Ayat ini tidak boleh dijadikan legitimasi berbuat kekerasan pada perempuan.
“Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan Tinggalkanlah mereka di tempat-tempat pembaringan serta pukullah mereka. Lalu jika mereka telah menaati kamu, janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar,” (QS an-Nisa [4]: 34).
Ayat ini kerap disalahartikan sebagai alasan dibolehkannya tindakan kekerasan pada istri, nyatanya diperlukan kajian yang cukup mendalam untuk memahami makna dari ayat tersebut. Seperti yang dijelaskan Quraish Shihab dalam bukunya, Perempuan.
Kesalahpahaman dapat muncul jika seseorang buta terhadap penggunaan kosa kata atau melepaskan pemahaman satu ayat dari penjelasan Nabi SAW. “Padahal keduanya mutlak diperlukan dalam memahami Alquran,” tulis Quraish Shihab.
Menurut penjelasannya, kata nusyuz diambil dari kata yang berarti tempat yang tinggi. Sebagian ulama mengartikan nusyuz-nya seorang istri adalah kebencian istri kepada suaminya sambil menempatkan dirinya di atasnya, baik dengan membangkang perintah suami (yang tidak bertentangan dengan ajaran agama), sedangkan matanya berpaling pada lelaki lain.
Sementara pakar lainnya memahami bahwa nusyuz bukan hanya dapat dilakukan istri, tapi juga suami. Suami yang dinamai nasyiz (orang yang melakukan nusyuz) adalah suami yang tidak memenuhi kewajibannya, seperti enggan memberi nafkah atau bersikap kasar.
Sedangkan istri yang dinilai nasyizah adalah istri yang enggan dalam kewajiban agama, bepergian tanpa izin atau restu suami. “Nusyuz juga diartikan sebagai bentuk pembangkangan yang lahir karena merasa lebih tinggi daripada pasangannya,” tulis Quraish Shihab.
Persoalan yang sering dinilai dari penafsiran ayat di atas (QS an-Nisa: 34), adalah keberpihakan pada lelaki. Jika dinilai dari kata pukullah mereka (fadhribuhunna) sejatinya berasal dari kata memukul (dharaba) yang digunakan Alquran untuk pukulan yang keras maupun lemah lembut.
Nabi Muhammad SAW juga mengingatkan agar “Jangan memukul wajah dan jangan pula menyakiti.” Beliau juga bersabda, “Tidakkah kalian malu memukul istri kalian seperti memukul keledai?”
Tuntunan peneguran atas sikap nusyuz dalam surat An-Nisa ayat 34 memiliki beberapa tahapan, yaitu dimulai dengan nasihat, meninggalkannya di tempat tidur (pisah ranjang), dan diakhiri dengan pukulan. Namun sikap nusyuz disini memang benar-benar telah melampaui batas dan perlu ditegur.
Perlu disadari bahwa dalam kehidupan rumah tangga, tentu ada saja anggota keluarga yang tak mempan dengan teguran berupa nasihat, maka diperlukan cara lain agar mereka sadar atas kesalahannya. Namun perlu diingat bahwa pendidikan dalam hukuman tidak hanya ditujukan kepada istri tapi secara umum bagi siapa pun yang membangkang.
“Jangan pula berkata bahwa memukul dalam artian ini bukanlah pukulan yang mencederai atau menyakitkan,” tulis Quraish Shihab.
Sementara itu, ulama besar Atha’ berpendapat bahwa suami tidak boleh memukul istrinya, paling tinggi hanya memarahinya. Ibnu al-Arabi berkata, “Pemahamannya (ulama Atha’) berdasar pada perkataan Nabi SAW kepada para suami yang memukul istrinya, beliau bersabda, “orang-orang terhormat tidak memukul istrinya.”