Kemudahan bagi Umat Nabi Muhammad dalam Beragama

Kemudahan bagi Umat Nabi Muhammad dalam Beragama

Dalam jurnal yang ditulis oleh Rabiatul Adawiyah (Adawiyah, 2019:129) Islam dicirikan sebagai agama yang memiliki sifat universal, dinamis, dan humanis. Islam juga dipercaya sebagai agama yang akan kekal sepanjang waktu. Islam tidak hanya diperuntukkan kepada suatu kelompok atau wilayah saja, melainkan ajaran Islam untuk seluruh umat manusia yang berada di alam semesta ini. Islam juga memberikan kemudahan bagi umat Nabi Muhammad dalam beragama.

Dalam uraian yang lain juga disebutkan bahwa Islam is Not Only for Muslim (Islam bukan hanya untuk umat Islam semata), yang terakhir bahkan menjadi judul buku yang ditulis oleh tokoh Islam di Indonesia, KH. Ali Mustafa Yaqub (1952-2016), yang isinya mengandung uraian-uraian bahwa ajaran Islam memiliki spektrum yang luas, yang bukan hanya berisi seruan agar orang lain menikmati Indahnya agama ini, lebih dari itu, ajaran-ajaran yang dikandung Islam mampu diterapkan oleh siapapun yang menginginkan mewujudkan luhurnya peradaban.

Termasuk di antara ciri khas agama Islam adalah karakternya yang mudah untuk dipraktikkan dalam keseharian dan tidak memberatkan.

Dalam hadis yang diriwayatkan Imam al-Bukhari disebutkan oleh Abu Hurairah ra, bahwasanya Rasulullah Saw bersabda,

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلَّا غَلَبَهُ فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَأَبْشِرُوا وَاسْتَعِينُوا بِالْغَدْوَةِ وَالرَّوْحَةِ وَشَيْءٍ مِنْ الدُّلْجَةِ

“Dari Abu Hurairah radiyallahu anhu, dari Rasulullah Saw bahwasanya beliau bersabda : Sesungguhnya agama itu mudah dan tidaklah seseorang mempersulit agama kecuali dia akan dikalahkan (semakin berat dan sulit). Maka berlaku luruslah kalian, mendekatlah (kepada yang benar) dan berilah kabar gembira, manfaatkanlah (untuk memohon pertolongan) pada pagi dan sebagian dari malam hari.”

Dalam satu bukunya yang berjudul Khasaish al-Ummat al-Muhammadiyyah (Kekhususan-kekhususan umat nabi Muhammad), Syaikh al-Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliky menjelaskan bahwa di antara kekhususan yang diberikan oleh Allah kepada kita umat Islam adalah ditiadakannya unsur-unsur yang memberatkan dalam beragama. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt.,

“(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi (tidak bisa baca tulis) yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada pada mereka, yang menyuruh mereka berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan yang menghalalkan segala yang baik bagi mereka dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka, dan membebaskan beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka..” (Al-A’raf : 157)

Sayyid Alawi al-Maliky al-Makky memberikan beberapa contoh yang menjadi kekhususan agama Islam dibanding ajaran agama-agama sebelumnya, yang keseluruhnya merupakan bukti peringanan dari syariat-syariat sebelumnya.

Yang pertama adalah dihapuskannya syariat pemotongan baju atau barang yang dikenai najis. Umat-umat terdahulu, manakala pakaian mereka terkena najis, kendati disengaja atau tidak disengaja, maka mereka akan memotongnya dan membersihkannya. Hal ini sebagaimana dinarasikan dalam hadis riwayat Abu Daud bahwasanya Rasulullah Saw menceritakan,

كانوا إذا أصابهم البول قطعوا ما أصابه البول منهم

“Manakala pakaian mereka dikenai air kencing, maka mereka akan memotong bagian yang dikenai najis tersebut.”

Sedangkan jika umat Nabi Muhammad (baca: umat Islam) terkena najis maka cukup dibasuh dan dibersihkan bagian yang kena najis saja, baik itu yang terkena pakaian atau yang lain.

Yang kedua adalah penghapusan aturan dikucilkannya orang yang sedang haid. Hal ini terjadi pada umat Yahudi di mana apabila perempuan-perempuan dari kalangan mereka mengalami haid maka mereka tidak akan mengajaknya makan, tidak mengajaknya berinteraksi, bahkan menjauhi mereka dengan ditinggalkan di rumah secara sendirian. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadis shahih riwayat Imam Muslim dan Ahmad.

عن أنس -رضي الله عنه-: أن اليَهُود كانوا إذا حَاضَت المرأة فيهم لم يؤَاكِلُوها، ولم يُجَامِعُوهُن في البيوت فسأل أصحاب النبي -صلى الله عليه وسلم- النبي -صلى الله عليه وسلم- فأنزل الله تعالى: {ويسألونك عن المحيض قل هو أذى فاعتزلوا النساء في المحيض} [البقرة: 222] إلى آخر الآية، فقال رسول الله -صلى الله عليه وسلم-: «اصْنَعُوا كلَّ شيء إلا النكاح»

”Dari Anas radiyallahu anhu bahwasanya dahulu jika perempuan dari kalangan Yahudi mengalami haid maka mereka tidak akan mengajaknya makan dan tidak akan menggaulinya di rumah. Kemudia para sahabat bertanya kepada Nabi Saw mengenai hal ini, maka turunlah ayat (Dan mereka bertanya kepadamu tentang haid, maka katakanlah bahwa haid itu merupakan penyakit, maka jauhilah mereka selagi mereka dalam kondisi haid). Maka kemudian Rasulullah Saw bersabda, “Lakukan segala sesuatu (pada isteri-isterimu) kecuali nikah (yakni berhubungan intim.”

Sedangkan dalam Islam jika ada perempuan yang mengalami haid maka diperbolehkan bagi seorang suami untuk berinteraksi terhadapnya, mengajaknya makan dan santai-santai bahkan dalam melakukan hubungan badan (asal tidak melakukan tindakan intim). Hal tersebut sebagaimana disebutkan dalam hadis yang disebutkan di awal.

Yang ketiga adalah ditiadakannya kewajiban penetapan qisash bagi seorang yang melakukan kesalahan, baik disengaja atau tidak. Jika umat sebelum Nabi Muhammad (baik itu Yahudi ataupun Nasrani) melakukan sebuah kesalahan seperti membunuh maka ia wajib dibalas dengan dibunuh juga, baik ia melakukan hal tersebut secara sengaja atau tidak. Hal ini berbeda dengan umat Islam yang melakukan kesalahan, jika ia melakukannya secara khilaf maka hanya dikenai diyat (denda atas perbuatannya) sedanhkan jika ia melakukannya secara sengaja maka ia bisa dikenakan qishosh (pembalasan dengan hal setimpal) atau bisa dikenakan diyat (denda sebagai ganti dari qishosh, hal ini jika pihak korban memaafkan pelaku).

Demikianlah, Islam dengan syariatnya, menjaga dan melindungi hak asasi manusia dan segala fitrahnya, menggabungkan antara kebutuhan basyariyah (kemanusiaan) dengan hakikat ruh dan tujuan beragama. Hal ini merupakan metode kehidupan yang agung dalam hal interaksi sosial manusia, sesuai dengan jalannya fitrah. Demikian tulis Sayyid Alawi al-Maliky al-Makky mengenai kekhususan umat Muhammad Saw.

BINCANG SYARIAH