Jalur Sutra Berperan Penting dalam Penyebaran Syiar Islam

Sejak kaum Muslimin menguasai semenanjung Arabia pada abad ketujuh, agama Islam segera menyebar ke berbagai penjuru Asia dan Afrika, bahkan sampai pula ke Eropa. Khusus di Asia, Jalur Sutra memiliki peranan strategis dalam penyebaran syiar Islam.

Berawal dari berdirinya Dinasti Umayyah pada 661 di Damaskus, bangsa Arab mulai memperluas pengaruh Islam hingga ke Pakistan di sebelah timur dan Andalusia (Spanyol) di sebelah barat. Kemudian, sejak 750, dinasti-dinasti Islam yang didirikan oleh bangsa Arab dan non-Arab semakin memperkuat pengaruh Islam di Asia Tengah, Afrika Utara, dan Asia Kecil.

“Lewat Jalur Sutra, Islam menyebar hingga ke bagian paling timur wilayah Kekaisaran Tang di Cekungan Tarim, dan selanjutnya menyeberang ke sungai Indus di anak benua India,” ungkap sejarawan dari Universitas Hawaii AS, John D Szostak, dalam karyanya The Spread of Islam Along the Silk Route.

Menurutnya, Islamisasi di Asia lewat Jalur Sutra sebenarnya sudah dimulai sejak awal abad kedelapan. Mulanya penduduk yang mendiami daerah-daerah yang dilalui jalur tersebut masih menganggap Islam sebagai “agama Arab”. Namun, persepsi itu perlahan-lahan mulai berubah seiring menyatunya Islam dengan kebudayaan masyarakat setempat.

Pada pertengahan abad kedelapan, kaum Muslimin praktis menguasai bagian barat Jalur Sutra. Perdagangan pun menjadi faktor utama kedua dalam penyebaran Islam, setelah penaklukan yang dilakukan oleh kerajaan-kerajaan Muslim.

Selama abad pertengahan, para pedagang Muslim pergi merantau hingga ke ibu kota Dinasti Tang, Chang-an, dan kota-kota lainnya di wilayah Kekaisaran Cina. Sebagian dari mereka ada yang kembali ke kampung halamannya masing-masing begitu kegiatan perdagangan mereka selesai. Namun, tidak sedikit pula dari kaum Muslimin yang memilih menetap di wilayah yang telah disediakan Pemerintah Cina untuk mereka.

Szostak mengungkapkan, Kaisar Tang memberikan tanah yang luas di pinggiran barat Cina untuk tentara Muslim sebagai imbalan atas bantuan mereka dalam menumpas Pemberontakan An Shi pada 757. “Tidak hanya itu, 50 tahun berikutnya Dinasti Tang juga mengizinkan kaum Muslimin untuk menetap Yunnan (wilayah selatan Cina),” ujarnya.

Pada masa-masa selanjutnya, banyak pria Muslim yang menikahi perempuan Tionghoa dan melahirkan generasi Islam baru di Cina. Peristiwa ini menjadi sejarah awal pembentukan komunitas Muslim asli Tionghoa atau yang sekarang dikenal dengan sebutan suku Hui.

 

REPUBLIKA