Orang tua disarankan menjalin komunikasi yang terbuka dan nyaman dengan anak. Kebiasaan tersebut diyakini dapat membantu anak menyampaikan apapun yang mereka temui di luar sana, termasuk hal yang menyangkut perilaku lesbian, ga, biseksual, dan transgender (LGBT).
Komunikasi nyaman akan membuat orang tua menjadi pihak pertama yang tahu ketika terjadi sesuatu pada anak. Saat menemukan sesuatu hal yang tidak lazim di media sosial misalnya akun penyuka sejenis yang beberapa waktu lalu sempat ramai, anak dapat langsung menanyakan dan berdiskusi ke orang tua tanpa takut dimarahi atau disalahkan.
“Cara melindungi anak adalah dengan membangun komunikasi,” ujar psikolog Vera Itabiliana Hadiwidjojo kepada Republika.co.id, Selasa (26/1).
Ketika anak memiliki teman LGBT, setiap orang tua mempunyai cara tersendiri dalam menghadapinya. Vera mengatakan setiap orang tua berhak memiliki nilai dan aturan yang mereka terapkan ke buah hati. Termasuk menunjukkan sikap yang berbeda
Vera namun tidak dapat menyarankan langkah terbaik apa yang mestinya dilakukan orang tua. Masing-masing keluarga mempunyai latar belakang, budaya, dan agama berbeda sehingga sikap dan solusinya penanganannya pun berbeda.
“Ada keluarga yang ekstrim menyuruh anak menjauhi temannya itu. Tapi ada juga orang tua yang meminta anaknya tidak menjauhi temannya, asal jangan ikut-ikutan perlaku tersebut,” kata dia.
Yang terpenting, kata Vera, orang tua jangan terlalu menutup anak dari informasi mengenai perilaku LGBT. Pasalnya akses informasi saat ini sangat luas. Jika orang tua menutup rapat-rapat informasi ini, dikhawatirkan anak bisa mendapatkannya dari mana saja. “Kalau tidak ada pengetahuan dan benteng yang cukup, bisa saja anak mempunyai persepsi salah,” ujar Vera.