Selain memiliki banyak keunggulan, manusia memiliki banyak kelemahan. Hal tersebut secara tekstual dinyatakan Allah yang menciptakannya. Allah berfirman, “Dan manusia itu dijadikan bersifat lemah.” (QS an-Nisa [4]: 28).
Kelemahan manusia disebutkan dalam sejumlah ayat, di antaranya, amat zalim dan amat bodoh (QS al-Ahzab [33]: 72), melampaui batas (QS Yunus [10]: 12 dan QS Alaq [96]: 6), tergesa-gesa (QS al-Isra [17]: 11, dan QS al-Anbiya [21]: 37), dan banyak membantah (QS al-Kahfi [18]: 54).
Selanjutnya, manusia itu berkeluh kesah dan amat kikir (QS al-Isra [17]: 100 dan QS al-Ma’arij [70]: 19-21), susah payah (QS al-Balad [90]: 4), dan sangat ingkar serta tidak berterima kasih kepada Tuhannya (QS al-Adiyat [100]: 6).
Namun, tidak sedikit manusia yang tidak menyadari kelemahannya. Hal itu bermuara pada ketidaktahuannya. Makanya, Allah memerintahkan manusia untuk menggunakan akalnya. Tidak kurang dari 13 kali Allah menggunakan redaksi afala ta’qilun.
Allah berfirman, “Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaikan, sedang kamu melupakan diri-(kewajiban)-mu sendiri, padahal kamu membaca alkitab (Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir?” (QS al-Baqarah [2]: 44).
Dalam ayat lain: “Hai ahli kitab, mengapa kamu bantah-membantah tentang hal Ibrahim, padahal Taurat dan Injil tidak diturunkan melainkan sesudah Ibrahim. Apakah kamu tidak berpikir?” (QS Ali Imran [3]: 65).
Selain menggunakan redaksi afala ta’qilun, Allah juga menggunakan redaksi lainnya, seperti afala tatafakkarun, afala yatadabbarun, dan afala ta’lamun. Bila manusia menggunakan akalnya dengan baik, niscaya mereka dapat menyingkirkan kelemahan-kelemahannya.
Namun, faktanya banyak manusia yang tidak menggunakan akalnya dengan baik. Akibatnya tidak sedikit yang salah persepsi tentang dirinya. Berikut beberapa persepsi manusia tentang dirinya yang sifatnya fatal.
Pertama, mempersepsikan dirinya paling mulia dibandingkan orang lain. Allah berfirman, “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang bertakwa di antara kamu.” (QS al-Hujurat [49]: 13).
Kedua, mempersepsikan dirinya paling suci dibandingkan orang lain. Allah berfirman, “Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.” (QS an-Najm [53]: 32).
Ketiga, mempersepsikan dirinya paling kaya dibandingkan orang lain. Allah berfirman, “Wahai manusia! Kamulah yang fakir (memerlukan sesuatu), dan Allah Dia-lah yang Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu).” (QS Fathir [35]: 15).
Keempat, mempersepsikan dirinya paling hebat di dunia dalam segala hal dibandingkan orang lain. Allah berfirman, “Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka” (QS al-An’am [6]: 32).
Pernyataan senada termaktub dalam QS al-Ankabut [29]: 64, dan QS Muhammad [47]: 36.
Oleh: Mahmud Yunus