskinan, maka seolah-olah dia telah memakan bara api” (HR. Ahmad bin Hanbal)

مَا ‌يَزَالُ ‌الرَّجُلُ ‌يَسْأَلُ ‌النَّاسَ، حَتَّى يَأْتِيَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ فِي وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ

Artinya: “Senantiasa seseorang meminta-minta kepada manusia, sampai nanti di hari kiamat wajahnya tidak memiliki daging sedikit pun” (HR. Bukhari)

Dan banyak hadits-hadits lain yang mengancam bagi orang-orang yang suka meminta-minta.

Imam Nawawi ketika mensyarahi salah satu hadits Nabi saw yang diriwayatkan oleh imam Muslim berkata:

مَقْصُود الْبَاب وَأَحَادِيثه النَّهْي عَنْ السُّؤَال

Artinya: “Maksud dari bab dan hadits-hadits ini adalah larangan meminta-minta”

Begitu juga di dalam kitab al Mausu’ah al Fiqhiyah al Kuwaitiyah, dengan tegas mengharamkan sikap seseorang yang meminta-minta padahal ia mampu berusaha dengan cara yang lain.

يَحْرِصُ الإِْسْلاَمُ عَلَى حِفْظِ كَرَامَةِ الْمُسْلِمِ ، وَصَوْنِ نَفْسِهِ عَنِ الاِبْتِذَال وَالْوُقُوفِ بِمَوَاقِفِ الذُّل وَالْهَوَانِ ، فَحَذَّرَ مِنَ التَّعَرُّضِ لِلصَّدَقَةِ بِالسُّؤَال ، أَوْ بِإِظْهَارِ أَمَارَاتِ الْفَاقَةِ ، بَل حَرَّمَ السُّؤَال عَلَى مَنْ يَمْلِكُ مَا يُغْنِيهِ عَنْهَا مِنْ مَالٍ أَوْ قُدْرَةٍ عَلَى التَّكَسُّبِ ، سَوَاءٌ كَانَ مَا يَسْأَلُهُ زَكَاةً أَوْ تَطَوُّعًا أَوْ كَفَّارَةً

Artinya: “Islam menginginkan terjaganya kemulyaan orang Islam, menjaga dirinya dari hina, dan tetap berada di dalam kehinaan dan memalukan. Sebab itu Islam memperingatkan dari sikap memperoleh shadaqah dengan cara meminta-minta, atau menampakkan kelemahan dirinya. Bahkan Islam juga mengharamkan meminta-minta bagi orang yang memiliki harta atau usaha. Baik meminta harta sebagai zakat, atau shadaqah sunnah atau pembayaran kaffarat”

Sebab, sebagaimana dijelaskan oleh al Imam al Ghazali, meminta-minta tidak lepas dari tiga hal;

Pertama, Pengaduan dirinya kepada sesama manusia. Sebab dengan meminta-minta ia telah menampakkan dirinya miskin dan kurang bersyukur terhadap nikmat yang telah diberikan oleh Allah swt kepadanya. Sehingga ia selalu merasa tidak cukup dengan nikmat-nikmat itu. Kedua, Merendahkan dirinya sendiri kepada selain Allah swt. Padahal, merendahkan diri hanya kepada Allah swt semata. Tidak selayaknya manusia menghinakan dirinya kepada sesama manusia. Karena manusia memiliki derajat sama di sisi Allah swt. Ketiga, Dapat menyakiti kepada orang yang diminta. Sebab tidak semua orang yang diminta dengan lapang dada memberikan hartanya. Memang sikap pelit kepada sesama tidak baik. Namun lebih tidak baik lagi jika memaksa orang yang tidak memiliki keikhlasan memberikan hartanya dipaksa secara halus untuk memberikannya. Yang demikian dapat menyakiti kepada orang yang diminta, dan itu dilarang di dalam Islam.

Namun demikian, ulama’ tidak melarang meminta-minta metika dalam kondisi dharurat atau ada kebutuhan. Imam al Ghazali menjelaskan:

وَإِنَّمَا يُبَاحُ بِضَرُوْرَةٍ أَوْ حَاجَةٍ مُهِمَّةٍ قَرِيْبَةٍ مِنَ الضَّرُوْرَةِ فَإِنْ كَانَ عَنْهَا فَهُوَ حَرَامٌ

Artinya: “Meminta-minta hukumnya boleh jika dalam kondisi dharurat, ada kebutuhan yang sangat dan sudah mendekati kondisi dharurat. Jika tidak demikian maka meminta-minta hukumnya haram”

Akan tetapi, kebolehan meminta-minta ketika dalam kondisi dharurat atau ada kebutuhan yang mendesak harus memenuhi empat syarat, yaitu:

  1. Meminta sesuai kebutuhannya
  2. Tidak menyebabkan dirinya menjadi hina
  3. Tidak memaksa
  4. Tidak menyakiti kepada orang yang diminta
  5. Tidak diketahui alasan orang yang memberi, apakah benar-benar ikhlas atau karena riya’

Jika syarat-syarat ini tidak terpenuhi, maka hukum meminta-minta tetap haram, sebagaimana dijelaskan oleh imam Nawawi:

فَإِنْ فُقِدَ أَحَد هَذِهِ الشُّرُوط فَهِيَ حَرَام بِالِاتِّفَاقِ

Artinya: “Jika salah satu dari syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi, maka hukumnya haram sesuai kesepakatan ulama’”

ISLAMKAFFAH