Jangan Khawatir! Rezeki Sudah Diatur oleh Allah

Jangan Khawatir! Rezeki Sudah Diatur oleh Allah

Sejatinya rezeki itu sudah ada yang mengaturnya? Lantas siapa yang mengaturnya? Jawabannya adalah rezeki sudah diatur oleh Allah Swt. Kemudian yang menjadi pertanyaan, bagaimana Allah SWT mengatur rezeki? 

Anda sudah duduk di meja makan, dengan hidangan tertata di atas meja. Lalu apakah itu rezeki Anda? Belum. Anda harus berikhtiar, memasukkannya ke piring, lalu menyuapnya ke mulut Anda, kunyah, lalu telan. Barulah hidangan tadi menjadi rezeki Anda.

Artinya, Allah Swt. memberi rezeki kepada yang mengikhtiarkannya. Berikhtiar mencari rezeki (karunia) Allah Swt. Itu adalah perintah-Nya. Orang yang mengharap rezeki tanpa berikhtiar, itu menyalahi perintah Allah Swt.

Jadi apa konteksnya ungkapan bahwa rezeki itu diatur oleh Allah Swt.? Konteksnya, jangan mencari rezeki dengan cara-cara yang dilarang oleh Allah Swt. Misalnya dengan mencuri, menipu, atau menzalimi orang. Konteks kedua, jangan mencari rezeki sampai lupa pada Allah Swt. Jangan jadikan harta sebagai tujuan hidup.

Namun demikian, tak jarang ungkapan di atas sering disalahgunakan oleh orang yang enggan bekerja. Orang yang enggan berusaha untuk memperbaiki hidup. Ia berprinsip, rezeki ada yang mengatur. Jadi, kalau ia miskin, artinya yang mengatur rezeki dianggap tidak memberinya rezeki. Itulah pandangan yang keliru.

Ada juga orang yang tidak berhitung dalam membelanjakan uang. “Ntar ada aja rezeki lagi, kan Allah yang ngatur,” katanya. Itu salah juga. Dalam mencari rezeki kita wajib berikhtiar.

Demikian dalam menjaga dan mengelola rezeki yang sudah kita dapat pun, juga harus dengan ikhtiar. Tanpa ikhtiar, sebanyak apapun harta dan uang kita, akan habis tanpa keperluan yang jelas.

Ingat, mengelola harta, membelanjakannya dengan bijak, itu bagian dari sikap bersyukur pada Allah Swt. Ada banyak orang yang mendapat harta tanpa perlu bekerja keras.

Misalnya dari warisan orang tua mereka. Tidak sedikit dari mereka yang kemudian jatuh miskin, karena tidak pandai mengelola. Mereka tidak cukup berikhtiar dalam menjaga rezeki dari Allah Swt.

Jadi, mengelola uang, membelanjakannya dengan bijak itu wajib. Tidak bisa kita bersikap masa bodoh, menganggap Allah Swt. Pasti akan memberi kita rezeki lagi. Allah Swt. berfirman:

وَلَا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُوْلَةً اِلٰى عُنُقِكَ وَلَا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُوْمًا مَّحْسُوْرًا

Artinya: “Dan janganlah engkau jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan jangan (pula) engkau terlalu mengulurkannya (sangat pemurah) nanti kamu menjadi tercela dan menyesal.” (Q.S Al-Isra’ [17]: 29). Itulah panduan dari al-Qur’an.

Tetapi, bukankah Allah Swt. juga menjanjikan rezeki yang sifatnya tak terduga? Iya. Itu janji untuk orang bertakwa. Sebaiknya jangan terlalu percaya diri mengira diri kita sudah masuk dalam golongan itu. Lagi pula, itu wilayah misteri yang kita tidak bisa mengikhtiarkannya.

Fokuslah pada wilayah yang bisa kita ikhtiarkan. Yang merupakan wilayah keputusan mutlak dari Allah Swt., biarlah Allah Swt. Yang mengaturnya. Itu namanya faktor tak terduga. Jangan rencanakan hidup berbasis pada faktor tak terduga, padahal yang bisa kita duga, bisa kita hitung, sangat banyak.

Tentang Sensasi

Syahdan. Hakikatnya, kenikmatan dunia ini semuanya hanya menawarkan sensasi belaka. Namun, semuanya akan berakhir pada rasa yang sama. Itulah kenapa seringkali diingatkan bahwa kenikmatan dunia itu menipu. Palsu. (Mata’ul ghurur).

Artinya, memiliki atau tidak memiliki, dititipi ataupun tidak dititipi. Mestinya kita tinggal mengelola rasa saja. Karena semuanya akan berakhir dengan hal yang sama, yakni ketiadaan.

Sebagai contoh misalnya, kita makan di restoran mewah, dengan panganan dan menu yang wah, konon ada sensasi berbeda. Harganya sih pasti iya. Namun, berapa lama? Seminggu? Sehari? Tidak. Tidak pernah lama. Hitungan menit saja.

Setelah itu, sensasi itu akan berubah menjadi rasa yang sama saja dengan jika kita makan di rumah makan biasa, warung tegal atau makan di rumah dengan chef pasangan hidup kita walau dengan menu ala kadarnya. Sensasinya memang sesaat beda, namun rasa yang timbul selanjutnya sama. Rasa kekenyangan.

Begitu juga dengan apartemen atau bahkan rumah yang luas dan mewah berlantai 3 itu ada sensasi yang berbeda. Furniture yang lengkap dengan barang elektronik yang serba canggih konon bersensasi luar biasa. Namun, tanyalah kepada yang pernah atau sedang memilikinya. Sensasi mewah itu akan berubah dengan cepat saja.

Demikian, tidur beralas tikar atau di kasur busa dengan di kasur berharga puluhan juta sama saja memejamkan mata. Makan dengan sendok perak dengan makan dengan sendok plastik, sama-sama memasuki mulut yang sama. Rasanya sama dengan rumah biasa. Milik sendiri atau pun menyewa. Begitu seterusnya dan lain sebagainya.

Intinya adalah, jika boleh dianalogikan, segala hal tentang dunia adalah ibarat donut. Panganan bulat yang berlubang di tengahnya. Sensasinya memang ada, namun hanya pinggirannya saja. Setelahnya, hampa. Kosong. 

Demikian penjelasan terkait rezeki sudah diatur oleh Allah. Wallahu a’lam bisshawaab.

BINCANG SYARIAH