Di masa mudanya, Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam tidak memiliki pekerjaan tetap. Namun banyak riwayat menyebutkan bahwa beliau bekerja sebagai penggembala kambing di perkampungan Bani Saad.
Selain itu terdapat pula riwayat bahwa beliau menggembalakan kambing penduduk Mekkah dengan upah beberapa qirath (salah satu bentuk dinar). Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu, dari Nabi Shallallahualaihi Wasallam bahwa beliau bersabda:
. : :
“Tidaklah seorang Nabi diutus melainkan ia menggembala kambing”. para sahabat bertanya, “apakah engkau juga?”. Beliau menjawab, “iya, dahulu aku menggembala kambing penduduk Mekkah dengan upah beberapa qirath” (HR. Al Bukhari, no. 2262)
Selain itu disebutkan juga bahwa ketika berusia 25 tahun, beliau pergi berdagang ke negeri Syam dengan membawa modal dari Khadijah radhiallahuanha yang ketika itu belum menjadi istri beliau.
Ibnu Ishaq berkata: “Khadijah binti Khuwailid ketika itu adalah pengusaha wanita yang memiliki banyak harta dan juga kedudukan terhormat. Ia mempekerjakan orang-orang untuk menjalankan usahanya dengan sistem mudharabah (bagi hasil) sehingga para pekerjanya pun mendapat keuntungan.
Ketika itu pula, kaum Quraisy dikenal sebagai kaum pedagang. Tatkala Khadijah mendengar tentang Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam (yang ketika itu belum diutus menjadi Rasul, pent.) mengenai kejujuran lisannya, sifat amanahnya dan kemuliaan akhlaknya, maka ia pun mengutus orang untuk menemui Rasulullah. Khadijah menawarkan beliau untuk menjual barang-barangnya ke negeri Syam, didampingi seorang pemuda budaknya Khadijah yang bernama Maisarah. Khadijah pun memberi imbalan istimewa kepada beliau yang tidak diberikan kepada para pedagangnya yang lain.
Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam pun menerima tawaran itu dan lalu berangkat dengan barang dagangan Khadijah bersama budaknya yaitu Maisarah sampai ke negeri Syam” (Sirah Ibnu Hisyam, 187 188, dinukil dari Ar Rahiqul Makhtum, 1/51). [ ]
Sumber:Ar Rahiqul Makhtum, 1/50-51, Syaikh Shafiyyurrahman Al Mubarakfuri
Shahih As Sirah An Nabawiyah, hal. 38, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani