Kematian itu Sunatullah, Jangan Takut

BENARKAH manusia takut mati? Sepertinya memang banyak di antara kita yang merasa takut dan khawatir dengan yang namanya kematian. Jika asumsi ini benar, pertanyaannya adalah mengapa manusia takut mati?

Ketakutan manusia terhadap kematian karena, pertama, kurang atau tidak adanya pengetahuan tentang mati. Keadaan mati dan hidup sesudah mati dianggap gelap, sehingga kematian berarti menempuh tempat yang gelap gulita. Semua orang takut menempuh tempat gelap dan tidak diketahuinya.

Bisa juga karena pengetahuannya belum lengkap tentang kematian, seperti yang banyak dialami oleh kita saat ini. Selama ini yang kita ketahui bahwa kematian itu sangat sakit rasanya. Malaikat datang kepada kita dalam bentuk yang mengerikan, dan seterusnya.

Gambaran seperti ini mungkin besar terjadi bagi orang yang tidak mengakui keberadaan Tuhan. Akan tetapi bagi seorang muslim yang taat, kematian merupakan peristiwa yang menyenangkan dan penuh dengan ketenteraman.

Kedua, karena dosa dan kesalahan yang sudah bertumpuk. Takut disiksa karena perbuatan jahatnya itu.

Pada saat masih kuliah S1 di Ciputat, Jakarta selatan, penulis pernah mengalami mimpi saat-saat menjelang akan dicabut nyawa. Saya sudah terbaring di atas kasur dengan selimut yang menutupi badan saya. Keluarga saya sudah berkumpul di dekat pembaringan saya.

Kemudian, entah dari mana munculnya, datang sejumlah orang yang berpakaian serba putih bersih hendak menghampiri saya. Saya menatapnya. Ketika orang-orang ini sudah semakin dekat dengan saya, tiba-tiba saya menjadi sangat khawatir dan takut.

Saat itu, terbayang dalam pikiran saya setiap kesalahan, dan saya berkata, “Tuhan jangan ambil nyawa saya saat ini, sebab saya belum siap, saya tidak akan selamat.” Demikian pinta saya saat itu dengan rasa ketakutan yang amat sangat takut. Saya takut terhadap siksa Tuhan kepada saya.

Tiba-tiba saya pun terbangun. “Terima kasih Tuhan. Ini semua hanya mimpi,” batin saya.

Dalam al-Quran dijelaskan bahwa ada hamba-hamba Allah yang tidak merasa takut dengan kematian, melainkan rindu. Ruh yang merindukan kehidupan abadi dan kesenangan yang hakiki. Di antara mereka adalah Yusuf dan Ibrahim.

Kerinduan Nabi Yusuf a.s. tergambar dalam bunyi ayat ini: “Ya Tuhanku, sesungguhnya engkau sudah beri kepadaku kerajaan (kekuasaan) dan telah ajarkan kepadaku akan takwil mimpi, hai Tuhan yang menciptakan langit dan bumi, Engkaulah penjagaku di dunia dan akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan seorang muslim, dan hubungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh.” (QS.Yusuf: 101).

Demikian juga kerinduan Nabi Ibrahim a.s, “Ya Tuhanku, berilah kepadaku hukum dan hubungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh. Jadikanlah bagiku lidah kebenaran bagi orang-orang yang datang kemudian, jadikanlah aku termaksud orang-orang yang mewarisi surga yang penuh nikmat itu.” (QS. Al-Syura: 73-75).

Tidak takut dengan kematian bukan berarti memohon kepada Tuhan agar Dia segera mencabut nyawa kita. Diriwayatkan dari Anas r.a., Rasulullah Shalallaahu ‘Alahi Wasallam bersabda, “Janganlah seseorang mengharap-harapkan kematian karena ditimpa sesuatu kesusahan. Kalau ia, tidak boleh tidak atau terpaksa, hendaklah berkata. “Wahai Allah, panjangkanlah umurku kalau hidup itu lebih baik bagiku, dan matikanlah aku jika mati itu lebih baik bagiku.”

Tidak takut dengan kematian adalah tuntutan agama karena manusia tidak boleh menentang hukum Tuhan. Kematian adalah sunnatullah. Jika rasa takut seseorang karena sebab dosa dan kesalahan, maka sebaliknya segera memperbaiki diri. Kembali kepada jalan Tuhan dan menjalankan hidup sesuai aturan-Nya, sehingga akan memberikan ketenteraman hati dan keyakinan akan cinta-Nya kepada kita.*/Muhammad Zul Arifin (dikutip dari buku Rindu Kematian Cara Meraih Kematian yang Indah, oleh Ustadz Muhammad Arifin Ilham).

 

sumber:Hidayatullah