Tengah viral di media sosial, seorang qariah yang melantunkan Al-Qur’an disawer di depan umum. Penyaweran itu dengan melemparkan sejumlah uang tatkala ia membacakan ayat suci Al-Qur’an. Lantas bagaimana hukum nyawer qoriah dalam Islam?
Pada dasarnya, dalam Mazhab Syafi’i boleh hukumnya memberikan hadiah atau uang kepada orang yang membaca Al-Qur’an. Akan tetapi seyogianya tidak dilakukan ketika ia tengah melantunkan ayat suci Al-Qur’an.
Sebab jika dilakukan ketika tengah khusyuk membaca Al-Qur’an, maka itu akan mengganggu kekhusyukan yang membaca dan mendengar dan menghilangkan khidmah atau sakralitasnya pembacaan ayat suci al-Qur’an.
Sebagaimana dijelaskan oleh Imam al-Suyuthi dalam redaksi berikut;
يُسَنُّ الِاسْتِمَاعُ لِقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ وَتَرْكُ اللَّغَطِ وَالْحَدِيثِ بِحُضُورِ الْقِرَاءَةِ قَالَ تَعَالَى {وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ} .
“Disunnahkan untuk mendengarkan al-Qur’an dengan seksama, tanpa membuat gaduh dan bicara sendiri. Karena Allah berfirman: Dan ketika Al-Qur’an dibacakan, maka dengarkanlah. Agar supaya kalian mendapatkan rahmat”.(Al-itqan fi ulum al-Qur’an https://shamela.ws/book/11728/374 Juz 1 H. 381)
Mengacu keterangan tersebut, maka hukum nyawer qoriahketika ia sedang melantunkan Al-Qur’an, tidak diperbolehkan, karena ini dianggap mengganggu sakralitas pembacaan ayat suci Al-Qur’an. Seyogianya mendengarkan lantunan ayat tersebut. Itu merupakan adab dalam mendengarkan bacaan Al-Qur’an.
Hukum Memberi Upah Pada Qori Menurut Imam Mazhab
Pada sisi lain, terkait memberi uang kepada orang yang membaca al-Qur’an atau menyewa seseorang untuk membacakan al-Qur’an, maka hukumnya boleh. Artinya, memberikan upah dan menyewa jasanya, diperbolehkan dalam Islam. Sebagaimana dijelaskan Syekh Zainuddin Bin Muhammad Ghazali;
قال شيخنا في شرح المنهاج: يصح الاستئجار لقراءة القرآن عند القبر أو مع الدعاء بمثل ما حصل له من الاجر له أو لغيره عقبها
“Menurut keterangan guru kami yang disebutkan dalam anotasinya pada kitab Minhaj al-Thalibin, bahwa sah untuk menyewa seseorang untuk membaca al-quran di samping kuburannya atau mendoakannnya. Dan ia berhak untuk menerima upah atas pembacaannya, terhadap mayyit.” (Fath Al-Muin, H. 376)
Sementara itu, dalam tataran 4 madzhab, fenomena memberikan upah pada orang yang membaca Al-Qur’an ada diperselisihkan. Menurut ulama Hanafih, tidak boleh membaca Al-Qur’an dengan adanya imbalan dan hal tersebut tidak mengakibatkan wujudnya pahala, orang yang mengambil dan memberi upah sama-sama terkena dosa.
Realita yang terjadi pada masa kita berupa membaca Al-Qur’an di sisi kubur dan di tempat umum merupakan hal yang tidak diperbolehkan secara syara’. Akad ijarah (Menyewa jasa) atas bacaan Al-Qur’an merupakan hal yang batal dan hukum asal dari akad ijarah atas mengajar Al-Qur’an adalah tidak diperbolehkan.
Tetapi ulama muta’akhirin memperbolehkan akad ijarah atas mengajar Al-Qur’an dengan dalil istihsan. Begitu juga pada hal-hal yang berhubungan dengan syiar agama, seperti menjadi imam dan muadzin karena merupakan suatu kebutuhan.
Sementara itu, Imam Malik dan Imam Syafi’i memperbolehkan mengambil upah atas bacaan Al-Qur’an dan mengajarkannya. Dengan demikian, sah-sah saja seorang yang membaca dan mengajarkan Al-Qur’an mendapatkan upah.
Pendapat demikian juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, Abu Qalabah, Abu Tsur, dan Ibnu Mundzir, sebab Rasulullah pernah menikahkan seseorang dengan bacaan Al-Qur’an yang ia kuasai dan hal tersebut diposisikan sebagai mahar, maka diperbolehkan mengambil upah atas Al-Qur’an dalam akad Ijarah” (Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, Juz 1 hal. 291)
Dengan demikian hukum nyawer qoriah tindakan yang tidak etis ketika dilakukan saat sedang membacakan Al-Qur’an. Jika ingin memberikan hadiah, tunggu setelah selesai membaca atau melantunkan ayat tersebut. Wallahu a’lam bi al-shawab.