Jeritan Ibu Muslim yang Semua Anaknya Katholik

Inilah sisi negatif nikah beda agama. Sulasih tinggal di Surabaya. Ia dikaruniai dua anak. Semuanya beragama Katholik. Padahal Sulasih Muslim. Semua anaknya mengikuti agama suaminya.

Sulasih menikah dalam usia muda. “Umur saya waktu itu 20 tahun,” katanya ditemui di rumahnya (29/11 2022). Ia bertemu suaminya di Surabaya. “Orangnya sabar. Jadi saya seperti menemukan sosok ayah,” katanya. Selisih umur mereka 17 tahun. Sejak kecil, Sulasih sudah tidak didampingi ayah karena meninggal.

Belasan tahun mengarungi bahtera rumah tanggal, Sulasih merasa baik-baik saja, meski beda agama. Masing-masing bebas menjalankan agamanya. Tidak ada usaha untuk saling menarik. “Saya tak pernah mengajak suami masuk Islam. Dia juga tidak pernah mengajak saya masuk agamanya,” kata Sulasih yang lahir di Tuban ini.

Namun belakangan Sulasih dilanda kegelisahan yang luar biasa. Ini menyangkut nasibnya kelak setelah meninggal. Suaminya sudah duluan meninggal 5 tahun lalu. Ia merasa sendiri. Ia sudah merengek-rengek kepada anak-anaknya. Tapi tak digubris?

Apa yang membuat Sulasih gelisah dan mengapa anaknya tak bisa menolongnya? Jawabannya ada di video di sini

HIDAYATULLAH

Mualaf Maxi Deeng, Eks Misionaris di Papua yang Bergelimang Harta dan Kini Memilih Islam

Mualaf Maxi Deeng merupakan mantan misionaris di Papua yang tergugah ajarah Islam

Perjalanan Maxi Christian Ludewig Deen Deeng menemukan hidayah tidaklah sebentar. 

Pria asal Manado ini memfokuskan untuk belajar ilmu agamanya di pendidikan tinggi memiliki banyak pertanyaan yang membuatnya ragu.

Pertanyaan ini adalah tentang Ketuhanan. Namun jawaban yang dia dapatkan tidak bisa menghilangkan keraguan dengan keyakinannya.

Hingga akhirnya Maxi menempuh pendidikan pascasarjana untuk memperdalam teologinya di Manila. Dia pun kembali mempertanyakan tentang Ketuhanan kepada profesornya di Filipina.

Maxi pun mendapat jawaban yang memuaskan karena selama ini ajaran yang didapatkan di Indonesia ada kekeliruan. Seperti Isa merupakan Nabi atau utusan Allah, dibenarkan oleh profesornya di Filipina.

“Profesor saya mengatakan bahwa ucapan itu benar. Jadi ucapan saya yang memberikan penjelasan bahwa Isa itu memang bukan sama dengan Allah, dia hanyalah sebagai yang diutus oleh Allah,” jelas pria yang memiliki nama mualaf Abu Bakar ini dalam youtube Mualaf Center Aya Sofya, dikutip Republika.co.id, Sabtu (22/20/2022).     

Sebagaimana sejarah mencatat bahwa bani Israil atau yang kita kenal saat ini adalah bangsa Israil memang sudah sangat jelas dikenal sebagai bangsa yang suka memberontak dan gampang melupakan suatu ajaran sehingga karena itulah mereka melupakan Tuhan yang mereka sembah dalam hal ini adalah Allah SWT. 

Saat mendapatkan studi lanjut di Manila ternyata Abu Bakar tersadar selama ini ada kekeliruan.

“Tapi pada waktu itu saya masih berfikir ya sudah saya jalani dulu. Saya bekerja dulu sebagai pendakwah, saya waktu itu tamat S1 mendapatkan cumlaude, dan nilai IPK saya adalah tiga koma sekian,” ujar pria kelahiran Ngawi, 19 Juni 1969 ini.  

Setelah menyelesaikan gelar S2 di Filipina Abu Bakar mulai direkrut oleh organisasi agamanya dan menyebarluaskan ajaran.

Bak artis, kedatangannya selalu disambut dengan riuh dan tangis. Pernah suatu ketika beliau berkhutbah di Jayapura yang penduduknya dikenal sebagai orang keras, dalam artian karena statusnya para pejabat yang biasa membawa banyak uang dan banyak ibu-ibunya saling memamerkan perhiasan atau segala macam.

Tetapi waktu beliau berkhutbah di tengah-tengah mereka, membuat mereka menangis dan menanggalkan semua kekayaannya.

“Saya bikin itu tidak ada artinya perhiasan itu yang ada di tangan kalian. Jadi saya menjadi salah satu misionaris yang memang bisa dikatakan laris, selalu dipanggil kemana-mana. Dan memang saya sendiri merasa bahwa ada kharisma. Jadi misonaris itu jika punya kharisma akan lebih mudah dicintai umatnya,” ujar dia.

Puncaknya setelah banyak pengalaman. Allah SWT kembali datang dengan hidayah memberikan banyak petunjuk dan jalan keluar, tetapi saat itu kondisinya dia masih lebih condong ke dunia.

“Dan saya berpikir, saya sudah cukup tahu ilmu itu tetapi untuk mengambil suatu keputusan masih harus menunggu dulu. Saat itu saya masih berfikir, nanti dulu, saya bekerja dulu, dan itu membuat saya semakin terlena dalam pekerjaan itu,” jelas dia.

Singkatnya waktu itu, organisasi memutuskan untuk ditugaskan di Papua. Selama di Papua beliau menjalankan tugas di Kabupaten Biak Numfor dan Jayapura.

“Waktu itu saya ditugaskan dengan misionari penerbangan aviation yang ada di Jayapura menjadi co-pilot. Membawa pesawat kecil untuk memasuki pedalaman dan mengantarkan berbagai macam obatan, makanan, pakaian, dan kebutuhan lainnya,” kata dia.

Kelebihan dari misi organisasinya adalah memiliki aviation yang sebenarnya juga harus diimbangin oleh umat Islam karena untuk dakwah di daerah-daerah terpencil sangat sulit jika hanya mengandalkan kendaraan darat. Terlebih lagi jika menjangkau lokasi yang berada diatas gunung.

Abu Bakar sudah cukup lama ditugaskan di Biak Numfor, Jayapura, Manokwari, dan bahkan sampai ke Timika. Dia merupakan misionaris yang sangat dikenal hingga seluruh Papua sudah pasti kenal dengan nama pendeta Maxi Deeng.

Hidayah semakin kuat

Allah SWT akan memilih hamba-Nya yang mendapat hidayah. Hidayah pun datang dari jalan yang berbeda, salah satunya melalui mimpi.

“Salah satu yang pasti Allah sayang kepada saya adalah ketika diberikan mimpi,” ujar dia.

Dalam mimpi itu, Maxi masuk dalam lubang yang sangat dalam dan gelap, mendengar suara-suara mengerikan dan menakutkan. Dia berusaha mencari jalan keluar dan melihat ada titik kecil seperti cahaya jadi saya mengikutinya.

Semakin dekat membuat cahaya itu semakin besar, dia mengejarnya dan terus mengajar. Dan semakin dia mengejar cahaya itu, suara yang diluar semakin dahsyat dan menakutkan. Cahaya itu semakin besar dan dia kejar terus, hingga akhirnya dia masuk kelubang cahaya dan melihat begitu terang, sejuk, dan indah pemandangan.  

“Saya hanya mendengar waktu itu nama saya disebutkan, Maxi, La ilaha illallah sebanyak tiga kali. Setelah saya mendengar suara itu, membuat saya terbangun dan seperti habis mandi karena badan saya begitu basah semuanya,” ujar dia.

Jadi setelah kejadian itu dia berkesimpulan bahwa tidak ada lagi alasan apapun yang membuatnya untuk tidak segera berhijrah dan memeluk agama Islam. Kemudian dia meminta bantuan sahabatnya yang merupakan seorang pejabat imigrasi untuk membantunya mengurus proses pensyahadatannya.

“Saya telepon dia, datang ke kantornya, dan saya mengatakan kalau ingin masuk Islam. Dia akhirnya menolong saya untuk mencarikan tempat yang netral agar tidak terjadi keributan. Jadi dia memberi petunjuk di Balikpapan tepatnya d Masjid Istiqomah,” ujar dia.

Pada 2014, Maxi belajar dan mengucapkan kalimat syahadat. Kemudian melalui departemen agama, sehingga mendapatkan sertifikat yang secara resmi masuk Islam.

Menurut dia sejatinya agama yang benar adalah yang berpedoman pada kitab-kitab Allah SWT yaitu Taurat, Zabur, Injil, dan yang terakhir ditutup Alquran. Kita ketahui bahwa kitab suci Alquran itu diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan hingga kini menjadi kitab suci umat Islam. Jadi itulah, orang yang tidak masuk Islam pasti tidak akan selamat.

Tidak ada lagi petunjuk yang diberikan karena semuanya sudah lewat. Sebagaimana Taurat, Zabur, dan Injil itu sudah lewat. Allah sudah mengutus nabi dan rasulnya sesuai dengan zaman-zamannya.

Saat ini kita berada di zaman penghujung yang tidak akan ada nabi lainnya dan tidak ada wahyu lain yang yang diberikan selain wahyu yang diberikan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW.

“Jadi kalau dikatakan sekarang ini siapa yang benar? maka yang benar adalah yang membawa kitab suci Alquran dan saat ini umatnya disebut umat Islam,” kata dia. 

Sesuai dengan bahasa artinya Islam itu adalah orang yang patuh dan juga taat yang memegang kitab suci Alquran dan ajaran yang diberikan nabi dan rasul Allah SWT yang terakhir dan tidak ada lagi nabi dan rasul Allah SWT selain dia yaitu Nabi Muhammad SAW.

Karena keislamannya, dia kehilangan pekerjan dan tak mampu lagi memberikan nafkah kemudian dia berpisah dengan istri dan anak-anaknya.

Kini dia telah menikah dan memiliki satu anak dari pernikahannya dengan wanita muslim. Karena ijazah S1 dan S2 tidak dapat digunakan untuk mendapatkan pekerjaan, dia mencari pekerjaan sesuai keahliannya.

Kini dia bekerja sebagai sopir di sebuah kantor di Jakarta. Dan telah menempati rumah yang nyaman meski sederhana. Abu Bakar pun diberikan tanggung jawab untuk membangun mushalla bagi warga di lingkungan rumahnya dan berdakwah mengenai kristologi dan Islam.     

KHAZANAH REPUBLIKA

Kisah Mualaf Gadis Tunanetra Cerdas, Pernah Dianggap Anak Terkutuk

Galuh dilahirkan dari keluarga Hindu. Ayahnya seorang pedande di Bali, seperti kiai dalam Islam. Sayangnya, ayahnya sempat tidak mengakui keberadaan putrinya itu. Bahkan ayahnya sempat bilang Galuh kena kutukan dewa.

Itu karena keadaan Galuh. Matanya mengalami low vision, akibatnya pandangannya jadi kabur. Itu terjadi sejak anak-anak. “Waktu lulus SMP dan hendak masuk SMA sudah total,” katanya. Maksudnya tidak bisa melihat lagi.

Galuh tak menyerah. Apalagi ia dikarunia otak yang cerdas, hingga ia bisa masuk dan menyelesaikan pendidikan di sekolah yang baik. Ia berhasil masuk SMA Negeri favorit di Sidoarjo Jawa Timur.

Sekarang kuliah di Universitas Negeri Malang jurusan Bimbingan Kenseling dengan IP 3,9. Sebuah prestasi yang tak semua orang mampu meraihnya, termasuk anak ‘normal’ sekalipun, apalagi tunanetra. Butuh perjuangan, tekad, keteguhan dan kesabaran. Persisnya seperti apa?

Di sisi lain, dalam perjalanannya, Galuh pernah protes kepada Tuhan atas keadaan dirinya. “Tuhan tidak ada. Kalau ada mengapa nasib saya begini,” begitu katanya menggugat.

Karena tak percaya Tuhan, Galuh kemudian berbuat seenaknya. “Semua pernah saya lakukan kecuali nge-drug dan seks bebas,” katanya.

Hingga pada satu titik ia mendapat pencerahan.

Tonton kisah perjuangan hijrah Galuh di Kisah Mualaf Gadis Tunanetra Cerdas, Pernah Dianggap Anak Terkutuk.

link video: https://www.youtube.com/watch?v=TUUU18ugPD0

HIDAYATULLAH

Kacaunya Bibel Sebabkan Anak Putri Aktivis LSM Kristen Ini Masuk Islam

Natalia Iriani lahir dan besar dalam keluarga Nasrani yang taat. Ayahnya adalah sarjana teologi yang kemudian aktif di LSM Kristen. Ibadah di gereja dan doa pagi sore sudah menjadi rutinitas. Setiap hari juga dibiasakan membaca Bibel, kita suci agama Kristen. Tidak itu saja, keluarga Natalia juga aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial yang digelar gereja.

Tentu saja semua itu berpengaruh pada tumbuh dan kembangkan Natalia. Ia juga menjadi umat Kristiani yang taat. Tertanam kuat di dalam dirinya bahwa Yesus adalah Tuhan. Demikianlah yang didoktrinkan gereja dan juga di dalam keluarganya.

Meski Kristen taat, Natalia tidak eksklusif. Ia tetap bergaul dengan teman-teman lain yang beda agama. Termasuk dengan teman-temannya yang Muslim. Nah, di antara teman Muslim itu ada yang ‘jahil’. Tiba-tiba saja dia bilang, “Natali, kitab sucimu bermasalah lo. Coba cari ayat yang mengatakan Yesus itu Tuhan. Jika ada saya siap masuk Kristen.”

Natali mengaku kaget juga dengan pernyataan temannya itu. Selama ini ia tak pernah mempermasalahkan Bibel. Dia anggap apa yang terkandung di dalam Bibel benar semua. Tak mungkin kitab suci ada kesalahan.

Namun anehnya diam-diam dia penasaran. Masak sih Bibel bermasalah. Dia kemudian mencoba menilisik pasal demi pasal di dalam Bibel. Betapa terkejutnya dia saat berjumpa dengan salah satu ayat yang mengatakan bahwa Tuhan Allah itu esa. Benarkah tuhannya itu Allah? Bukankah doktrin yang diterimanya mengatakan bahwa Tuhan itu Yesus? “Kalau Tuhan itu Allah, berarti sama dong dengan Tuhannya orang Islam,” katanya.

Atas kebingungannya itu, dia mencoba bertanya kepada guru agamanya. Gurunya menjawab, “Tuhan kamu ya Yesus.” Natali tak puas. “Tapi di Bibel dikatakan Tuhan kita Allah,” katanya. “Kalau tidak percaya Yesus itu Tuhan, kamu dosa,” tukasnya gurunya. Natili diam meski di dalam hatinya masih menyimpan penasaran: mana yang benar.

Dalam kegalaunnya itu, ayahnya datang membawa ayat yang secara jelas mengatakan bahwa Yesus itu Tuhan. Natali pun lega. Dia akan menagih janji temannya. Bagaimana nasib temannya, akankah dia masuk Kristen?

Jawabannya ada dalam video di sini

HIDAYATULLAH

Mualaf Rosyidah: Mengapa Saya tak Pelajari Islam Selagi Muda?

Mualaf Rosyidah belajar Islam di usia yang tak lagi muda

Rosyidah sempat mengalami kevakuman dalam berislam. Penyebabnya, ia waktu itu belum mengetahui bahwa untuk menjadi seorang Muslim tidak cukup dengan membaca ikrar syahadat.

Sekira 30 tahun lalu, mualaf yang lahir dengan nama Cecilia itu untuk pertama kalinya mengucapkan kalimat tauhid

Akan tetapi, hal itu dilakukannya bukan atas dasar kesadaran yang penuh dari dalam diri. Wanita yang kini berusia 63 tahun itu hanya ikut-ikutan. “Saat itu, saya tidak paham, Islam yang be nar seperti apa. Saya hanya mengikuti seperti yang diajarkan oleh lingkungan (orang-orang sekitar) saya,” ujar dia, seperti dinukilkan Republika dari tayangan video akun Ngaji Cerdas yang diunggah beberapa waktu lalu.

Ceritanya bermula sekitar akhir dekade 1980- an. Waktu itu, seorang kerabat mengajaknya untuk bertemu dengan salah satu sesepuh lokal. Sesampainya di tujuan, Rosyidah akhirnya menyadari, orang yang akan dikunjunginya itu adalah semacam dukun.

Di hadapan paranormal itu, kerabatnya meminta Rosyidah untuk mengikuti rapalan tertentu. Ia ingat, salah satu penggalan kalimat yang dibacanya itu ialah syahadat. Maka, secara formal dirinya sejak saat itu sudah menjadi pemeluk agama Islam.

Beberapa waktu kemudian, si dukun memberikan secarik kertas. Rosyidah tidak paham isinya, tetapi mengenal bahwa yang tergurat di sana ialah aksara Arab. Paranormal tersebut juga menganjurkannya untuk berpuasa mutih setiap hari serta tidak mengonsumsi makhluk-makhluk bernyawa. Rosyidah menuruti begitu saja arahan tersebut.

Saat itu, yang dipikirkannya ialah keselamatan keluarga, terutama anaknya yang sedang sakit keras. “Saat anak saya sakit, saya pergi ke ‘orang pintar’. Kemudian, saya diberi air yang bertuliskan rajah. Tetapi, anak saya tidak kunjung sembuh,” tuturnya mengenang.

Rosyidah mengakui, pada masa itu dirinya belum memiliki keinginan untuk lebih lanjut mengenal Islam. Lambat laun, ia menyimpan rasa penasaran. Benarkah Islam mengajarkan soalsoal perdukunan?

Pada suatu hari, ia mengikuti sebuah pengajian di masjid. Itulah untuk pertama kalinya menginjakkan kaki di rumah ibadah Islam. Sebelumnya, jangankan untuk beribadah secara jamaah di masjid, sholat atau mengaji Alquran pun tidak dikenalnya.

Namun, ada materi ceramah yang membuatnya mengernyitkan dahi. Rosyidah tersentak ketika mendengar ceramah ustaz di sana. Sang dai menyebutkan, seorang Muslim dilarang untuk melakukan dosa besar yakni syirik. Perbuatan itu berarti menyekutukan Allah.

Ia pun menyadari, ritual yang selama ini dijalaninya atas saran dukun termasuk amalan syirik. Ada amarah luar biasa yang merasukinya. Sesampainya di rumah, ia luapkan kepada kerabat yang telah mengajaknya ke paranormal.

Tidak menunggu waktu lama, Rosyidah segera membuang semua benda yang diperolehnya dari dukun. Ia menyadari bahwa ritual yang selama ini dilakukannya ternyata haram dilakukan menurut Islam.

Namun, ia kembali mengalami kebingungan. Jika dosa dihindari maka yang dikerjakan adalah beribadah. Padahal, dirinya selama ini tidak bisa sholat atau mengaji Alquran. Merasa tidak ada seorang pun yang dapat membimbingnya, ia hanya belajar secara mandiri.

Pertama-tama, Rosyidah mendapatkan sebuah mushaf Alquran yang dilengkapi dengan terjemahan. Harapannya, dengan mempelajari terjemahan Alquran akan memudahkannya dalam membaca ayat-ayat suci.

Sayang sekali, pengharapan itu tak kunjung terwujud. Berhari-hari ia membaca terjemahan Alquran, hanya dua kalimat dengan teks Arab yang berhasil ia hapalkan, basmalah dan tahlil.

Karena merasa putus asa, Rosyidah urung melanjutkan pembelajaran secara mandiri. Mus haf Alquran pun disimpannya di dalam lemari. Fokusnya mulai teralihkan kepada rutinitas sehari-hari. Misalnya, ikut mencari nafkah agar anak-anaknya bisa mencapai pendidikan setinggi-tingginya.

Hikmah musibah

Selama 10 tahun lamanya Rosyidah tak lagi tertarik mendalami Islam. Mushaf Alquran miliknya ditutup, dibiarkan tersimpan dalam lemari. Hidupnya seperti berjalan normal hingga sebuah musibah melanda.

Anak perempuannya mengalami kecelakaan yang cukup parah. Bahkan, wajah putrinya itu mendapatkan luka-luka. Begitu mendengar kabar tersebut, Rosyidah menangis tersedu-sedu.

Hatinya tergugah. Ada perasaan ingin kembali mendekatkan diri kepada Allah. Tidak ada yang lebih diinginkannya saat itu selain kesembuhan anak. Untuk meminimalkan dampak kecelakaan, putrinya itu dioperasi. Sebelum tindakan medis dimulai, dokter meminta Rosyidah untuk berdoa. Itu demi kelancaran operasi.

“Saya bingung, doa apa yang saya bisa panjatkan. Saya tidak bisa apa-apa. Hanya tahu basmalah dan tahlil,” ucapnya mengingat kembali momen itu. Maka, ia terus menggenggam tangan anaknya hingga buah hatinya itu memasuki ruangan operasi. Dari luar, dirinya terus mengulang-ulang bacaan basmalah dan tahlil.

Sejurus kemudian, ia tertidur. Dalam mimpi, Rosyidah seperti diperlihatkan masjid yang megah. Di atas tempat ibadah itu, langit tampak begitu luas dan dihiasi bintang-bintang.

Setelah terbangun dia bertanya-tanya, apakah untuk mendapatkan ridha Allah seseorang harus lebih dahulu berdoa di sebuah masjid. Namun, di mana ia dapat menemukan masjid yang seperti digambarkan dalam mimpi.

Sejak saat itu, Rosyidah ingin kembali mendalami Islam. Ia lantas mencari-cari informasi di pelbagai platform media sosial, termasuk Youtube. Dari sana, dirinya menemukan akun Mualaf Center Indonesia serta menghubungi kontak yang tercantum.

Dengan didampingi anaknya, Rosyidah mendaftar kajian secara daring. Majelis ilmu itu diasuh Ustaz Lukman Hakim. Kajian ini menggunakan bahan-bahan materi yang ditulis dengan aksara Arab. Alhasil, apa yang dijelaskan tidak begitu dihayati mualaf tersebut karena adanya kendala bahasa. 

Ia kemudian ingin menemui langsung ustaz tersebut. Dengan begitu, dirinya bisa mendapatkan bimbingan. Dengan bantuan anaknya, ia pun pergi ke daerah Sentul, Bogor, tempat dai itu mengajar puluhan tahun lamanya. Pada 2015, Rosyidah mengunjungi Masjid Az Zikro. Diketahui bahwa Rosyidah belum pernah bersyahadat secara resmi.

Maka pada tahun tersebut, ia kembali meng ucapkan dua kalimat syahadat. Dirinya mendapatkan bimbingan ustaz di Majlis Az Zikro. Setelah itu, ia pergi ke rumah Ustaz Lukman dan meminta bimbingannya.

Awalnya, sang dai tidak mengenalnya karena pertemuan kajian online dengan jumlah jamaah yang banyak. Kemudian, ustaz tersebut meminta istrinya bertemu. Benar saja, sang istri mengenal Rosyidah sebagai murid taklim daringnya.

Akhirnya, ia diajak untuk menemani istri Ustaz Lukman ke pondok pesantren mualaf. Lembaga itu diketahui milik Ustazah Irene Handono. Rosyidah begitu terharu karena mengingat kembali kisah Ustazah Irene dalam menemukan Islam.

Ia pun diajak bertemu dengan sang ustazah di pondok pesantrennya selama tiga bulan. Tak hanya Rosyidah, saat itu ada dua mualaf lain yang baru saja bersyahadat. Pada 2020, ia pun mulai memberanikan diri untuk mengikuti pelajaran di ponpes tersebut.

Selama tiga bulan, Rosyidah yang berusia 61 tahun harus menghafal banyak bacaan ibadah harian. Misalnya, hafal 40 kali bacaan shalat. Adapun rekan yang masih berusia 20 tahun ke bawah hanya tiga atau empat kali sudah menghafalkannya.

Bersyukur Rosyidah selalu mendapat dukungan dari semua ustazah yang membimbingnya. Tak hanya menghafal bacaan shalat, Rosyidah juga belajar fikih, akidah, dan hadis.

Bagi Rosyidah, mendalami Islam hanya tiga bulan memang tidak cukup. Tetapi, dalam waktu singkat itu Rosyidah memahami bahwa Allah, Tuhan Yang Maha Esa, tidaklah perlu dicari ke mana pun. “Saya menyesal, mengapa tidak selagi muda memanfaatkan banyak waktu untuk mempelajari Islam,” katanya bertanya retoris. 

Sejak memeluk Islam secara benar, ia meninggalkan sama sekali hal-hal yang berkaitan dengan praktik syirik. Itu cukup mudah dilakukannya. Sebab, memang sejak awal dirinya hanya ikut-ikutan atau diajak kerabat ke sana. Sekarang, anak-anaknya dalam keadaan sehat walafiat. Rosyidah merasa, hidup berislam secara baik dan lurus merupakan sebuah anugerah yang besar. 

sumber : Harian Republika

KHAZANAH REPUBLIKA

Mualaf Nana, Tertarik Masuk Islam Setelah Dengar Adzan Subuh

Muala Nana merasakan teduhnya panggilan adzan subuh

Fauzan Nana Sudiana terlahir dengan nama Rafael Nana Sudiana. Pria berumur 27 tahun itu lahir dan tumbuh di tengah keluarga Non-Muslim yang taat. Tak hanya keluarganya, namun lingkungan tempat tinggalnya juga mayoritas Non-Muslim.

Meski demikian, pria yang akrab disapa Nana itu memiliki banyak teman Muslim di luar lingkungan tempat tinggalnya. Karenanya, nuansa keislaman sudah tak asing baginya. Hatinya pun merasa syahdu setiap kali mendengar lantunan suara adzan, terutama adzan subuh. Ada kedamaian yang menelisik dalam ruang kalbunya. 

Hidayah Allah SWT pun datang. Semakin sering mendengar adzan, Nana semakin merasa tertarik pada Islam. Dia pun banyak bertanya pada teman-teman muslimnya mengenai Islam. Hingga akhirnya, dia bertemu dengan Ustadz Syahri, yang menjadi pembimbing para mualaf di Yayasan Mualaf Ikhlas Madani Indonesia (Mukmin) Kabupaten Kuningan. 

Ustadz Syahri mampu menjawab setiap pertanyaan yang diajukan Nana tentang Islam. Hingga akhirnya, dia merasa mantap untuk memeluk Islam. Dengan dituntun Ustadz Syahri, dia mengucapkan dua kalimat syahadat. 

Pilihan Nana untuk meninggalkan agamanya yang dulu dan beralih pada Islam tentu mendapat penolakan dari keluarganya. Meski demikian, dia tetap membulatkan tekad untuk tetap berpegang teguh pada agama Allah SWT.  

Untuk menghindari intrik dengan keluarga, Nana memutuskan meninggalkan rumahnya yang ada di Desa Rambatan, Kecamatan Ciniru, Kabupaten Kuningan. Dia kemudian memilih tinggal di rumah singgah mualaf yang dikelola oleh Yayasan Madani Kabupaten Kuningan. 

Sudah setahun Nana tinggal di rumah singgah mualaf yang beralamat di Jalan Raya Babatan Bayuning, RT 04 RW 01 Desa Bayuning, Kecamatan Kadugede, Kabupaten Kuningan. Di tempat tersebut, dia tinggal bersama beberapa orang mualaf lainnya, yang mengalami kondisi hampir sama dengannya. 

Meski demikian, Nana berusaha untuk tetap menjaga hubungan baik dengan orang tua dan keluarganya. Hal itu setelah dia mendapat nasihat dari Ketua Yayasan Madani Kabupaten Kuningan, Ade Supriadi. Walau berbeda keyakinan, Islam mengajarkan setiap anak untuk tetap berbuat baik kepada kedua orang tua.  

‘’Saya kemudian sering mengajak Pak Ade ke rumah untuk menemui ibu dan keluarga saya. Akhirnya mereka tahu bahwa Islam bukan seperti yang mereka pikirkan. Islam adalah agama yang damai dan penuh rahmat,’’ kata Nana kepada Republika.co.id, Kamis (20/1).  

Nana bersyukur, keluarganya akhirnya bisa menerima keislamannya. Meski memang, mereka masih belum mendapat hidayah untuk mengikuti jejaknya memeluk Islam 

Di rumah singgah mualaf itu, Nana belajar lebih dalam tentang akidah Islam. Dia juga belajar tentang pelaksanaan ibadah, termasuk solat dan mengaji. Setiap bakda Magrib, dia belajar membaca Alquran bersama para mualaf lainnya. 

Tak hanya itu, untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari secara mandiri, para mualaf di rumah singgah juga memiliki aktivitas ekonomi. Mereka memilih berjualan, termasuk Nana. 

Nana berjualan angkringan yang diproduksi sendiri oleh para mualaf di rumah singgah. Selain nasi bakar, ada juga makanan lainnya khas angkringan, seperti nasi kucing, susu jahe, berbagai macam sate, kopi seduh dan lainnya. ‘’Alhamdulillah, walau sambil berjualan, saya tidak pernah ketinggalan untuk belajar agama,’’ tutur Nana. 

Semula, hasil penjualan angkringan bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari di rumah singgah. Namun, pandemi Covid-19 yang berujung pada pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), telah memaksa usaha angkringan menjadi terhenti. 

Modal yang ada pun tergerus untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari di rumah singgah.

Kini, seiring membaiknya pandemi dan bergeliatnya ekonomi masyarakat, para mualaf membutuhkan bantuan modal untuk memulai kembali usaha mereka. ‘’Saya ingin sekali menambah modal untuk memulai usaha kembali,’’ tutur Nana. 

Selain berjualan angkringan, Nana juga sedang membuat produk kerajinan tangan yang nantinya bisa dijual. Namun untuk itu, dia kembali terbentur pada kesulitan modal. Dia berharap, ada uluran tangan dari para hamba Allah untuk membantunya dan para mualaf lainnya di rumah singgah agar bisa berdaya ekonomi. 

KHAZANAH REPUBLIKA

Hadapi Ujian Hidup, Mualaf Yefta: Ada Bisikan Jaga Sholat dan Wudhu

Mualaf Yefta Marantika berusaha untuk tak meninggalkan sholat dan wudhu

Hidayah bisa menghampiri siapa saja, meski berada di lingkungan yang berbeda agama. 

Hal itu diakui seorang mualaf, Yefta Marantika. Lelaki kelahiran Ambon, Maluku, itu memeluk Islam setelah menerima hidayah Illahi. Padahal, ia tumbuh besar di tengah lingkungan-dekat yang non-Muslim.

Pria yang kini berusia 47 tahun itu menuturkan kisahnya. Pertama-tama, latar keluarganya tidak bisa dikatakan jauh dari Islam. Memang, kedua orang tuanya beragama non-Islam. Mereka pun termasuk taat menjalankan ibadah agama itu.

Bagaimanapun, Yefta masih memiliki garis keturunan Muslim. Nenek dari ayahnya merupakan putri seorang kiai asal Jember, Jawa Timur. Bahkan, lanjutnya, nasabnya sampai pada Sunan Giri, salah satu Wali Songo. Adapun ibundanya mempunyai darah Arab. Keluarga besarnya itu dahulu tinggal di Tanah Abang, Jakarta.

Sewaktu Yefta masih anak-anak, kedua orang tuanya sempat menetap di Ibu Kota. Sebab, Jakarta saat itu menawarkan banyak peluang bagi seniman-seniman bertalenta. 

Ya, keluarganya berkecimpung di dunia kesenian. Ia sendiri adalah keponakan dari seorang komponis dan penyanyi kondang, Simon Dominggus Pesulima atau yang akrab disapa Broery Marantika.

Selama tinggal di Jakarta, keluarga ini berada di tengah komunitas Islam. Yefta kecil pun mulai terbiasa dengan rutinitas kaum Muslimin. Misalnya, kumandang azan tiap lima kali sehari atau semarak Ramadhan dalam sebulan tiap tahunnya. Di sekolahnya pun, ia berkawan dengan banyak orang Islam.

Mungkin karena pengaruh teman pula, Yefta semakin tertarik untuk mengenal Islam. Malahan, ia pernah meminta kepada ayah dan ibunya agar dirinya dikhitan. Sebab, kebanyakan kawannya sudah disunat. Saat Ramadhan tiba, ia pun turut serta dalam semarak bulan suci tersebut. 

Momen-momen seperti ngabuburitatau malam takbiran membuat hatinya gembira bersama teman-teman.

Tentu, semasa anak-anak itu dirinya belum sampai kepikiran untuk berpindah agama.

Ia baru pada tahap senang membersamai kebiasaan orang-orang Islam, terutama kawan-kawannya sendiri. Inti ajaran Islam tak terlalu dipahaminya. Dan, belum muncul pula ketertarikan untuk mendalaminya.

Namun, segalanya berubah tatkala dirinya beranjak remaja. Ia mulai sering merenung tentang makna kehidupan. Dalam dirinya, timbul keyakinan bahwa agama adalah sesuatu yang begitu penting da lam hidup. Karena itu, seseorang harus menghayati betul ajaran agamanya.

Pada waktu itu, Yefta muda mulai berkenalan dengan seorang perempuan. Muslimah ini juga menjadi tempatnya berdiskusi tentang Islam. Kepadanya, ia sering bertanya tentang beberapa ajaran agama ini. 

Baca juga : Masjid Sehitlik Saksi Sejarah Hubungan Diplomatik Jerman-Turki

Begitu pula dengan kisah-kisah Nabi Muhammad SAW, sebagai sosok yang mula-mula menyebarkan risalah Islam kepada dunia.

Masuk Islam

Pada 1994, Yefta telah memantapkan hatinya. Ia pun melafalkan dua kalimat syahadat untuk pertama kalinya. Proses berislam itu dilakukannya di hadapan imam dan sejumlah jamaah di Masjid Sunda Kelapa, Jakarta Pusat. 

Namun, sambungnya, pada masa itu komunitas-komunitas pembinaan mualaf terbilang minim. Ada kesan, orang-orang yang baru memeluk Islam seperti harus mencari kiat sendiri untuk mendalami Islam lebih lanjut. Ia pun merasakan hal yang sama.

“Saya dibimbing sekadarnya saja. Hanya tahu bah wa seorang Muslim itu, misalnya, wajib shalat lima waktu dan membaca Alquran. Setelah itu, saya belajar sendiri,” ujar dia kepada Republika beberapa waktu lalu. 

Namun, Yefta saat itu kian sibuk dengan pekerjaan nya. Sebagai seorang musisi, ia sering menghabiskan waktu di pelbagai gelaran konser. Popula ritasnya pun semakin melejit bersama dengan band-nya. 

Berbagai kota telah disambangi mereka untuk tampil di depan khalayak penonton. Pada 2004, ia memutuskan untuk hijrah ke Samarinda, Kalimantan Timur. Sebab, di sanalah jadwal panggungnya berlangsung lebih padat. 

Beberapa bulan kemudian, ujian hidup menghampirinya. Ia didera penyakit yang cukup parah. Yefta telah berkali-kali memeriksakan diri ke dokter. 

Namun, pelbagai penanganan medis yang diterimanya tak juga menyingkirkan sakit itu. Hampir-hampir saja ia menyerah. 

Pada suatu malam, Yefta merasa sangat ingin menyendiri. Di dalam kamarnya, ia berupaya mengingat-ingat lagi apa saja pencapaiannya selama ini. 

Tiba-tiba, dirinya tersadar bahwa sesuatu yang wajib disyukurinya ialah iman dan Islam. Kesadaran itu membuatnya sangat terharu. Tak terasa, air mata berlinang membasahi pipinya. 

“Saya lalu seperti mendapatkan bisikan untuk terus konsisten sholat dan selalu menjaga wudhu,” ujarnya mengenang. Mulai hari itu, ia berkomitmen untuk ikhtiar terus-menerus dalam meningkatkan keimanannya. Ketika jadwal manggung di Samarinda usai, Yefta segera kembali ke Jakarta. Ia kemudian mencari-cari komunitas Muslim yang bisa menjadi tempatnya belajar ilmu-ilmu agama. 

Akhirnya, pada 2006 seseorang memperkenalkannya dengan sebuah majelis taklim di daerah Sawangan, Depok. 

Sambil mengaji, dirinya juga terus berikhtiar dalam mengobati sakit. Alhamdulil lah, perlahan-lahan penyakit yang sempat menggerogoti kesehatannya dapat disingkirkan. 

Dengan kondisinya yang kembali sehat wal afiat, ia pun kembali bergiat mendalami agama.

Bangkit kembali 

Saat itu, Yefta merasa dirinya seperti hidup kembali. Ia berjanji tidak akan menghabiskan seluruh waktunya di dunia musik. Se lalu disempatkannya untuk ikut mengaji bersama dengan teman-teman komunitas Muslim.

Sebelumnya, ia merasa bagaikan di titik nadir. Sebab, penyakit yang sempat dideritanya itu tidak hanya menguras tenaga, tetapi juga biaya. Bahkan, nyaris seluruh hartanya habis untuk pengobatan dirinya.

Namun, ia tidak berkecil hati. Prasangkanya selalu baik terhadap Allah SWT. Asalkan diri tidak putus asa, percayalah bahwa rahmat dan pertolongan-Nya akan datang.

Setelah pulih dari sakitnya, Yefta kembali menata ulang band-nya. Ia mulai mendidik personel baru. Bahkan, manajemen musiknya semakin baik. Beberapa kali band besutannya itu tampil di luar negeri, semisal China.

Selama beberapa tahun, ia merasakan peningkatan karier. Sayangnya, pada Maret 2020 pandemi Covid-19 mulai merajalela. In donesia pun tak luput dari sebaran epidemi ini.

Wabah yang disebabkan virus korona baru itu mengubah kondisi. 

Pemerintah mulai memberlakukan pembatasan kegiatan di tempat-tempat umum. Dunia hiburan pun terpaksa rehat sejenak. Bahkan, tidak sedikit kafe atau hotel yang menjadi tempat Yefta rutin manggung tutup atau bangkrut.

Bagaimanapun sulitnya, peluang harus ditemukan. Maka, ia pun beralih profesi menjadi peternak ikan cupang. Ternyata, bisnis ini cukup menguntungkan. Ia berhasil menjual berbagai jenis ikan cupang, mulai dari yang termurah hingga yang berharga fantastis.

Alhamdulillah, dengan usahanya ini Yefta bisa menghidupi keluarganya serta 30 orang tim yang di bawah manajemennya. Bagaimanapun, bisnis ikan cupang mengalami pasang surut. Setelah tren meredup, ia harus kembali memutar otak untuk terus bertahan.

Yefta bersyukur karena memiliki lebih dari satu keahlian. Tidak hanya bermusik, tetapi juga mengolah masakan. Orang-orang pun mengakui, hasil olahannya terasa enak.

Ia pun tertantang untuk membuka usaha katering. Dan, bisnis ini baginya tidak hanya sebagai ajang mencari keuntungan. Lebih dari itu, ada keberkahan yang ingin diraihnya.

Karena itu, Yefta rutin bersedekah dari hasil usahanya, setidaknya tiap hari Jumat. Banyak sajian sengaja digratiskannya untuk berbagai kalangan yang membutuhkan. Katering yang dikenal dengan nama Coolshiva Creative ini kemudian turut menggalang donasi bagi siapapun yang ingin ikut serta dalam program Jumat Berkah.

“Setiap porsi makanan, baik yang harganya termurah maupun termahal, saya banderol sama rata dengan harga Rp 10 ribu. Itu hanya jika untuk sedekah, katanya.

Pada saat kebanyakan orang sulit bertahan, di masa pandemi ini Yefta cukup tangguh. Bahkan, anak-anaknya mampu menyelesaikan pendidikan tinggi dan mendapatkan gelar sarjana pada masa ini. Ia memang bertekad kuat, pendidikan adalah yang utama walau pun situasi ekonomi sedang tak menentu.

Selain itu meski berbeda agama dengan keluarga besarnya, Yefta selalu mendidik anaknya untuk tetap berhubungan baik dengan keluarga ayahnya. “Saya selalu mengajarkan mereka untuk hidup bertoleransi, tegasnya.     

sumber : Harian Republika

Saat Mualaf Asal Jepang Sebarkan Ajaran Islam

Lebih dari satu dekade lalu, saat Kayyim Naoki Yamamoto (32 tahun) memutuskan untuk menjadi mualaf dan menetap di Turki. Kini, Yamamoto yang merupakan akademisi Jepang itu, mulai memberikan pendidikan-pendidikan agama di Istanbul kepada para mualaf dari negara asalnya.

Dalam kesempatan Kongres Konversi Internasional di Konya, Turki Tengah, dia mengambil peran bagaimana dia memulai ceritanya sebagai mualaf. Termasuk, saat bagaimana dia mulai mengenal agama Islam dan berpindah dari agama sebelumnya.

Dikatakan dia, alasan memasuki dunia dengan spiritual baru karena terpengaruh oleh ajaran moral dan sosial Islam 12 tahun silam. Hingga akhirnya, saat mendatangi Turki untuk mempelajari sejarah, hukum dan aturan Muslim, Naoki memutuskan untuk mempelajari bahasa Turki, Arab, Persia hingga studi Quran dan Islam di Istanbul.

“Menjadi Muslim di Jepang itu mudah, tapi hidup sebagai Muslim itu penting. Informasi tentang Islam di Jepang sangat kurang. Sulit untuk menjalani identitas Muslim,” kata Naoki dikutip Anadolu.

Dia yang kini juga melanjutkan studinya di Universitas Marmara Istanbul, mengatakan, jumlah Muslim di Jepang terus bertambah setiap tahun. Hal itu, jelas diakuinya jadi berita yang sangat menggembirakan.

“Dan sekarang memiliki proyek: saya membawa orang-orang Jepang yang pindah agama ke Turki dan mengajari mereka Islam dan studi budaya,” jelasnya.

Menurut Naoki, para mualaf asal negeri matahari terbit itu juga mengambil jalur yang sama sepertinya. Mulai dari mempelajari bahasa Turki, Arab hingga Persia. “Kami membesarkan intelektual Muslim dan memberi mereka kesempatan untuk mengenyam pendidikan,” jelas dia.

Lebih jauh, Hussein Jumpei Watanabe, salah satu murid Yamamoto, mengatakan, dia masuk Islam lima tahun lalu dan dipengaruhi oleh kesulitan Muslim yang berjuang di Suriah dan Irak. Saat mencoba mempelajarinya, dia mengaku langsung menemukan Islam.

“Sekarang saya belajar bahasa di Turki; di negara saya sendiri, saya mendapatkan gelar master dalam ilmu sosial. Ketika saya kembali ke Jepang, saya akan memberi tahu orang-orang tentang Islam,” katanya.

IHRAM

8 Artis Korea Beragama Islam, Ada yang Diawali dengan Seruan Azan

Ada banyak artis Korea yang beragama Islam dan menekuni ibadah

Terdapat beberapa artis Korea beragama Islam yang wajib diketahui oleh kamu yang menyukai industri hiburan Korea Selatan. Kehidupan pribadi dari para artis Korea ini memang kerap menarik untuk dibahas. Mulai dari kisah percintaan sampai agama yang dipeluk kerap membuat para penggemar penasaran. Bahkan, ada beberapa artis Korea yang secara terang-terangan mengaku menganut agama Islam.

Deretan artis Korea tersebut dengan bangga mengatakan bahwa dirinya saat ini sudah menganut agama Islam. Beberapa dari mereka juga kerap membagikan kisah unik di balik perjalanan perpindahan agamanya sampai memeluk agama Islam. Nah, untuk kamu yang semakin penasaran dengan artis Korea beragama Islam, simak ulasan berikut ini yang disadur dari berbagai sumber.

Lantas, Siapa Saja Artis Korea Bergama Islam?

1. Manny (Varsity)

Manny adalah seorang idol K-Pop pertama yang menganut agama Islam. Penyanyi tampan yang berasal dari China telah mengonfirmasi hal tersebut secara gamblang. Pada sebuah kesempatan, pria yang mempunyai nama asli Xiao Dongcheng ini pernah ditanya kenapa tidak mengonsumsi daging babi. Manny pun menerangkan bahwa dirinya tak bisa mengonsumsi jenis daging babi karena ia menganut agama Islam. Bukan hanya itu, Manny juga pernah mengunggah sebuah foto saat dirinya akan beribadah ke masjid lewat akun Twitter pribadinya. Disamping itu, boy grupnya yang bernama Varsity sudah bubar sejak tahun 2019 silam.

2. Jung Il Woo

Aktor Jung Il Woo pernah menghebohkan para pecinta drakor di Tanah Air, karena ia mengatakan bahwa dirinya sudah menjadi seorang mualaf. Tapi faktanya, sampai dengan saat ini, berita tersebut belum dikonfirmasi secara langsung oleh Jung Il Wo atau pihak agensi yang menaungi dirinya.

3. Lee Ki Woo

Aktor yang pernah bermain dalam drakor 18 Again ini dianggap oleh para penggemar sebagai artis Korea beragama Islam. Anggapan tersebut pertama kali mencuat sesudah dirinya mengaku berhenti mengonsumsi alkohol dalam sebuah wawancara. Para penggemar beranggapan bahwa keputusan tersebut karena ia memeluk agama Islam. Tapi, hingga kini ia belum mengonfirmasi hal tersebut.

4. Ujung Oppa

YouTuber Korea Selatan, Ujung Oppa juga juga masuk ke dalam deretan artis Korea beragama Islam. Pada sebuah kesempatan dirinya mengaku tidak mempunyai agama atau tidak percaya terhadap eksistensi Tuhan. Tapi, semua itu berubah sesudah ia berkunjung ke Tanah Air dan mendengarkan suara azan. Sejak saat itu, dirinya memutuskan untuk menjadi seorang mualaf dan memeluk agama Islam sejak tahun 2019 silam.

5. Ayana Jihye Moon

Nama artis cantik yang satu ini tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia. Perempuan cantik dengan balutan hijab ini mantap memeluk agama Islam sejak tahun 2012 silam. Perjalanannya memeluk agama Islam, Ayana tuliskan dalam sebuah buku yang berjudul Ayana Journey to Islam. Setelah resmi menganut agama Islam, ia memutuskan untuk menutup auratnya dengan mengenakan hijab.

6. Daud Kim

Artis Korea beragama Islam ini secara terang-terangan menuliskan identitas agamanya di dalam bio Instagram. Dia sangat bangga terhadap agamanya dan sering membagikan kebagian ajaran agama Islam melalui media sosial. Dulunya, Daud Kim, terkenal sebagai seorang penyanyi yang bernama Jay Kim. Ia kemudian memutuskan untuk pindah agama tahun 2019 dan mengubah namanya menjadi Daud Kim.

7. Song Bo Ra

Song Bo Ra adalah salah seroang artis Beragama Islam yang memutuskan untuk menjadi mualaf sejak tahun 2007 silam. Setelah itu, Song Bo Ra kemudian mengenakan hijab untuk menutup auratnya. Secara gamblang dia menuliskan agamanya di bio Instagram. Selama menganut agama Islam, dia mengaku kesulitan dalam menjalankan ibadah, terutama di bulan Ramadhan.

8. Kang Na Yeon

Kang Na Yeon adalah salah seorang selebgram berasal dari Korea yang juga memakai hijab seperti Ayana Moon dan juga Song Bo Ra. Artis Korea beragama Islam ini mempunyai nama asli Kang Na Yeon cukup terkenal di media sosial. Dalam akun Instagram pribadinya, dia mempromosikan tentang agama Islam.

KHAZANAH REPUBLIKA

Kisah Mualaf Panglima TNI Andika Perkasa

Jenderal Andika Perkasa diangkat menjadi Panglima TNI sudah banyak yang tahu. Yang mungkin banyak tidak tahu adalah nama lengkap Andika. Di depannya tersemat kata Emanuel. Lengkapnya Emanuel Andika Perkasa. Lazimnya nama emanuel dipakai orang-orang non Muslim. Lantas, bagaimana proses hijrah mantan KSAD ini?

Cerita  lengkapnya  klik di sini: Kisah Mualaf Panglima Andika Perkasa

HIDAYATULLAH