Merayakan hari Isra Mikraj dengan berpuasa mungkin belum terlalu familiar dalam pandangan masyarakat, pada umumnya mereka hanya berpuasa pada hari-hari tertentu yang sudah masyhur untuk berpuasa semisal hari Arafah (9 Dzulhijjah), Asyura, tasu’a (10 dan 9 Muharram) dan lain-lain. Lalu Bagaimana hukum puasa Isra Mikraj?
Pandangan Ulama tentang Hukum Puasa Isra Mikraj
Jawabannya puasa pada hari Isra dan Mikraj adalah boleh, bahkan dihukumi sunnah. Sebagaimana yang disampaikan oleh Syekh Sulaiman Jamal Al-ujaili dalam hasyiyahnya, beliau menuliskan;
وَأَفْضَلُ أَيَّامِ الْأُسْبُوعِ الْجُمُعَةُ ثُمَّ الِاثْنَيْنِ ثُمَّ الْخَمِيسُ ثُمَّ بَقِيَّةُ الْأَيَّامِ وَيُسَنُّ صَوْمُ يَوْمِ الْأَرْبِعَاءِ مُطْلَقًا شُكْرًا لِلَّهِ تَعَالَى عَلَى عَدَمِ هَلَاكِ هَذِهِ الْأُمَّةِ كَمَا أَهْلَكَ فِيهِ مَنْ قَبْلَهَا وَيُسَنُّ أَيْضًا صَوْمُ يَوْمِ الْمِعْرَاجِ وَيَوْمٍ لَا يَجِدُ فِيهِ مَا يَأْكُلُهُ اهـ. بِرْمَاوِيٌّ
“Dan yang paling utamanya hari dalam seminggu itu adalah jumat kemudian Senin kemudian Kamis kemudian hari lainnya. Disunnahkan untuk berpuasa pada hari Rabu, sebagai bentuk syukur kita kepada Allah Swt, karena umat ini tidak dimusnahkan oleh-Nya sebagaimana kaum-kaum sebelumnya.
Dan disunahkan juga untuk puasa pada hari Mikraj dan hari di mana ia tidak memiliki sesuatu untuk dimakan, demikian pernyataan dari Syekh Al barmawi.” (Hasyiyah al-Jamal atau Futuhat al-wahhab bi Taudih Syarh Manhaj al-Thullab, Juz 2 Halaman 349)
Kutipannya Syekh Sulaiman Jamal ini ternyata memang benar adanya, setelah diteliti perkataan ada diungkapkan oleh Syekh Al barmawi dalam hasyiah. Berikut adalah teks aslinya;
وَيُنْدَبُ صَوْمُ يَوْمِ الِاثْنَيْنِ وَيَوْمِ الْخَمِيسُ وَيَوْمِ الْمِعْرَاجِ وَيَوْمِ لَا يَجِدُ فِيهِ مَا يَأْكُلُهُ
“Disunnahkan untuk berpuasa pada hari Senin, Kamis, dan puasa hari Isra Mikraj, serta pada hari di mana ia tidak memiliki sesuatu untuk dimakan.” (Hasyiyah al-Barmawi ala Fath al-Qarib, Halaman 158)
Memandang hari Mi’raj pada tahun ini jatuh pada hari Sabtu, Lalu Bolehkah kita berpuasa pada hari Sabtu saja. Mengingat berpuasa pada hari Sabtu saja atau Jumat saja itu katanya dimakruhkan?
Untuk itu ulama mengatakan boleh berpuasa pada hari Sabtu ataupun Minggu, terlebih jika ada penyebabnya, seperti puasa Tasua, Asyura, dan juga Puasa Isra Mikraj. Simak penjelasan berikut.
(وَإِفْرَادُ السَّبْتِ) أَوْ الْأَحَدِ بِالصَّوْمِ كَذَلِكَ بِجَامِعِ أَنَّ الْيَهُودَ تُعَظِّمُ الْأَوَّلَ وَالنَّصَارَى تُعَظِّمُ الثَّانِي فَقَصَدَ الشَّارِعُ بِذَلِكَ مُخَالَفَتَهُمْ، وَمَحَلُّ مَا تَقَرَّرَ إذَا لَمْ يُوَافِقْ إفْرَادُ كُلِّ يَوْمٍ مِنْ الْأَيَّامِ الثَّلَاثَةِ عَادَةً لَهُ وَإِلَّا كَأَنْ كَانَ يَصُومُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا أَوْ يَصُومُ عَاشُورَاءَ أَوْ عَرَفَةَ فَوَافَقَ يَوْمَ صَوْمِهِ فَلَا كَرَاهَةَ كَمَا فِي صَوْمِ يَوْمِ الشَّكِّ. ذَكَرَهُ فِي الْمَجْمُوعِ، وَهُوَ ظَاهِرٌ وَإِنْ أَفْتَى ابْنُ عَبْدِ السَّلَامِ بِخِلَافِهِ
“Dimakruhkan untuk berpuasa pada hari Sabtu saja atau hari Minggu saja, Karena pada hari Sabtu itu orang Yahudi sangat mengagungkannya dan pada hari Minggu itu orang Nasrani sangat mengagungkannya, sehingga penghukuman makruh ini ditujukan untuk agar supaya berbeda dengan mereka.
Kemakruhan ini hanya pada konteks berpuasa pada hari Sabtu atau Minggu yang kebetulan tidak bertepatan dengan hari-hari yang disunahkan untuk berpuasa atau pada hari tersebut orang itu biasanya berpuasa.
Sehingga tidak makruh untuk berpuasa pada Sabtu atau Ahad saja, ketika ternyata pada hari-hari tersebut bertepatan dengan hari yang dianjurkan oleh syarak untuk berpuasa seperti Hari Asyura atau Arafah, demikian pula tidak makruh bagi mereka yang mengerjakan puasa Nabi Daud.” (Nihayatul Muhtaj, Juz 3 Halaman 209).
Dengan demikian bisa diketahui bahwasanya pada hari Isra Mi’raj yang bertepatan dengan hari Sabtu itu masih tetap disunnahkan untuk berpuasa, tanpa harus menggabungkannya dengan hari sebelumnya atau setelahnya. Yakni boleh puasa pada hari Sabtu saja karena pada hari tersebut adalah hari Isra Mikraj.
Demikian hukum puasa Isra Mikraj. Semoga bermanfaat.