Hukum Menggantungkan Diri kepada Sebab

Hukum Menggantungkan Diri kepada Sebab

Fatwa Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin

Pertanyaan:

Apa hukum menggantungkan diri kepada sebab?

Jawaban:

Menggantungkan diri kepada sebab itu ada beberapa macam:

Pertama, yang menafikan tauhid secara total. Yaitu ketika seseorang menggantungkan diri kepada sesuatu (sebab), padahal sesuatu tersebut tidak mempunyai pengaruh sama sekali. Dia menggantungkan diri secara total dan berpaling dari Allah sama sekali. Misalnya, penyembah kubur yang menggantungkan dirinya kepada si mayit untuk melepaskan diri dari musibah. Perbuatan ini termasuk syirik akbar yang mengeluarkan seseorang dari agama Islam. Hukum untuk pelakunya adalah sebagaimana firman Allah Ta’ala,

إِنَّهُ مَن يُشْرِكْ بِاللّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللّهُ عَلَيهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ

Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka. Dan tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolong pun.” (QS. Al-Maidah: 72)

Kedua, seseorang bersandar kepada sebab-sebab yang dibenarkan secara syariat, akan tetapi dia melupakan pencipta sebab tersebut, yaitu Allah Ta’ala. Maka, ada unsur kesyirikan di sini, meskipun tidak mengeluarkan seseorang dari agama (Islam). Hal ini karena dia bergantung kepada sebab yang benar, namun melupakan Allah sebagai pencipta sebab.

Ketiga, seseorang menggantungkan diri kepada sebab, namun semata-mata hanya sebagai sebab saja, dia tetap menggantungkan hatinya kepada Allah Ta’ala. Dia meyakini bahwa sebab tersebut berasal dari Allah. Jika Allah berkehendak, Allah bisa memutusnya (sebab tersebut menjadi tidak memiliki efek, pent.). Dan jika Allah berkehendak, Allah bisa melanggengkannya (sebab tersebut berhasil, pent.). Hal ini karena sebab itu tidaklah berpengaruh di luar kehendak Allah Ta’ala. Maka hal ini tidaklah bertentangan dengan tauhid, baik pokok maupun penyempurna tauhid.

Dengan adanya sebab-sebab yang diijinkan oleh syariat, hendaknya seseorang tidak menggantungkan dirinya kepada sebab tersebut. Bahkan, dia tetap bergantung kepada Allah. Seorang karyawan yang menyandarkan hatinya kepada gaji secara totalitas dan melalaikan Allah, maka ada unsur kesyirikan di dalamnya. Adapun jika dia meyakini bahwa gaji itu hanya sebagai sebab saja, sedangkan pencipta sebab adalah Allah, maka hal ini tidaklah bertentangan dengan tawakal. Demikian pula Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang mengambil sebab (berusaha), namun tetap menggantungkan hatinya kepada pencipta sebab, yaitu Allah Ta’ala.

***

Penerjemah: M. Saifudin Hakim

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/76862-hukum-menggantungkan-diri-kepada-sebab.html