Menitipkan doa merupakan salah satu tradisi yang berlaku di masyarakat Indonesia saat dijumpai saudara maupun tetangga yang melaksankan haji. Doa yang dititipkan beragam, mulai dari minta didoakan untuk mendapatkan jodoh, rezeki serta doa-doa lainnya. Lantas, bagaimanakah hukum menitipkan doa kepada jemaah haji?
Dalam literatur kitab klasik, dijumpai beberapa keterangan yang menjelaskan mengenai anjuran untuk meminta doa kepada orang lain. Hal ini karena bisa jadi dalam amal ibadah kita ada kelalaian sehingga sulit untuk dikabulkan, sementara dalam doa orang lain terdapat keikhlasan yang lebih cepat membuat doa terkabul.
Sebagaimana dalam kitab Siyar A’lam An Nubala berikut,
ينبغي أن نكون بدعاء إخواننا أوثق منا بأعمالنا نخاف أعمالنا التقصير ونرجوا أن تكون بدعائهم لنا مخلصين
Artinya : “Seharusnya seseorang meminta doa kepada orang lain, alih-alih mengandalkan doa sendiri. Hal ini karena khawatir jangan-jangan dalam amal ibadah kita ada kelalaian, sedangkan mereka mendoakan kita dengan keikhlasan.”
Kesunahan meminta doa kepada oraang lain juga berlaku kepada jamaah haji. Sehingga, seseorang juga disunnahkan untuk menitipakan doa dan mengantar jamaah haji menuju tempat pemberangkatan. Seperti yang dilakukan oleh Imam Ahmad yang pernah mengantar ibunya untuk berangkat haji.
Sebagaimana dalam kitab Ghayatil Muntaha, juz 6, halaman 472 berikut,
وذكر أبو بكر الآجري استحباب تشييع الحاج ووداعه ومسألته أن يدعو له ـ وشيع أحمد أمه بالحج
Artinya: “Imam Abu Bakr al-Ajurry mengatakan mengenai kesunahan mengantar orang haji, menitipkan doa dan meminta untuk mendoakan permasalahan yang menimpanya. Imam Ahmad juga pernah mengantar ibunya untuk bernagkat haji.”
Kesunnahan menitipkan doa kepada jamaah haji ini, juga berdasarkan keterangan dalam beberapa kitab hadis yang menceritakan bahwa sahabat nabi pernah mengantarkan jamaah haji dan perang serta menitipkan doa kepada mereka. Sebagaimana dijelaskan dalam kitab Syarh Shahih Al-Bukhari, juz 5 halaman 241 berikut,
انما سميت بذلك لأنهم كانوا يشيعون الحاج والغزاة اليها ويودعونهم عندها
Artinya: “ Tsaniatul Wada’ disebut demikian karena adanya beberapa sahabat nabi yang mengantarkan jamaah haji dan orang yang berperang, serta menitipkan doa kepada mereka.”
Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa dalam literatur kitab klasik dijumpai beberapa keterangan yang menjelaskan mengenai kesunnahan untuk menitipakan doa dan mengantar jamaah haji menuju tempat pemberangkatan.
Kesunnahan ini berdasarkan keterangan dalam beberapa kitab hadis yang menceritakan bahwa sahabat nabi pernah mengantarkan jamaah haji dan perang serta menitipkan doa kepada mereka.
Demikian penjelasan mengenai hukum menitipkan doa kepada jemaah haji. Semoga bermanfat. Wallahu a’lam.