Umat Islam pernah mencapai kemajuan peradaban. Cendekiawan Muslim bermunculan dan melahirkan penemuan-penemuan besar. Pendidikan yang memadai menjadi pijakan bagi keberhasilan umat Islam kala itu. Mestinya, saat ini Muslim juga kembali terpacu mencapai kemajuan dengan memperkuat pendidikan putra-putrinya.
“Hal terbaik dari segala yang diberikan oleh seorang ayah kepada anak-anaknya adalah pendidikan dan pengajaran yang baik,” kata Said bin al-Ash. Melalui pendidikan yang maju, Muslim mampu mendulang ilmu. Banyak ayat Alquran yang menegaskan ilmu sebagai kehidupan dan cahaya. Sebaliknya, kebodohan adalah kematian dan kegelapan
Yusuf Al-Qaradhawi melalui bukunya, Alquran Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan, menambahkan, ilmu berkaitan erat dengan iman. Ilmu mendukung keimanan dan iman membuat berkah ilmu. Maka itu, ia mengatakan ilmu adalah agama dan agama adalah ilmu.
Ilmu bagi Muslim adalah agama maksudnya kitab suci dan sunah mengajak Muslim kepada ilmu, baik agama maupun ilmu dunia. Demikian pula, terhadap ilmu yang bersumber dari wahyu ataupun yang bersandar pada alam semesta. Sedangkan agama bagi Muslim adalah ilmu mempunyai makna Islam tak membolehkan sikap taklid.
Terbukti, Alquran dalam surat Al-Alaq ayat 1-5 memerintahkan umat Islam untuk belajar. Menurut Al-Qaradhawi, perintah membaca dalam ayat itu disebut dua kali. Ini adalah perintah kepada Rasulullah dan seluruh umatnya. “Membaca adalah kunci ilmu pengetahuan,” ujarnya.
Umat Islam diarahkan pula bertanya kepada ahlinya saat ingin menguasai, baik ilmu pengetahuan maupun seni. Ilmu juga harus diperoleh dari sumber aslinya. Sang pemilik ilmu harus didatangi walaupun tempatnya jauh dan tak mudah dijangkau. Nabi Musa salah satu sosok teladan dalam hal ini.
Ia rela menempuh jarak begitu jauh hanya untuk menemui seseorang, untuk mendapatkan ilmu yang tak ia miliki. Ia harus bertemu Nabi Khidir guna mendulang ilmu yang tak ada pada dirinya. Abdul Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada dalam Ensiklopedi Adab Islam Menurut Alquran dan as-Sunah, menuntut ilmu adalah ibadah mulia.
Sayyid Nada menganjurkan, penuntut ilmu mestinya fokus. Mereka tekun mempelajari ilmu dan mengamalkannya. Setelah itu, mereka dituntut menyebarkan ilmunya demi kebaikan manusia. “Barang siapa mengajak kepada petunjuk maka ia akan mendapatkan pahala seperti orang yang mengikutinya,” demikian pernyataan Rasulullah SAW.
Anjuran lainnya adalah mengikat ilmu dengan menuliskannya. Menurut Sayyid Nada, tak jarang seseorang lupa pada suatu bagian ilmu yang dimilikinya. Ini dapat diatasi jika orang itu mempunyai catatan. Sahabat Nabi Muhammad, Abu Hurairah, menegaskan pentingnya membuat catatan.
Abu Hurairah mengungkapkan, tak ada seorang pun sahabat Nabi yang lebih banyak hadisnya dibandingkan dirinya selain Abdullah bin Amr bin al-Ash. Ia lalu menunjukkan keunggulan sahabatnya itu. Abdullah, kata dia, menuliskan hadis-hadis tersebut sedangkan dirinya tidak.
Lebih jauh, seorang Muslim diharap serius pada saat menuliskan sebuah karya ilmiah. Ini merupakan sebuah bentuk pertanggungjawaban. Ia bisa mengumpulkan materi-materi ilmiah dalam bab-bab yang sesuai. Jika suatu saat membutuhkan materi itu maka akan mudah merujuknya.
Sumber : Dialog Jumat Republika