Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) beberapa kali mengemuka di ruang publik karena adanya aduan dari publik figure dan orang terpandang yang melaporkan masalah privat keluarganya. Namun, tidak menutup kemungkinan, masih banyak korban-korban KDRT di tengah masyarakat yang tidak melaporkan karena dianggap itu bagian sangat privat dan tabu dibicarakan. Bisa pula ada keyakinan dalam seseorang khususnya istri bahwa laki-laki adalah pemimpin rumah tangga dan bisa melakukan apa saja yang harus diterimanya.
Istilah laki-laki sebagai imam atau pemimpin dalam rumah tangga adalah bagian dari tafsir keagamaan. Ayat yang sering dirujuk dalam pemahaman ini adalah QS An-Nisa : 34 : Kaum laki-laki adalah pemimpin Wanita, karena Allah telah melebihkan Sebagian mereka (laki-laki) atas sebagai yang lain dan karena mereka menginfakkan sebagian harta mereka.
Ayat ini menjadi doktrin dikala akad dan resepsi pernikahan yang sering diucapkan seorang penceramah untuk memposisikan suami sebagai imam dalam rumah tangga. Persoalannya bukan pada ayat ini, tetapi pemahaman yang berkembang bahwa pemimpin berarti yang mengatur. Berarti pula laki-laki lebih tinggi dalam relasi suami-istri dan pemahaman yang keliru suami bisa saja memperlakukan istrinya.
Dari rangkaian ini, lalu banyak sekali istilah kewajiban-kewajiban istri terhadap suami yang lebih banyak diumbar dari pada kewajiban suami terhadap istri. Di sinilah letak masalahnnya. Istilah pemimpin dan imam memposisikan laki-laki lebih superior. Imam dalam pandangan masyarakat awam adalah mengatur, melarang, mengendalikan, dan rangkaian pekerjaan dominatif lainnya terhadap orang yang berada di bawahnya.
Karena itulah, tidak heran jika persoalan KDRT adalah bagian dari cara suami memperlakukan diri sebagai pemimpin. Bukan kekerasan yang dilakukan dalam persepsinya tetapi bagian dari cara dia memaknai pemimpin yang mengatur, mengendalikan, dan mengontrol. Banyak sekali korban KDRT yang masih tidak melapor karena takut atau karena pemahaman ini.
Di sinilah perlu diperbaiki tentang istilah suami sebagai pemimpin. Al-Quran dalam membicarakan relasi laki-laki dan perempuan ini tidak sedang mendudukan laki-laki sebagai pemimpin atau imam yang mutlak. Al-Quran menggunakan kata Qawwamuna dengan kata sifat yang menurut Imam Al-Qurtubi sifat pekerjaan yang bertanggjawab dengan penuh kesungguhan.
Dari sini bisa dipahami bahwa Qawwamuna adalah suatu sifat pekerjaan yang membebani amanah laki-laki terhadap perempuan, bukan berbicara tentang kelebihan laki-laki terhadap perempuan. Ada tanggungjawab yang harus dipenuhi yang salah satunya disebutkan Al-Quran menafkahi.
Panduan Islam Menjadi Imam yang Baik dalam Keluarga
Karena laki-laki atau suami menjadi orang yang dipercayai untuk mengatur karena mempunyai kelebihan tanggungjawab, maka kewajiban penanggungjawab mendapatkan porsi yang besar. Sayangnya, dalam ceramah-ceramah walimah dan resepsi pernikahan yang lebih banyak ditampilkan adalah persoalan hak suami dan kewajiban seorang istri. Mestinya, dalam konteks ini, yang perlu banyak diurai adalah kewajiban dan tanggungawab pemimpin.
Islam datang dengan memberikan panduan dan pedoman bagaimana menjadi imam yang baik dalam keluarga. Karena itulah, Rasulullah banyak memberikan panduan dalam menjadi imam dalam keluarga yang sayangnya banyak sekali tidak dibicarakan bagi suami.
Misalnya Rasulullah menegaskan bahwa yang terbaik di antara kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya. Lalu dalam haji wada’ ada bagian pesan terakhir Rasulullah yang menjadi konsen dalam membina rumah tangga. Pesan tersebut : “Bertaqwalah kepada Alloh dalam urusan perempuan sebab kalian (para suami) telah membawa mereka (para istri) dengan suatu amanah dari Alloh dan telah dihalalkan bagi kalian kehormatan mereka dengan kalimat Alloh. Sungguh, bagi kalian, ada hak – hak yang harus dipenuhi istri. Para istri pun memiliki hak atas kalian.” (Misykat 36 : 46).
Persisnya adalah pemimpin yang baik adalah jika memperlakukan mereka yang dalam tanggungjawabnya dengan cara baik. Perlu ditegaskan relasi pemimpin dalam rumah tangga adalah bukan bawahan dan atasan, tetapi relasi tanggungjawab dan yang dipertanggungjawabkan. Karena itulah, dalam Al-Quran Allah : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.
Pertaannya, jika suami hanya menghadirkan neraka di rumah tangga dengan pertengkaran, kebencian, memukul, berbuat kasar dan sering memperlakukan istrinya semena-mena, bagaimana suami akan ingat terhadap kewajiban dan tanggungjawabnya dari neraka akhirat?
Khusus bagi para korban KDRT atau yang sedang mengalami kekerasan serupa tetapi tidak pernah berani, yakinlah dalam dirimu bahwa suami yang sering melakukan KDRT bukan pemimpin yang baik dan bertanggungjawab. Jangan pernah menerima perlakuan KDRT sebagai bagian dari penerimaan dan kepasrahan sebagai bentuk ketaatan.
Islam mengajarkan kewajiban kepada suami untuk menggauli istri dengan cara baik. Jika itu dilanggar berarti seorang pemimpin telah melanggar ajaran Islam yang tidak harus dipatuhi oleh istri.