Bagaimana hukum tidak bekerja karena mempercayai hari buruk? Dalam masyarakat, terkadang dijumpai anggapan dikalangan tukang pijat, dimana ada satu hari pantangan bagi mereka dalam menjalankan pekerjaannya. Seperti suatu contoh ada seorang tukang pijat yang mana memiliki pantangan tidak boleh memijat ketika hari selasa.
Menurut kepercayaan, apabila pantangan tersebut dilanggar maka akan berakibat nahas kepada si tukang pijat. Biasanya hal tersebut menyebabkan sakit pada pelaku pekerjaan itu. Kepercayaan itu diperkuat ketika si tukang pijat dengan terpaksa harus memijat pada hari larangan tersebut ternyata benar benar menyebabkan ia sakit. Lantas, bagaimanakah hukum tidak bekerja karena mempercayai hari buruk dalam Islam?
Dalam literatur kitab fikih, tidak ditemukan penjelasan mengenai hari baik dan hari buruk untuk melakukan pekerjaan. Bahkan syariat melarang seseorang untuk meyakini hari tertentu baik atau buruk untuk mengadakan pekerjaan.
Hal ini sebagaimana dalam penjelasan kitab Ghayatu Talkhishi Al-Murad min Fatawi ibn Ziyad, halaman 206 berikut,
مسألة: إذا سأل رجل آخر: هل ليلة كذا أو يوم كذا يصلح للعقد أو النقلة؟ فلا يحتاج إلى جواب، لأن الشارع نهى عن اعتقاد ذلك وزجر عنه زجراً بليغاً، فلا عبرة بمن يفعله، وذكر ابن الفركاح عن الشافعي أنه إن كان المنجم يقول ويعتقد أنه لا يؤثر إلا الله، ولكن أجرى الله العادة بأنه يقع كذا عند كذا، والمؤثر هو الله عز وجل، فهذا عندي لا بأس به، وحيث جاء الذم يحمل على من يعتقد تأثير النجوم وغيرها من المخلوقات،
Artinya: “Suatu permasalahan : apabila seorang bertanya kepada orang lain apakah malam ini atau hari ini layak untuk mengadakan akad atau pindah rumah? Maka dia tidak diperkenankan untuk menjawabnya. Hal ini karena syariat melarang untuk meyakini perkara itu dan sangat menentang untuk meyakini yang demikian. Maka tidak ada pandangan sedikitpun bagi seorang yang melakukannya.
Ibnul Farkah menyebutkan dari Imam Syafi’i bahwasanya apabila ahli ilmu perbintangan berkata kemudian dia meyakini bahwa yang memberi pengaruh hanya Allah semata akan tetapi Allah menjalankan suatu kebiasaan bahwasanya hari baik terjadi diwaktu yang demikian dan yang memberikan efek adalah Allah maka hal ini menurut beliau tidak masalah. karena yang dilarang apabila meyakini bahwa yang memberi berpengaruh adalah ahli perbintangan dan makhluk.”
Berdasarkan keterangan diatas, tidak ditemukan penjelasan mengenai hari baik dan hari buruk untuk melakukan pekerjaan. Tetapi, seseorang diperbolehkan untuk tidak melakukan pekerjaan di hari tertentu apabila khawatir mendatangkan sakit berdasarkan kebiasaan. Namun, dalam hal ini seseorang diharuskan meyakini bahwa yang mendatangkan penyakit atau kesembuhan tersebut adalah Allah SWT bukan akibat dari hari-hari yang dianggap buruk.
Sebagaimana dalam kitab Anwarul Buruq, juz 4, halaman 240 berikut,
(الأول) ما جرت العادة الثابتة باطراد بأنه مؤذ كالسموم والسباع والوباء والطاعون والجذام ومعاداة الناس والتخم وأكل الأغذية الثقيلة المنفخة عند ضعفاء المعدة ونحو ذلك فالخوف في هذا القسم من حيث إنه عن سبب محقق في مجاري العادة لا يكون حراما فإن عوائد الله إذا دلت على شيء وجب اعتقاده
Artinya : “(Pertama) Adat yang sudah berlaku dapat mendatangkan kerugian, seperti racun, binatang buas, wabah penyakit, kusta, permusuhan terhadap manusia, rakusa, makanan berat jika perut lemah. Takut dalam kategori ini, berdasarkan suatu sebab yang terbukti secara kebiasaan, tidak dihukumi haram, karena kebiasaan-kebiasaan yang ditetapkan Allah apabila menyebabkan terhadap sesuatu, maka seseorang harus mempercayainya. ”
Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa seseorang diperbolehkan untuk tidak melakukan pekerjaan di hari tertentu apabila khawatir mendatangkan sakit berdasarkan kebiasaan. Namun, dalam hal ini seseorang diharuskan meyakini bahwa yang mendatangkan penyakit atau kesembuhan tersebut adalah Allah SWT bukan akibat dari hari-hari yang dianggap buruk.
Demikian penjelasan mengenai hukum tidak bekerja karena mempercayai hari buruk dalam Islam. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.