Lebih dari Sekedar Puasa yang Sia-Sia

Lebih dari Sekedar Puasa yang Sia-Sia

Puasa Ramadan merupakan ibadah yang agung dan mulia. Ia adalah salah satu dari rukun Islam. Allah Ta’ala menyiapkan berbagai keutamaan bagi yang berpuasa di bulan Ramadan, diantaranya

Pertama: Ampunan dosa yang telah lalu. (HR. Bukhari No. 2014, Muslim 760)

Kedua: Balasan pahala yang tidak terhingga. (HR. Ibnu Majah No. 1638, Bukhari 1904 dan Muslim 1151)

Ketiga: Ada 2 kebahagiaan. (HR. Ibnu Majah No. 1638, Bukhari No. 1904 dan Muslim No. 1151)

Keempat: Pintu surga Ar-Rayyan. (HR. Bukhari No. 1896, Muslim No. 1152)

Kelima: Perisai dari Neraka. (HR. Ahmad No. 14669)

Keenam: Syafa’at puasa di akhirat. (HR. Ahmad, 1429)

Betapa besar harapan setiap orang yang masuk bulan Ramadan untuk mendapatkan seluruh fadhilah puasa tersebut. Namun, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pula telah mengabarkan bahwa ada di antara kaum muslimin yang mereka berpuasa menahan makan, minum, serta syahwatnya di siang hari, namun tidak mendapatkan apa-apa, kecuali lapar dan haus.

رُبّ صائم حَظُّهُ من صيامه الجوع والعطش

Betapa banyak orang yang berpuasa, namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut, kecuali rasa lapar dan haus.” (HR. Ahmad No. 8693, Shahih Ibnu Hibban 257/8, Albani dalam Shahih At-Targhib 262/1)

Di antara alasan yang membuat mereka tidak mendapatkan keutamaan tersebut adalah tidak mematuhi rambu-rambu yang telah ditetapkan Allah Ta’ala dalam berpuasa.

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan malah justru mengamalkannya, maka Allah Ta’ala tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.” (HR. Bukhari No. 1903, Abu Daud No. 2362, Ahmad No. 10562)

Mereka tidak makan dan minum, namun tidak menjaga lisan dari perkataan sia-sia, dusta, keji, dan jorok. Bahkan, melakukan dosa besar dengan melakukan gibah alias gosip. Padahal, sejatinya puasa bukan hanya sekedar menahan lapar dan haus, namun juga menjaga lisan.

لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الأَكْلِ وَالشَّرَبِ ، إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ

Puasa bukan hanya menahan makan dan minum saja, akan tetapi puasa adalah menahan diri dari berkata sia-sia dan jorok.” (HR. Ibnu Hibban No. 3479 dan Hakim No. 1570, Albani dalam Shahih At-Targhib No. 1082) 

Amalan puasa yang begitu besar di sisi Allah ta’ala, yang dilaksanakan penuh selama bulan Ramadan, berletih-letih bangun sahur di waktu subuh, dan haus di siang hari, semua menjadi sia-sia dan tidak ada hasilnya oleh sebab lisan yang tidak dijaga saat berpuasa. Walau pun letih badan berpuasa, namun tidak ada nilainya di sisi Allah Ta’ala. Letih tinggallah letih, penyesalan tidak ada artinya.

Kesyirikan lebih daripada itu semua

Jika perkataan dusta dan sia-sia menjadi sebab puasa menjadi sia-sia, maka kesyirikan adalah sebab seluruh amal ibadah menjadi sia-sia. Seluruh ibadah yang telah dilakukan seorang hamba, dari amalan salat, puasa, zakat, haji, sedekah, berbakti kepada orang tua, umrah dan ibadah agung lainnya, akan sirna dan menjadi debu yang berterbangan ketika seseorang melakukan dosa kesyirikan.

وَلَقَدْ أُوحِىَ إِلَيْكَ وَإِلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ ٱلْخَٰسِرِينَ

Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (para rasul) sebelummu, ‘Jika engkau berbuat kesyirikan, niscaya akan (benar-benar) terhapus (seluruh) amalmu dan tentu Anda termasuk orang-orang yang merugi.’” (QS. Az-Zumar: 65)

Konteks ayat ditujukan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana dalam Tafsir At-Thabari, “Jika engkau melakukan kesyirikan wahai Muhammad, benar-benar akan batal seluruh amalmu, tidak akan meraih pahala dan ganjaran, kecuali ganjaran sebagaimana pelaku kesyirikan kepada Allah Ta’ala.”

“Walau konteksnya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, namun yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah umatnya. Sesungguhnya Allah Ta’ala telah mengetahui bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah berbuat kesyirikan dan tidak terjatuh dalam kesalahan tersebut.” (Tafsir Qurthubi)

Pelajaran yang utama dari ayat ini adalah jika seorang Nabi dan Rasul yang mulia saja, yang dijamin masuk surga, tidak pernah berbuat dan jatuh ke dalam kesyirikan, seandainya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berbuat kesyirikan, maka akan terhapus seluruh amalnya.

Ayat ini ancaman untuk kita umatnya, yang memiliki amal pas-pasan, yang masih malas beramal saleh, bekal amalnya masih sedikit. Jika kita berbuat kesyirikan kepada Allah Ta’ala kemudian meninggal dalam keadaan belum bertobat dari dosa tersebut, maka akan terhapus semua amal kita (yang sedikit itu), dan Allah Ta’ala tidak mengampuni dosa syirik.

انَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا

Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Allah Ta’ala mengampuni dosa selainnya (syirik) bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa mempersekutukan Allah Ta’ala, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An-Nisa: 48)

Sebagaimana perkataan dusta, sia-sia, dan keji orang yang berpuasa akan melenyapkan pahala puasa, kesyirikan bukan hanya menghapus amalan puasa, namun seluruh amal ibadah yang pernah dilakukan selama hidup, terhapus dan menjadi debu yang berterbangan.

وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا

Dan kami hadapkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.” (QS. Al-Furqan: 23)

Oleh karena itu, kesyirikan lebih mengerikan dibanding perkataan sia-sia orang yang berpuasa. Masih banyak kaum muslimin yang justru kuat dan semangat menjaga puasanya dengan baik, namun di saat yang sama juga melakukan kesyirikan kepada Allah Ta’ala dengan berdoa kepada selain Allah Ta’ala, menyembelih hewan untuk selain Allah Ta’ala dan meyakini ada yang mengetahui hal gaib selain Allah Ta’ala dan bentuk kesyirikan lainnya. Oleh karena itu, tegakkan tauhid dan jauhilah kesyirikan,

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا

Sembahlanlh Allah dan jangan engkau mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.” (QS. An-Nisa 36)

Demikian. Semoga bermanfaat.

***

Ditulis: dr. Abdiyat Sakrie, Sp.JP

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/84202-lebih-dari-sekedar-puasa-yang-sia-sia.html