Islam itu tidak memberatkan, tetapi komitmen dan tegas terhadap keburukan. Ketika ada larangan dalam Islam, umat Islam harus benar-benar konsisten menjauhinya. Namun, ketika ada perintah untuk mengerjakan kebaikan, ada keringanan syarat yang melekat misalnya kerjakan sesuai kadarmu.
“Apa yang telah aku larang untuk kalian, maka jauhilah, dan apa yang telah aku perintahkan kepada kalian, maka lakukanlah semampu kalian! Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian binasa disebabkan oleh banyaknya pertanyaan dan perselisihan mereka terhadap nabi-nabi mereka.” (muttafaq alaih).
Hadist ini mengandung satu prinsip hukum dalam Islam yang luar biasa. Dalam hal larangan tidak ada keringanan karena tindakan untuk menjauhi larangan tidak membutuhkan kemampuan. Orang menjauhi untuk tidak minum khamr tidak membutuhkan usaha. Orang tidak berkata bohong tidak butuh kemampuan, hanya butuh konsisten.
Berbeda dengan melaksanakan perintah. Dalam kadar tertentu butuh kemampuan untuk melaksanakannya. Karena itulah, dalam pelaksanaan ibadah yang berat seperti haji ada syarat orang yang mampu. Begitu pun dalam shalat, jika tidak mampu maka bisa dilakukan dalam kadar kemampuannya seperti di perjalanan dan orang sakit.
Dalam persoalan kebaikan ada beberapa hal yang Nabi merasa umatnya tidak mampu sehingga diletakkan sebagai anjuran bukan kewajiban. Misalnya, jika seandainya tidak akan memberatkan umatku, niscaya aku akan menyuruh mereka bersiwak setiap hendak shalat. Dalam hadist lain ketika hendak berwudhu;.
Bersiwak itu sebuah kebaikan karena Nabi melakukannya setiap waktu. Namun, Nabi konsisten dengan Islam sebagai agama yang tidak memberatkan. Kebaikan itu tidak diletakkan dalam kewajiban menimbang kadar kesusahan dan kemampuan jika orang mengerjakannya.
Dalam suatu hadist lagi misalnya Nabi terlambat melaksanakan shalat di awal waktu. Akhirnya beliau shalat bersama Abu Bakar sambil bersabda :”Seandainya tidak memberatkan umatku, niscaya aku pasti memerintahkan mereka melaksanakan salat (Isya) pada waktu seperti ini (akhir malam).”
Pemikiran ini bisa kita bawa dalam ranah kehidupan sehari-hari. Hal yang menyangkut tentang keburukan terhadap diri dan orang lain harus dihindari. Orang tidak perlu usaha untuk tidak menipu orang lain atau menyakiti orang lain. Namun, untuk membantu orang lain harus mempunyai kemampuan.
Jangan siksa diri sendiri dengan kebaikan yang tidak mampu kita jangkau. Ukur dan kenali kemampuan diri kita. Namun, dalam hal keburukan semua orang harus konsisten dan teguh menjauhinya.
Karena itulah, ada hal yang penting diingat sesungguh perbuatan baik itu bukan sekedar berlaku baik kepada orang lain, tetapi diam dengan tidak menyakiti orang lain adalah sebuah kebaikan.