Arab Saudi akan mengizinkan jamaah umroh dari luar negaranya mulai 1 Muharram atau bertepatan dengan 10 Agustus 2021. Dalam edaran yang diterima KJRI di Jeddah, dilaporkan bahwa Indonesia termasuk dalam negara yang jamaahnya diharuskan karantina selama 14 hari di negara ketiga sebelum tiba di Saudi.
Menanggapi hal itu, Sekretaris Jenderal Forum Silaturahmi Asosiasi Travel Haji dan Umrah (SATHU), Artha Hanif, mengatakan info resmi terkait dibukanya umroh secara internasional ialah tanggal pembukaannya pada 10 Agustus 2021. Ada beberapa pedoman terhadap pelayanan umroh yang sudah disampaikan secara umum.
Akan tetapi, menurutnya, Kerajaan Saudi belum memberikan informasi secara detail dan resmi tentang diharuskannya negara-negara yang masih dalam pelarangan untuk masuk ke Saudi, termasuk Indonesia, agar jamaahnya melakukan karantina selama 14 hari di negara ketiga sebelum memasuki Saudi. Menurut Artha, hal ini masih dalam bentuk wacana yang menjadi upaya solusi agar pemerintah Saudi tidak perlu khawatir setelah jamaah umroh melalui proses karantina di negara yang lain.
“Ini satu informasi yang bukan informasi resmi dari Kerajaan Saudi, ini merupakan wacana untuk bisa menjadi opsi usulan bagi negara-negara yang masih dilarang untuk masuk ke Saudi, termasuk Indonesia, agar mereka yang tetap ingin umroh harus dikarantina di negara ketiga, baru mereka bisa masuk ke Saudi,” kata Artha, melalui pesan elektronik kepada Republika.co.id, Kamis (29/7) malam WIB.
Artha menambahkan, aturan karantina 14 hari di negara ketiga akan sangat menyulitkan. Selain secara proses yang rumit, biaya tentunya akan lebih tinggi. Padahal, kata dia, jamaah melaksanakan umroh yang hanya memakan waktu 4 jam.
Selain harus melakukan karantina di negara ketiga selama 14 hari, jamaah kemudian harus melakukan karantina selama 8 hari begitu pulang ke Indonesia, sehingga total menjadi 22 hari. Dengan aturan tersebut, menurutnya, biaya menjadi membengkak untuk hal yang tidak produktif.
“Biaya bisa diperkirakan, jika 14 hari bisa mencapai Rp 7 juta baru untuk hotel, belum biaya transportasi, PCR dan lainnya. Seringan-ringannya minimal Rp 10 juta itu bisa menjadi tambahan biaya bagi paket umroh yang harus kita siapkan,” ujarnya.
Karena itulah, jika aturan karantina itu menjadi ketentuan resmi Kerajaan Saudi, Artha mengimbau agar pemerintah Indonesia melakukan langkah penting supaya persoalan karantina di negara ketiga ini tidak menjadi persyaratan bagi jamaah dari Indonesia dalam menunaikan umroh.
“Kalau itu menjadi ketentuan, kami sangat berharap pemerintah kita perlu melakukan lobi sangat serius dan strategis, agar ini tidak menjadi ketentuan yang diberlakukan bagi jamaah dari Indonesia. Agar pemerintah bisa memastikan umat Islam Indonesia agar didukung dan dibantu untuk tidak menyulitkan sebagai tamu Allah yang layak mendapatkan layanan sebaik-baiknya,” tambahnya.