Kenapa Kalian Takut Mati?

Datang seorang lelaki kepada sahabat Nabi yang bernama Abu Dzar Al-ghifari. Ia pun bertanya, “Wahai Abu Dzar, kenapa kami takut mati?”

Abu Dzar menjawab, “Karena kalian memakmurkan (bangunan) di dunia dan meruntuhkan (bangunan) kalian di akhirat. Bagaimana kalian akan senang untuk berpindah dari (bangunan) yang makmur menuju (bangunan) yang runtuh?”

“Bagaimana pandanganmu tentang pertemuan kita dengan Allah?” tanya lelaki itu.”Adapun seorang yang berbuat baik maka ia seperti orang hilang yang kembali kepada keluarganya. Sementara orang yang berbuat buruk maka ia seperti budak yang kabur kemudian dikembalikan kepada majikannya.” jawabnya.

Lelaki ini kembali bertanya, “Lalu bagaimana pendapatmu tentang nasib kita di sisi Allah swt?”

Abu Dzar ini pun menjawab, “Periksalah amal-amal kalian dalam Al-Quran, Allah Berfirman “Sesungguhnya orang-orang yang berbakti benar-benar berada dalam (surga yang penuh) kenikmatan, dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar berada dalam neraka.” (QS.Al-Infithar:13-14)

“Lalu dimana rahmat Allah?” kata lelaki itu.

Abu Dzar pun menjawab dengan satu ayat,”Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan.” (QS.Al-Araf:56)

Mari kita koreksi diri masing-masing. Sampai kapan kita akan fokus untuk memakmurkan kehidupan dunia dan melupakan kehidupan di akhirat? Sampai kapan kita akan membangun rumah dengan megah dan melupakan tempat tinggal abadi kita nanti?

Ingat ! Semua manusia akan berpindah. Tak seorang pun yang akan tinggal di kehidupan sementara ini. Dan kita pun sedang menunggu.

Makmurkan rumah di akhirat tapi jangan lupakan kehidupan dunia. Mulailah membangun rumah abadi kita dengan kebaikan dan ibadah. Jadikan rumah kita disana lebih makmur dari bangunan-bangunan dunia.

“Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah Dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia.” (Al-Qashas:77)

Sehingga kita tak lagi takut dengan kematian tapi malah merindukan perjumpaan dengan Allah swt. Seperti orang hilang yang rindu berjumpa kembali dengan keluarganya.

Semoga kita termasuk orang-orang yang tersenyum di Hari Perhitungan kelak.[] ]

Sumber : 300 Qisshoh wa Mauqif

INILAH MOZAIK

Kematian itu Sunatullah, Jangan Takut

BENARKAH manusia takut mati? Sepertinya memang banyak di antara kita yang merasa takut dan khawatir dengan yang namanya kematian. Jika asumsi ini benar, pertanyaannya adalah mengapa manusia takut mati?

Ketakutan manusia terhadap kematian karena, pertama, kurang atau tidak adanya pengetahuan tentang mati. Keadaan mati dan hidup sesudah mati dianggap gelap, sehingga kematian berarti menempuh tempat yang gelap gulita. Semua orang takut menempuh tempat gelap dan tidak diketahuinya.

Bisa juga karena pengetahuannya belum lengkap tentang kematian, seperti yang banyak dialami oleh kita saat ini. Selama ini yang kita ketahui bahwa kematian itu sangat sakit rasanya. Malaikat datang kepada kita dalam bentuk yang mengerikan, dan seterusnya.

Gambaran seperti ini mungkin besar terjadi bagi orang yang tidak mengakui keberadaan Tuhan. Akan tetapi bagi seorang muslim yang taat, kematian merupakan peristiwa yang menyenangkan dan penuh dengan ketenteraman.

Kedua, karena dosa dan kesalahan yang sudah bertumpuk. Takut disiksa karena perbuatan jahatnya itu.

Pada saat masih kuliah S1 di Ciputat, Jakarta selatan, penulis pernah mengalami mimpi saat-saat menjelang akan dicabut nyawa. Saya sudah terbaring di atas kasur dengan selimut yang menutupi badan saya. Keluarga saya sudah berkumpul di dekat pembaringan saya.

Kemudian, entah dari mana munculnya, datang sejumlah orang yang berpakaian serba putih bersih hendak menghampiri saya. Saya menatapnya. Ketika orang-orang ini sudah semakin dekat dengan saya, tiba-tiba saya menjadi sangat khawatir dan takut.

Saat itu, terbayang dalam pikiran saya setiap kesalahan, dan saya berkata, “Tuhan jangan ambil nyawa saya saat ini, sebab saya belum siap, saya tidak akan selamat.” Demikian pinta saya saat itu dengan rasa ketakutan yang amat sangat takut. Saya takut terhadap siksa Tuhan kepada saya.

Tiba-tiba saya pun terbangun. “Terima kasih Tuhan. Ini semua hanya mimpi,” batin saya.

Dalam al-Quran dijelaskan bahwa ada hamba-hamba Allah yang tidak merasa takut dengan kematian, melainkan rindu. Ruh yang merindukan kehidupan abadi dan kesenangan yang hakiki. Di antara mereka adalah Yusuf dan Ibrahim.

Kerinduan Nabi Yusuf a.s. tergambar dalam bunyi ayat ini: “Ya Tuhanku, sesungguhnya engkau sudah beri kepadaku kerajaan (kekuasaan) dan telah ajarkan kepadaku akan takwil mimpi, hai Tuhan yang menciptakan langit dan bumi, Engkaulah penjagaku di dunia dan akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan seorang muslim, dan hubungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh.” (QS.Yusuf: 101).

Demikian juga kerinduan Nabi Ibrahim a.s, “Ya Tuhanku, berilah kepadaku hukum dan hubungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh. Jadikanlah bagiku lidah kebenaran bagi orang-orang yang datang kemudian, jadikanlah aku termaksud orang-orang yang mewarisi surga yang penuh nikmat itu.” (QS. Al-Syura: 73-75).

Tidak takut dengan kematian bukan berarti memohon kepada Tuhan agar Dia segera mencabut nyawa kita. Diriwayatkan dari Anas r.a., Rasulullah Shalallaahu ‘Alahi Wasallam bersabda, “Janganlah seseorang mengharap-harapkan kematian karena ditimpa sesuatu kesusahan. Kalau ia, tidak boleh tidak atau terpaksa, hendaklah berkata. “Wahai Allah, panjangkanlah umurku kalau hidup itu lebih baik bagiku, dan matikanlah aku jika mati itu lebih baik bagiku.”

Tidak takut dengan kematian adalah tuntutan agama karena manusia tidak boleh menentang hukum Tuhan. Kematian adalah sunnatullah. Jika rasa takut seseorang karena sebab dosa dan kesalahan, maka sebaliknya segera memperbaiki diri. Kembali kepada jalan Tuhan dan menjalankan hidup sesuai aturan-Nya, sehingga akan memberikan ketenteraman hati dan keyakinan akan cinta-Nya kepada kita.*/Muhammad Zul Arifin (dikutip dari buku Rindu Kematian Cara Meraih Kematian yang Indah, oleh Ustadz Muhammad Arifin Ilham).

 

sumber:Hidayatullah

Ciri Penyakit Cinta Dunia

ALHAMDULILLAH. Segala puji hanya milik Allah Swt, Dzat Yang Maha Sempurna dalam menciptakan dan mengurus segala ciptaan-Nya. Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada-Nya kita akan kembali. Sholawat dan salam semoga selalu terlimpah kepada baginda nabi Muhammad Saw.

Saudaraku, ciri-ciri penyakit cinta dunia di antaranya yang pertama,dilanda kebingungan yang tiada ujung. Ia sibuk memikirkan makhluk atau ciptaan, sedangkan ia lupa kepada Dzat Yang Maha Pencipta, sehingga bingunglah ia.

Ia bingung mengurus anak, bingung mengurus rumahtangga, bingung mengurus kerjaan. Baru bangun tidur pagi-pagi sudah bingung memikirkan hal-hal itu. Padahal jika yang ia pikirkan adalah Allah, kemudian ia berdoa di pagi hari, maka akan tenanglah hatinya.

Kedua, diperbudak kesibukan. Ada orang yang andaipun jatah waktunya ditambah dari 24 jam menjadi 36 jam, tetap saja sibuk seperti tak pernah reda. Mau tilawah Al Quran seperti tak ada waktu. Sholat juga ditunda-tunda, kalaupun terlaksana akan kilat terburu-buru. Sedangkan pekerjaannya seperti tak beres-beres. Mengapa? Karena ia tidak diberi petunjuk oleh Allah Swt.

Nabi Muhammad Saw adalah orang yang sangat sibuk, banyak sekali urusan-urusan besar yang harus beliau kerjakan. Namun, semuanya beres dan beliau tetap dalam keadaan tenang menunaikan ibadah secara khusyu dan tumaninah. Kuncinya adalah petunjuk Allah yang membuat setiap gerakan dan ucapan menjadi sangat efektif. Maka, kita perlu senantiasa mendahulukan Allah di atas segala-galanya agar kita dibimbing oleh-Nya.

Ketiga, kebutuhan yang tiada pernah tercukupi. Ada orang yang punya uang berapapun, sebanyak apapun, tetap saja kurang. Punya kambing 99 ekor, tetap gelisah memikirkan kambing tetangga yang satu ekor karena ingin punya 100 ekor. Begitu seterusnya. Padahal Allah Swt. berfirman, “..Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.”(QS. Ath Tholaq [65] : 3)

Maka, kebutuhan kita terpenuhi bukan karena kita kaya raya, bukan karena kita banyak uang sehingga bisa membeli apa saja, namun karena Allah-lah yang mencukupi kita. Kuncinya bukanlah pada banyaknya harta, tapi pada tawakal kita kepada Allah Swt.

Keempat,panjang angan-angan, terus-menerus memikirkan apa yang tidak ada. Orang yang cinta dunia juga tidak pernah merasa puas atas apa yang dimilikinya. Baru saja punya mobil baru, sudah memikirkan model apa lagi yang akan keluar dan ingin membelinya. Padahal mobil yang baru dibeli juga baru dimulai cicilannya. Akhirnya, orang yang demikian menjadi jauh dari sikap syukur, yang terjadi malah terjerumus pada sikap kufur.

Demikianlah saudaraku, empat ciri dari penyakit cinta dunia. Bukan tidak boleh kita menguasai hal-hal yang duniawi, karena Allah menyediakan dunia seisinya adalah untuk kita kelola. Akan tetapi yang tidak boleh adalah jika duniawi ini membuat kita lupa pada Allah Swt., Dzat Yang Maha Kuasa yang telah menitipkannya kepada kita.

Apa saja yang kita miliki adalah sarana untuk semakin mengenal dan mendekatkan diri kita kepada Allah Swt. Semoga kita jauh dari penyakit cinta dunia. [*]

 

 

sumber:Mozaik Islam