Sesungguhnya ilmu adalah perkara yang paling utama untuk diminta oleh seorang hamba. Telah diketahui bahwa meraih kebahagiaan yang tiada terputus adalah perkara yang sangat penting. Sementara manusia diciptakan untuk hidup di dunia. Dan tidak mungkin mewujudkan kebahagiaan di dunia dan akhirat, kecuali dengan menaati Allah dan ittiba’/ mengikuti Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam.
Dan hal ini tidak bisa tercapai, kecuali dengan landasan ilmu. Sebagaimana firman Allah,
فَٱعۡلَمۡ أَنَّهُۥ لَاۤ إِلَـٰهَ إِلَّا ٱللَّهُ وَٱسۡتَغۡفِرۡ لِذَنۢبِكَ
“Maka, ketahuilah bahwa tidak ada ilah/ sesembahan yang benar, selain Allah. Maka, minta ampunlah atas dosamu.” (QS. Muhammad: 19)
Allah memulai dengan ilmu karena istigfar ini sejatinya mencakup segala bentuk amalan. Allah meletakkan (perintah) istigfar setelah (perintah) berilmu. Oleh sebab itu, Imam Bukhari rahimahullah membuat bab tentang ayat ini dalam kitab Sahih-nya dengan mengatakan, “Bab Ilmu sebelum Ucapan dan Amalan Berdasarkan Firman Allah…”(lalu beliau membawakan ayat ini). Sesungguhnya ini perkara yang nyata dan jelas. Allah mengutus para rasul dengan membawa ilmu yang diwahyukan kepada mereka.
Dan tidak ada kebahagiaan bagi seseorang, kecuali dengan ittiba‘ kepada Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam. Karena sesungguhnya kebahagiaan bukanlah dengan menggapai berbagai kesenangan dunia, atau menggapai kedudukan/jabatan, harta, syahwat dan lain sebagainya. Ini semua akan sirna. Seolah-olah ia tidak pernah ada sebelumnya.
Sesungguhnya kebahagiaan sejati adalah dengan mewujudkan ketaatan kepada Allah. Pertama, manusia akan bahagia di dunia dalam bentuk merasakan kelezatan dan ketentraman dalam hubungannya (ibadah) dengan Allah dengan rasa tunduk, rasa takut, rasa harap, dan inabah. Sehingga hatinya pun menjadi hidup dengan kehidupan yang hakiki.
Oleh karena itu, para sahabat -semoga Allah meridai mereka- apabila mendengar suatu kalimat (nasihat) dari Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam, maka kalimat itu memberikan bekas dalam kehidupan, amal, dan jalan hidup mereka.
Mereka mempelajari ilmu dan amal sekaligus. Karena mereka adalah orang Arab dan wahyu turun dengan bahasa mereka (bahasa Arab). Sehingga, cukup bagi mereka hanya dengan mendengar kalimat/ (nasihat itu), mereka bisa memahami dan mengerti apa yang ditunjukkan olehnya (kandungannya). Karena itulah, mereka menjadi sosok para pengemban ilmu yang mumpuni -semoga Allah meridai mereka-.
Cuplikan faidah dari Syekh Prof. Dr. Abdullah Al-Ghunaiman hafizhahullah -salah seorang ulama senior di Arab Saudi-
Penerjemah: Ari Wahyudi, S.Si.
Sumber: https://youtu.be/CcP_MWTGobY
© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/78227-jalan-kebahagiaan-dunia-akhirat.html