Suatu kali, Titus Burckhardt, pakar arsitektur dan budaya Islam, ditanya tentang bagaimana cara memahami peninggalan Islam. Apa jawabannya? Pakar arsitektur dan budaya Islam asal Eropa ini hanya menjawab singkat, `’Lihatlah Masjid Ibn Tulun di Kairo”.
Kairo merupakan salah satu tempat terkonsentrasinya peninggalan sejarah Islam. Menurut Doris Behrens-Abouseif dalam salah satu bukunya, Islamic Architecture in Cairo:An Introduction, padatnya Kairo dengan bangunan-bangunan sejarah peninggalan Islam karena dinasti Islam di Mesir kala itu tak punya ibu kota lain kecuali Kairo. Hal itulah yang menyebabkan Kairo sangat berbeda dibandingkan kota-kota besar lain pada era kejayaan Islam.
Sejak awal, nama Kairo dan Mesir sudah di gunakan untuk istilah terpisah. Kairo berasal dari turunan kata Bahasa Arab, `’Qahira”. Qahira merupakan nama daerah di ibu kota Dinasti Fatimiyah yang didirikan pada 969 M dan diperuntukan sebagai kawasan permukiman.
Sementara, Mesir berasal dari kata `’Misr” yang merupakan singkatan dari Fustat-Misr yang merupakan ibu kota Islam yang didirikan oleh Amr ibn al-As pada 641-642 M. Istilah Misr kemudian meluas dan mencakup semua wilayah di ibu kota, baik Fustat maupun Qahira.
Memahami kebudayaan Islam adalah jalan utama memahami Islam. Seni dan budaya Islam sendiri diturunkan dari nilai Tauhid (keesaan Allah SWT). Seni tulis ayat Alquran atau kaligrafi merupakan seni pertama yang berkembang dalam Islam sebelum seni bangunan terutama masjid muncul kemudian.
Dalam bukunya, Mosques of Egypt : A Magnificent Celebration of Egypt’s Rich Islamic Architectural Heritage, Bernard O’Kane memandu pembaca untuk berkeliling menjelajahi masjid-masjid paling bersejarah di Mesir, mausoleum, madrasah, mihrab, dan menara. Bangunan- bangunan yang dibahas dalam buku itu merupakan warisan Islam yang terentang selama 1.200 tahun, mulai dari peninggalan Dinasti Fatimiyah, Ayyubiyah, Mamluk, Turki Utsmani, dan periode modern.
Masjid Ibn Tulun di Kairo dibangun pada 876 M hingga 879 M. Kala itu, Ahmad Ibn Tu lun dikirim ke Mesir oleh pemimpin Islam yang beribukota di Baghdad. Mulanya, Ahmad Ibn Tulun ditugaskan menjadi Gubernur Fustat. Setelah dua tahun, ia mendirikan dinastinya sendiri.
Masjid Ibn Tulun sendiri terinspirasi dari Masjid Agung di Samarra, Irak, kota tempat Ibn Tulun dibesarkan. Meski demikian, puncak menara masjid yang berbentuk seperti tapal kuda sangat serupa dengan yang nampak pada Masjid Agung Cordoba di Spanyol.
Pertama kali melihat, kita akan terpana oleh keagungan masjid yang tersusun dari bata dengan pintu-pintu besar itu. `’Meski banyak versi sejarah tentang masjid ini, Masjid Ibn Tulun tetap memiliki bentuk dasar arsitektur zaman itu. Dengan estetika yang bertahan sejak masanya hingga saat ini, Masjid Ibn Tulun bisa dibilang adikarya arsitektur dunia,” tulis O’Kane dalam bukunya.
Masjid tertua lainnya di Kairo adalah Masjid Amr ibn al-As. Kurang dari 10 tahun setelah Rasulullah SAW wafat, Islam mulai menyebar di Mesir pada 639 M melalui pasukan yang dipimpin Amr ibn al-As. Kemenangan pasukan Amr ibn al-As dirayakan dengan pendirian Kota Fustat, wilayah selatan Kairo modern saat ini. Di sanalah kemudian Amr ibn al-As membangun masjid yang kemudian diberi nama dirinya itu.
Masjid Amr ibn al-As tak hanya jadi masjid pertama di Mesir, tapi juga di Afrika. Sejak itu, Masjid Amr mengalami banyak perubahan. Restorasi Masjid Amr sempat dilakukan pada 2002. Hanya sedikit bagian bangunan sebelum abad 19 yang tersisa dari Masjid Amr.
`’Meski rasa masa lampau telah hilang dari Masjid Amr, tetap saja ada rasa bahagia mengunjungi masjid itu sebelum ramai oleh pengunjung lain,” kata O’Kane.