Ada keutamaan bekerja dalam Islam. Dalam salah satu ayat Al-Quran, Allah Swt. berfirman bahwa Dia telah menakdirkan dengan menjadikan waktu siang sebagai waktu untuk mencari penghidupan dan waktu malam sebagai waktu istirahat. Rangkaian pola dasar kehidupan manusia ini disebutkan di dalam surah An-Naba’: 9-11,
وَجَعَلْنَا نَوْمَكُمْ سُبَاتًا (9) وَجَعَلْنَا اللَّيْلَ لِبَاسًا (10) وَجَعَلْنَا النَّهَارَ مَعَاشًا – 11
wa ja’alnaa nawmakum subaataa (9) wa ja’alnaa al-layla libaasaa (10) wa ja’alnaa-n-nahaara ma’aasyaa’ (11)
Dan Kami telah menjadi waktu tidur kalian sebagai (saat) istirahat) (9) (Dan Kami jadikan) waktu malam sebagai pakaian (yang menyelimuti saat istirahat) (10) Dan kami jadikan waktu siang sebagai saat (mencari) kehidupan (11).
Ayat ini adalah diantara dalil yang tegas menggambarkan siklus kehidupan manusia, salah satunya adalah bekerja untuk mencari rizki dalam menjalani kehidupan. Imam al-Ghazali dalam Ihya’ ‘Ulumuddin, kitab yang menjabarkan secara luas apa saja ajaran-ajaran dikenal sebagai tasawuf di dalam Islam, mengkhususkan satu bab tentang keutamaan bekerja dan mencari penghidupan. Ia mengumpulkan sekian riwayat dari hadis Nabi Saw. dan ucapan-ucapan ulama salaf dan orang shalih terdahulu tentang keutamaan bekerja dalam Islam.
Diantara hadis yang dikutip misalnya hadis yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, tentang keutamaan pedagang yang jujur,
pedagang yang jujur akan dikumpulkan di hari kiamat bersama para shiddiqin (orang yang senantiasa berbuat baik) dan para syuhada’.
Ada juga riwayat yang disebutkan oleh Imam at-Thabrani, tentang kisah Nabi Muhammad Saw. yang meluruskan para sahabatnya yang mempertanyakan kenapa ada seseorang yang masih muda namun sudah bergegas bekerja di pagi hari,
كان صلى الله عليه وسلم جالسا مع أصحابه ذات يوم. فنظروا إلى شاب ذي جلد وقوة وقد بكر يسعى. فقالوا: “ويح هذا! لو كان شبابه وجلده في سبيل الله! فقال صلى الله عليه وسلّم: “لا تقولوا هذا فإنه إن كان يسعى على نفسه ليكفها عن المسألة ويغنيها عن الناس فهو في سبيل الله. وإن كان يسعى على أبوين ضعيفين أو ذرية ضعاف ليغنيهم ويكفيهم فهو في سبيل الله. وإن كان يسعى تفاخرا وتكاثرا فهو في سبيل الشيطان
“Satu ketika Nabi Saw. duduk bersama para sahabatnya. Mereka lalu melihat seorang pemuda, kulitnya nampak keras dan terlihat kuat, dan ia sudah berpagi-pagi pergi bekerja. Para sahabat membicarakannya, “sayang sekali pemuda ini! andaikan masa muda dan kekuatannya digunakan di jalan Allah!” Nabi Saw. lalu bersabda: “kalian jangan berkata demikian! Jika seseorang bekerja untuk memenuhi kebutuhan dirinya maka ia berada di jalan Allah. Jika ia bekerja untuk kedua orangtua atau keturunannya yang lemah untuk kecukupan mereka, ia juga berada di jalan Allah. Dan jika ia bekerja untuk menyombongkan diri atau menumpuk-numpuk harta, maka ia sedang berada di jalan setan!”
Luqman al-Hakim, seorang bijak yang namanya diabadikan dalam Al-Quran sebagai nama salah satu surah, disebut pernah berwasiat pada anaknya,
يا بني ! استغن بالكسب الحلال عن الفقر. فإنه ما افتقر أحد إلا أصابه ثلاث خصال: رقة في دينه، وضعف في عقله، وذهاب مروءته. وأعظم من هذه الثلاث: استخفاف الناس به
wahai Anakku! cukupilah diri agar tidak fakir dengan pekerjaan yang halal. Maka sesungguhnya fakirnya seseorang menjadikan ia (berpotensi) mengalami tiga persoalan: 1) keyakinan yang rapuh; 2) akal yang lemah; 3) hilangnya harga diri. Dan yang paling parah dari tiga hal tersebut adalah: diremehkan orang-orang.