Di sela-sela lebaran ini, masyarakat Muslim Indonesia digegerkan dengan potret yang diunggah oleh salah satu akun Instagram Pondok Pesantren. Dalam laman tersebut sholat ied di Pesantren Al-Zaytun, mendapatkan atensi negatif, karena formasi saf atau barisan jamaahnya. Lalu bagaimana hukum shalat campur antara laki-laki dan perempuan dengan model barisan demikian?
Hukum Shalat Campur Antara Laki-laki dan Perempuan
Menurut ulama, jawabannya adalah tetap sah, namun dihukumi makruh dan tidak mendapatkan fadilahnya jamaah. Syekh Abi Bakar Syatha menjelaskan;
(قوله: ويقف خلف الإمام الرجال ثم الصبيان ثم النساء) أي ويسن إذا تعددت أصناف المأمومين أن يقف خلفه الرجال، ولو أرقاء، ثم بعده – إن كمل صفهم – الصبيان، ثم بعدهم – وإن لم يكمل صفهم – النساء. وذلك للخبر الصحيح: ليليني منكم أولو الأحلام والنهي – أي البالغون العاقلون – ثم الذين يلونهم. ثلاثا. ومتى خولف الترتيب المذكور كره.
“Yang berdiri di belakang imam, adalah makmum laki-laki, kemudian anak-anak, kemudian makmum wanita. Yakni disunahkan bila barisan shalat banyak dibelakang imam kaum laki-laki meskipun hamba sahaya, kemudian setelah shafnya penuh, dibelakangnya anak-anak, kemudian dibelakangnya meskipun barisannya belum penuh kaum wanita.
Formasi demikian adalah tuntunan dari Rasulullah Saw, yang mana beliau bersabda “Hendaklah yang berada tepat di belakang shalatku orang yang dewasa yang memiliki kecerdasan dan orang yang sudah berakal di antara kalian, kemudian orang yang sesudah mereka tiga kali”. Dan bila urutan barisan tersebut disalahi, maka hukumnya makruh”. (I’anah Al-thalibin, Juz 2 Halaman 31)
Maka bisa diketahui bahwasanya formasi yang dipakai oleh jamaah Al-Zaytun ini menyalahi kesunnahan, karena ada seorang perempuan di sela-sela barisan laki-laki. Namun, ini hanya berdampak pada pengguguran fadilah jamaah saja. Tidak sampai membatalkan shalat, Al-Qulyubi menyatakan;
قَوْلُهُ: (وَكُلُّ مَا ذَكَرَ مُسْتَحَبٌّ) بِقَوْلِهِ وَيَقِفُ الذَّكَرُ إلَى هُنَا. قَوْلُهُ: (وَمُخَالَفَتُهُ لَا تُبْطِلُ الصَّلَاةَ) لَكِنَّهَا مَكْرُوهَةٌ تَفُوتُ بِهَا فَضِيلَةُ الْجَمَاعَةِ عَلَى الْإِمَامِ وَمَنْ مَعَهُ وَلَوْ مَعَ الْجَهْلِ بِهَا.
“Yang telah disebutkan (terkait formasi barisan jamaa) dihukumi sunnah, dan menyalahinya tidak sampai membatalkan shalat, hanya saja hukumnya makruh yang dapat menggugurkan fadhilahnya berjamaah bagi imam dan orang yang bersamanya meskipun atas dasar tidak tahu”. (Hasyiyah al-Qulyubi, Juz 1 Halaman 275)
Dengan demikian bisa diketahui bahwasanya formasi jamaah yang disunnahkan adalah sesuai dengan sabda Nabi Muhammad saw di atas, adapun jika menyalahi formasi tersebut, maka dihukumi makruh dan tidak mendapatkan keutamaannya jamaah.
Demikian penjelasan terkait hukum shalat campur antara laki-laki dan perempuan. Wallahu A’lam bi al-shawab. Semoga bermanfaat.