Kisah Tsumamah Masuk Islam Terpesona Akhlak Rasulullah

Kisah Tsumamah Masuk Islam Terpesona Akhlak Rasulullah

Artikel ini akan mengulik kisah Tsumamah masuk Islam karena terpesona akhlak Rasulullah. Ia adalah seorang yang terpikat akan budi pekerti dan tata cara dakwah Rasulullah yang sangat elok dan baik.

Suatu hari diceritakan dalam majelis taklim bahwa seorang murid bertanya dan mengadu kepada gurunya;

“wahai guruku, berikan aku satu kitab sehingga aku bisa berpegang padanya untuk dibaca. Bertahun-tahun saya mengaji dengan engkau, akan tetapi tidak ada kitab tertentu yang aku baca.” Sang guru pun tak kunjung menjawab, sehingga pertanyaan dan pernyataan si murid itu dibiarkan begitu saja oleh sang guru.

Merasa muridnya berada dalam kebingungan, akhirnya sang guru berkata kepada si murid, “Wahai muridku, jika benar keinginanmu untuk belajar kitab, maka belajarlah kamu untuk membaca saya. Sebagaimana para sahabat Rasulullah, mereka adalah orang-orang yang pandai membaca Nabi Muhammad Saw.” 

Kisah Tsumamah Masuk Islam 

Syahdan, dikisahkan juga ada seorang sahabat yang bernama Tsumamah bin Utsal tengah ditangkap oleh pasukan sahabat kemudian dibawa untuk menghadap Rasulullah di Madinah. Mengetahui hal itu, Rasulullah pada saat itu tersenyum dan berkata;

“wahai sahabat, apakah kalian tau dari golongan manakah dan siapakah orang yang kalian bawa ini?”. Para sahabat kemudian menjawab, “tidak ada satupun dari mereka yang mengetahuinya atau bahkan mengenalnya.”

Kemudian Rasulullah menjelaskan kepada para sahabatnya bahwa, “orang itu adalah kepala suku yang selalu memerangi kita namanya Tsumamah dari Sayyid bani Hanif.” Spontan para sahabat terkejut. “Jadi inilah buronan yang banyak mengganggu umat Islam di Madinah,” jawab para sahabat.

Pertanyaanya adalah, apakah nabi memberikan hukuman yang sangat berat setelah mengetahui yang sebenarnya? Rupanya tidak! Justru nabi memanggilnya dan bertanya, “wahai Tsumamah! Apakah kamu mau masuk Islam, atau adakah keinginan kamu untuk masuk Islam?”. Dengan tegas Tsumamah menjawab, “tidak. Saya tidak mau.” Kemudian Rasulullah berkata:

إن تقتل تقتل ذا دم، وإن تنعم تنعم على شاكر

Artinya: “Jika kamu membunuhku berarti kamu telah menumpahkan darah, namun jika kamu membebaskanku, berarti kamu telah membebaskan orang yang pandai berterima kasih.”

Akhirnya, Rasulullah kemudian dengan hikmahnya mengatakan, “kurunglah dia di dalam masjid, ikat dan jangan sampai dia bisa lolos menemukan jalan keluar.” Tentu saja, perintah nabi ini bertujuan agar Tsumamah bisa melihat kegiatan dan aktifitas Rasulullah dan para sahabatnya dari segi bersosial dengan cara mengedepankan akhlak, dakwah dengan ilmu, mendengarkan orang-orang bergerombol melantunkan ayat-ayat al-Qur’an yang langsung dipandu oleh Rasulullah.

Keesokan harinya, Tsumamah dipanggil dan ditawarkan kembali oleh Rasulullah, “wahai Tsumamah apakah kamu sudah ada niat dan keinginan untuk masuk Islam?”. Ternyata Tsumamah masih tidak ada niat untuk masuk Islam. Dengan tegasnya, ia menjawab, “tidak!”. Di hari ketiga Rasulullah mendatanginya lagi dan bertanya dengan pertanyaan yang sama, namun Tsumamah masih dengan jawaban yang sama. Akhirnya nabi kemudian membebaskannya, “baiklah hari ini kamu aku bebaskan”. 

Di hari itu Tsumamah bebas dalam keadaan belum Islam. Yang menarik, meski bebas dalam keadaan belum Islam, namun Tsumamah akhirnya mencari air untuk mandi dan membersihkan sekujur tubuhnya. Lalu ia kembali menuju ke masjid untuk menemui Rasulullah, dan mengulurkan tangannya seraya berkata: 

يارسول الله أمدد يدك فإني أشهد أن لا إله إلا الله وأنك محمد رسول الله 

Artinya: “Ya Rasulullah, ulurkan tanganmu saya sekarang masuk Islam. Dan saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan engkau Muhammad adalah utusan Allah.”

Setelah bersyahadah, Tsumamah kemudian berkata lagi, “ya Rasulullah, dulu dimuka bumi ini tidak ada wajah yang lebih saya benci dari pada wajahmu. Sekarang wajahmulah yang paling saya cintai. Dan, dulu dimuka bumi ini tidak ada kawanan yang saya benci melebihi sahabat-sahabatmu, tetapi sekarang sahabat-sahabatmu lah orang yang saya cintai.”

Pilihan untuk berserah diri ini bukanlah sebuah paksaan atau ancaman yang berakibat menghilangkan nyawa. Akan tetapi, ini benar-benar yang Islam ajarkan. Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah, kenapa Tsumamah tidak dari awal saja masuk Islam ketika berada dalam penjara?

Bahkan, justru sebaliknya, ia masuk Islam karena semenjak di penjara sering melihat akhlak dan cara Rasulullah berdakwah serta membumikan Islam di tanah Madinah. Inilah sebenarnya Islam, iman, dan mahabbah (cinta) yang tidak bisa terpisahkan. 

Bahkan, seringkali mahabbah akan semakin bertambah jika iman seseorang itu bertambah. Semakin sempurna jiwa seseorang, maka cintanya akan semakin bertambah. Dan semakin besar cinta yang dimilikinya, maka kebahagiaan dan kenikmatan yang dirasakannya akan semakin banyak.

Oleh karena itu, akhlak seseorang dapat diketahui dengan mengetahui para sahabat dan teman duduknya. Seorang penyair sufi mengatakan:

“Jika engkau berada dalam satu kaum, maka bergaullah dengan orang-orang yang terbaik. Janganlah bergaul dengan orang-orang yang tercela, sehingga engkau terjerumus ke dalam kehinaan. Janganlah bertanya tentang seseorang, tetapi bertanyalah tentang sahabatnya. Sebab, setiap orang akan mengikuti sahabatnya.”

Para sahabat nabi tidak akan mencapai kedudukan dan derajat yang tinggi setelah mereka berada dalam kegelapan jahiliyah, kecuali mereka harus bergaul kumpul dengan Rasulullah. Begitu juga, para tabi’in tidak akan meraih kemuliaan yang agung, kecuali setelah mereka bergaul dan berinteraksi dengan para sahabat nabi yang mulia.

Para ulama pewaris nabi itulah sebenarnya yang mentransformasikan agama kepada umat manusia. Ajaran agama terwujud dalam tingkah laku, kondisi, dan gerak-gerik mereka. Dan merekalah yang ditegaskan nabi dalam sabdanya: 

لا تزال طائفة من أمتي ظاهرين على الحق لا يضرهم من خذلهم حتي يأتي أمر الله وهم كذلك

Artinya: “Akan tetap ada segolongan dari umatku yang menegakkan kebenaran mereka tidak pernah terpengaruh oleh orang yang menghinakan mereka, sampai datang hari Kiamat dan mereka tetap berlaku seperti itu.” (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan Ibnu Majah). 

Fakhruddin Ar-Razi dalam tafsir Mafatih al-Ghaib, ketika menafsirkan surat al-fatihah ia menyatakan, “bab ketiga, tentang rahasia-rahasia akal yang disimpulkan dari surat al-Fatihah.

Di dalamnya terdapat tiga pokok permasalahan, permasalahan ke tiga adalah sebagian ulama mengatakan bahwa ayat, “Tunjukkanlah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepadanya; bukan (jalan) mereka yang dimurkai, dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (QS. Al-Fatihah [1]: 6-7).

Ini menunjukkan bahwa seorang murid tidak memiliki jalan untuk bisa sampai ke maqam hidayah dan mukasyafah, kecuali jika dia mengikuti mursyid-nya yang menunjukkan ke jalan lurus, serta menghindarkan dari titik-titik kesalahan dan jalan yang sesat. Sebab, kekurangan terdapat pada mayoritas manusia. Dan akal mereka tidak cukup untuk mengetahui yang benar dan membedakan yang salah.

Oleh karena itu, dibutuhkan seorang yang sempurna yang dapat diikuti oleh orang yang kurang sempurna, sehingga akal orang yang kurang sempurna dapat menjadi kuat dengan cahaya akal orang yang sempurna itu. Ketika itu, dia akan sampai ke tangga-tangga kebahagiaan dan kesempurnaan. 

Demikian kisah Tsumamah masuk Islam karena terpesona akhlak mulia Rasulullah. Wallahu a’lam bishawab.

BINCANG SYARIAH