INI adalah kisah antara Ibban bin Saleh dan seorang perempuan, pembantu Anas bin Malik. Ibban bertanya kenapa ia tertawa di atas kuburan seorang pemuda yang baru saja dimakamkan. Perempuan itu menjawab:
“Kalau bukan karena kedudukanmu, wahai Ibban, saya tidak akan pernah menceritakan kisah ini. Yang meninggal itu adalah anakku. Dia adalah orang yang nekat melakukan kemaksiatan. Tadi malam, ia sakit parah kemudian memanggilku. Ketika menghampirnya, ia meminta sesuatu. Kondisinya sangat sekarat. Saya ikuti semua perintahnya.
Saya menyuruhnya untuk mengatakan segala keinginannya, dan saya akan memenuhinya. Dia mengatakan kepadaku untuk tidak memberi tahu siapa pun tentang kematiannya. Dia kemudian berkata, “Ketika orang-orang memasukkanku ke dalam kubur, berdoalah kepada Allah untuk memaafkanku. Dan katakanlah, ‘Ya Allah, saya ridha dengan dirinya, semoga Engkau pun ridha dengannya.’
Wahai ibu, berdirilah. Letakkanlah kaki ibu di wajahku dan berkata, ‘Ini adalah hadiah orang yang mendurhakai Allah Azza wa Jalla’.”
Saya pun melakukan apa yang diminta. Ketika saya mengangkat kakiku dari wajahnya, ia sudah tidak bernyawa. Saya kemudian menyewa empat orang untuk memandikan mayatnya, mengafani, membawanya ke kuburan hingga menguburnya.
Ketika mereka berjalan pergi, saya mendekati kuburan, mengangkat tangan seraya berdoa, ‘Wahai yang Maha Dermawan. Engkau mengetahui yang tampak dan yang tersembunyi. Ini dosaku, anakku telah dipanggil oleh-Mu dengan keadaan berlumur dosa. Saya telah mengampuninya, ya Allah, semoga Engkau pun demikian. Saya telah ridha, ya Allah, semoga Engkau pun demikian.’
Kemudian, saya mendengar suara dari dalam kubur berkata kepadaku, ‘Pergilah, wahai Ibuku. Karena, saya telah kembali ke pangkuan Allah yang Maha Pemurah dan telah mengampuni dosa-dosaku.’
Itulah yang membuatku bahagia dan berjalan meninggalkannya dengan suka cita.” (Abdullah bin Abdurrahman, Salaf Stories)
– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2368183/ibu-saleh-yang-tertawa-ketika-anaknya-meninggal#sthash.fmQwi9RD.dpuf