Para ulama menitik beratkan cuaca dan musim kemarau sebagai kuasa Dzat Pencipta yang cukup diimani dan disikapi sebagai ayat kauniyyah berupa iradah-Nya, wajib diterima dengan penuh tafakkur
PARA ilmuwan mengatakan, tahun 2023 ini merupakan tahun terpanas secara global. Ada banyak pandangan, terkait fenomena alam yang belakangan ini dirasakan secara langsung penduduk bumi, El Nino yang dianggap salah satu faktor.
El Nino berasal dari bahasa Spanyol [yang artinya anak laki-laki], kemudian digunakan untuk menandai kondisi arus laut hangat tahunan, yang mengalir ke arah selatan di sepanjang pesisir Peru dan Ekuador saat menjelang Natal. Kondisi yang muncul berabad-abad lalu itu dinamakan El Nino de Navidad oleh para nelayan Peru.
Menghangatnya perairan di Amerika Selatan itu ternyata berkaitan dengan anomali pemanasan lautan yang lebih luas di Samudera Pasifik bagian Timur, bahkan dapat mencapai garis batas penanggalan internasional di Pasifik Tengah.
Dalam kondisi yang berbeda, terjadi anomali pendinginan lautan di Samudera Pasifik bagian Timur dan Tengah yang dinamai La Nina [dalam bahasa Spanyol artinya Si Gadis].
Karenanya, di antara Stasiun Klimatologi ada yang mendefinisikan bahwa El Nino sebagai fenomena pemanasan Suhu Muka Laut (SML) di atas kondisi normalnya, yang terjadi di Samudera Pasifik bagian Tengah. Sedangkan La Nina adalah fenomena kebalikannya, yakni Suhu Muka Laut (SML) di Samudera Pasifik bagian Tengah mengalami pendinginan di bawah kondisi normalnya.
Terlepas dari semua itu, para ulama lebih menitik beratkan bahwa cuaca dan musim merupakan kuasa Dzat Pencipta yang cukup diimani dan disikapi sebagai ayat kauniyyah berupa iradah-Nya.
Suhu panas atau suhu dingin, musim kemarau atau musim penghujan, merupakan keadaan yang wajib diterima adanya dengan penuh tafakkur. Karenanya, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab menulis bab tersendiri terkait “Larangan Memaki Cuaca [ad-dahr]” dalam bukunya Kitaabut Tauhiid.
Kemarau di Masa Lampau
Jauh sebelum manusia mengetahui “Ilmu Prakiraan Cuaca”, Al-Quran berkisah tentang Nabiyullaah Yusuf ‘alaihis salaam yang diberikan anugerah mampu mentakwil mimpi Sang Raja Mesir terkait kemungkinan terjadinya kemarau panjang yang akan dialami.
Hal ini diisyaratkan dalam kalam-Nya:
يُوسُفُ أَيُّهَا ٱلصِّدِّيقُ أَفْتِنَا فِى سَبْعِ بَقَرَٰتٍ سِمَانٍ يَأْكُلُهُنَّ سَبْعٌ عِجَافٌ وَسَبْعِ سُنۢبُلَٰتٍ خُضْرٍ وَأُخَرَ يَابِسَٰتٍ لَّعَلِّىٓ أَرْجِعُ إِلَى ٱلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَعْلَمُونَ
“[Setelah pelayan itu berjumpa dengan Yusuf dia berseru]: “Yusuf, hai orang yang amat dipercaya, terangkanlah kepada kami tentang tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk yang dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir [gandum] yang hijau dan [tujuh] lainnya yang kering agar aku kembali kepada orang-orang itu, agar mereka mengetahuinya.” (QS. Yusuf/ 12: 46).
“Yusuf berkata:
قَالَ تَزْرَعُونَ سَبْعَ سِنِينَ دَأَبًا فَمَا حَصَدتُّمْ فَذَرُوهُ فِى سُنۢبُلِهِۦٓ إِلَّا قَلِيلًا مِّمَّا تَأْكُلُونَ
“Supaya kamu bertanam tujuh tahun [lamanya] sebagaimana biasa; maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan.” (QS. Yusuf/ 12: 47).
ثُمَّ يَأْتِى مِنۢ بَعْدِ ذَٰلِكَ سَبْعٌ شِدَادٌ يَأْكُلْنَ مَا قَدَّمْتُمْ لَهُنَّ إِلَّا قَلِيلًا مِّمَّا تُحْصِنُونَ
“Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya [tahun sulit], kecuali sedikit dari [bibit gandum] yang kamu simpan.” (QS: Yusuf/ 12: 48)
ثُمَّ يَأْتِى مِنۢ بَعْدِ ذَٰلِكَ عَامٌ فِيهِ يُغَاثُ ٱلنَّاسُ وَفِيهِ يَعْصِرُونَ
“Kemudian setelah itu akan datang tahun yang padanya manusia diberi hujan [dengan cukup] dan di masa itu mereka memeras anggur.” (QS. Yusuf/ 12: 49).
Rasulullah ﷺ sebagaimana diceritakan sahabat Anas bin Malik radhiyallaahu ’anh:
أن رجلا دخل المسجد يوم الجمعة، من باب كان نحو دار القضاء، ورسول الله صلى الله عليه وسلم قائم يخطب، فاستقبل رسول الله صلى الله عليه وسلم قائما، ثم قال: يا رسول الله، هلكت الأموال وانقطعت السبل، فادع الله يغثنا. فرفع رسول الله صلى الله عليه وسلم يديه، ثم قال: اللهم أغثنا، اللهم أغثنا، اللهم أغثنا. قال أنس: ولا والله، ما نرى في السماء من سحاب، ولا قزعة، وما بيننا وبين سلع من بيت ولا دار. قال: فطلعت من ورائه سحابة مثل الترس، فلما توسطت السماء انتشرت ثم أمطرت. فلا والله ما رأينا الشمس ستا
“Seorang lelaki memasuki masjid pada hari jum’at melalui pintu yang searah dengan Daarul Qadha. Ketika itu Rasulullah ﷺ sedang berkhutbah dengan posisi berdiri. Lelaki tadi berkata: ‘Wahai Rasulullah, harta-harta telah binasa dan jalan-jalan terputus [banyak orang kelaparan dan kehausan]. Mintalah kepada Allah agar menurunkan hujan!’. Rasulullah ﷺ lalu mengangkat kedua tangannya dan mengucapkan: Allahumma aghitsna [3x]. Anas berkata: ‘Demi Allah, sebelum itu kami tidak melihat sedikit pun awan tebal maupun yang tipis. Awan-awan juga tidak ada di antara tempat kami, di bukit, rumah-rumah atau satu bangunan pun”. Anas berkata, “Tapi tiba-tiba dari bukit tampaklah awan bagaikan perisai. Ketika sudah membumbung sampai ke tengah langit, awan pun menyebar dan hujan pun turun”. Anas melanjutkan, “Demi Allah, sungguh kami tidak melihat matahari selama enam hari.” (HR. Bukhari no.1014, Muslim no.897).
Istighfar dan Berkah Hujan
Turunnya keberkahan hujan, juga berkaitan dengan permohonan ampun [istighfaar] manusia kepada Pencipta-nya. Isyarat ini ditunjukkan sebagaimana halnya Nabiyullaah Nuh ‘alaihis salaam kepada kaumnya.
فَقُلْتُ ٱسْتَغْفِرُوا۟ رَبَّكُمْ إِنَّهُۥ كَانَ غَفَّارًا
“Maka aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun.” (QS. Nuh/ 71: 10)
يُرْسِلِ ٱلسَّمَآءَ عَلَيْكُم مِّدْرَارًا
“Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat.” (QS. Nuh/ 71: 11)
وَيُمْدِدْكُم بِأَمْوَٰلٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّٰتٍ وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَٰرًا
“Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan [pula di dalamnya] untukmu sungai-sungai.” (QS. Nuh/ 71: 12).
Adapun permohonan ampun ini, bisa dilakukan dengan sekadar memanjatkan do’a di mimbar-mimbar khutbah bagi para imam dan khatib, atau berdo’a sendirian dengan cara-cara yang disunnahkan [istighatsah], bahkan shalat minta hujan [istisqa’] apabila telah memenuhi persyaratan dan alasan mengapa shalat khusus ini harus diselenggarakan.
Penyebab Kekeringan
Rasulullah ﷺ menuturkan dalam sabdanya, bahwa di antara sebab Allah ‘azza wa jalla menguji hamba-Nya dengan kekeringan atau kemarau panjang, adalah bertalian dengan sikap hamba terhadap Rabb-nya yang kurang memperlihatkan sikap penghambaannya, yakni senang menahan harta kekayaan yang menjadi hak orang lain.
ولم يَمْنعوا زكاة أموالهم إلا مُنعوا القطرَ من السماء، ولولا البهائمُ لم يُمطروا
“ … Ketika orang-orang enggan membayar zakat, air hujan akan ditahan dari langit. Andaikan bukan karena hewan-hewan ternak, niscaya hujan tidak akan pernah diturunkan …” (HR. Ibnu Maajah)
Hati jangan ikut Kering
Dengan sepenuh kelapangan untuk menerima keadaan, semoga kemarau panjang tidak membuat batin kita ikut terguncang dan hati kita turut menjadi kering kerontang.
Rasulullaah ﷺ senantiasa membimbing jiwa agar tetap hidup damai dan penuh iman dalam menghadapi segala keadaan. Abu Sa’id al-Khudri radhiyallaahu ‘anh pernah berkisah, bahwa sang Rasul panutan pernah mengajarkan do’a kepada seorang shahabat bernama Abu Umaamah radhiyallaahu ‘anh yang sedang dilanda kebingungan dan kecemasan dengan do’a berikut:
اللهم إني أعوذُ بكَ منَ الهمِّ والحزَنِ، وأعوذُ بكَ منَ العجزِ والكسلِ، وأعوذُ بكَ منَ الجُبنِ والبخلِ؛ وأعوذُ بكَ مِن غلبةِ الدَّينِ وقهرِ الرجالِ
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kegundahan dan kesedihan, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan dan kemalasan, aku berlindung kepada-Mu dari sifat penakut dan bakhil, aku berlindung kepada-Mu dari terlilit hutang dan intimidasi dari orang lain.” (Lihat: Jaami’us Shagier, no 2864, dari Abu Sa’id al-Khudriy radhiyallaahu ‘anh).*/ Teten Romly Qomaruddin, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia