Makrifatullah dan Urgensinya

Makrifatullah dan Urgensinya (Bag. 2)

Bismillah wal hamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah. Amma ba’du,

Urgensi Makrifatullah

Alasan pentingnya kita mempelajari makrifatullah itu sangat banyak. Namun alasan yang paling pokok adalah sebagai berikut:

Pertama, sebagai tujuan hidup kita.

Hal ini karena kita diciptakan untuk mengenal Allah Ta’ala dan beribadah kepada-Nya semata.

Kedua, sebagai bagian dari rukun iman pertama yang merupakan dasar seluruh rukun iman lainnya.

Makrifatullah itu bagian dari iman kepada Allah. Sedangkan iman kepada Allah itu mendasari seluruh rukun iman lainnya. Padahal, agar seseorang bisa beriman kepada Allah dengan benar, dia perlu mengenal Allah dengan baik. Karena iman kepada Allah itu mencakup beriman kepada keberadaan-Nya dan kemahaesaan-Nya. Dan semua ini butuh ilmu makrifatullah.

Ketiga, makrifatullah adalah dasar peribadatan kepada Allah semata yang berpengaruh pada kesempurnaan ibadah seorang hamba.

Ibadah kepada Allah semata adalah salah satu dari dua tujuan hidup kita, sedangkan kualitas ibadah kita dipengaruhi seberapa besar kita mengenal Allah dengan mengenal nama dan sifat-Nya dan melaksanakan tuntutan ibadah yang terkandung di dalam setiap nama dan sifat-Nya yang kita kenal.

Hamba yang paling sempurna ibadahnya adalah orang yang paling mengenal Allah dan melaksanakan tuntutan peribadatan yang terkandung di dalamnya. Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata,

وأكمل الناس عبودية المتعبد بجميع الأسماء والصفات التي يطلع عليها البشر

“Dan manusia yang paling sempurna ibadahnya adalah orang yang beribadah dengan melaksanakan tuntutan peribadahan dari seluruh nama dan sifat Allah yang diketahui oleh manusia.”

Contoh penerapan makrifatullah sebagai dasar peribadatan kepada Allah semata:

Allah Ta’ala adalah Ar-Rahiim (Yang Mahapenyayang).

Dia mencintai orang-orang yang penyayang, sehingga kita pun terdorong untuk menjadi penyayang agar dicintai dan diridai-Nya. Dan ini hakikat ibadah kepada-Nya semata, tatkala mempersembahkan kepada-Nya semata segala yang Dia cintai dan ridai sebagaimana definisi ibadah menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah.

Allah Ta’ala adalah Asy-Syakuur (Yang Mahamensyukuri).

Dia mencintai orang-orang yang pandai bersyukur kepada-Nya. Di antaranya dengan berterima kasih kepada manusia dan membalas kebaikannya sehingga kita pun terdorong untuk menjadi orang yang pandai bersyukur kepada-Nya sebagai bentuk peribadatan kepada-Nya semata.

Allah Ta’ala adalah Al-‘Aliim (Yang Mahamengetahui).

Dia mencintai orang-orang yang berilmu syar’i dan mengamalkannya sehingga kita pun terdorong untuk menjadi orang yang berilmu syar’i dan mengamalkannya sebagai bentuk peribadatan kepada-Nya semata.

Allah Ta’ala adalah At-Tawwaab (Yang Mahamenerima taubat).

Dia mencintai orang-orang yang bersegera bertaubat kepada-Nya semata dari segala dosa sehingga kita pun terdorong untuk menjadi orang yang bersegera bertaubat kepada-Nya semata dari segala dosa sebagai bentuk peribadatan kepada-Nya semata.

Allah Ta’ala adalah Al-Jamiil (Yang Mahaindah).

Dia mencintai orang-orang yang indah ucapannya, perbuatannya, akhlaknya, penampilan fisiknya, barang-barangnya, serta segala sesuatunya. Sehingga, kita pun terdorong untuk menjadi orang yang indah dalam segala sesuatunya sebagai bentuk peribadatan kepada-Nya semata.

Allah Ta’ala adalah Ath-Thoyyib (Yang Mahabaik).

Dia mencintai orang-orang yang baik ucapan dan perbuatannya, baik zahir maupun batinnya sehingga kita pun terdorong untuk menjadi orang yang baik dalam segala sesuatunya sebagai bentuk peribadatan kepada-Nya semata.

Allah Ta’ala adalah Ar-Rafiiq (Yang Mahalembut).

Dia mencintai orang-orang yang lembut dalam ucapan dan perbuatannya, sehingga kita pun terdorong untuk menjadi orang yang lembut dalam ucapan dan perbuatannya sebagai bentuk peribadatan kepada-Nya semata.

Keempat, pokok dari setiap ilmu yang bermanfaat adalah makrifatullah.

Karena jika kita tahu siapa Allah dengan baik, niscaya kita akan tahu siapa selain-Nya. Dan akan benar sikap kita terhadap Allah dan makhluk serta terhadap semua jenis ilmu yang bermanfaat. Sehingga, kita mempelajari segala jenis ilmu dan mengamalkannya itu sesuai dengan kecintaan dan keridaan Allah.

Contoh penerapan makrifatullah adalah pokok dari setiap ilmu yang bermanfaat:

Pertama, barangsiapa yang mengetahui bahwa Allah adalah Al-Khooliq (Yang Mahamenciptakan), Yang Mahasempurna, maka ia akan mengetahui bahwa selain-Nya adalah ciptaan (makhluk) yang lemah dan membutuhkan kepada-Nya. Sehingga ia pun menghambakan dirinya kepada-Nya semata.

Kedua, barangsiapa yang mengetahui bahwa Allah adalah Ar-Razzaaq (Yang Mahamemberi rezeki), maka ia akan mengetahui bahwa selain-Nya adalah hamba yang diberi rezeki, dan bukan pemberi rezeki. Sehingga, ia tidak berdoa meminta rezeki dan bertawakal, kecuali kepada-Nya saja.

Ketiga, barangsiapa yang mengetahui bahwa Allah adalah Al-‘Aliim (Yang Mahamengetahui), maka ia akan mengetahui bahwa selain-Nya adalah hamba yang pada asalnya tidak memiliki ilmu apa-apa. Al-‘Aliim yang mengajarkan berbagai macam ilmu kepada makhluk sehingga ia berusaha senantiasa memohon petunjuk ilmu yang bermanfaat kepada-Nya semata dan tidak sombong.

Keempat, barangsiapa yang mengetahui bahwa Allah adalah Al-Qodiir (Yang Mahakuasa), maka ia akan mengetahui bahwa selain-Nya adalah hamba yang pada asalnya tidak memiliki kuasa apa-apa. Sehingga dia berusaha senantiasa mohon kekuatan dalam menjalani ujian hidup di dunia ini.

Kelima, barangsiapa yang mengetahui bahwa Allah adalah Allah Mahaawal, maka ia akan mengetahui bahwa selain-Nya adalah dulunya tidak ada, lalu Allah ciptakan dan adakan. Sehingga dia sadar seluruh kenikmatan dan kebaikan yang ada pada dirinya adalah anugerah dari Yang Mahaawal. Ia pun menyandarkan kenikmatan kepada-Nya semata dan bersyukur kepada-Nya atas nikmat tersebut.

Barangsiapa yang mengetahui bahwa Allah adalah Allah Mahakekal, maka ia akan mengetahui bahwa selain-Nya adalah hamba yang akan mati dan bersifat fana. Oleh karena itu, ia tidak ujub dan tidak menyombongkan prestasi ibadah, diri, serta hartanya.

Keenam, barangsiapa yang mengetahui bahwa Allah adalah Al-Ghoniy (Yang Mahakaya), maka ia akan mengetahui bahwa selain-Nya adalah hamba yang fakir. Pada asalnya, ia tidak punya apa-apa dan senantiasa membutuhkan kepada-Nya setiap saat.

Ketujuh, barangsiapa yang mengetahui bahwa Allah adalah Al-Malik (Raja segala sesuatu), maka ia akan mengetahui bahwa selain-Nya adalah hamba milik-Nya, di bawah kekuasaan kerajaan-Nya, serta di bawah pengaturan-Nya, sehingga ia rida atas pengaturan-Nya atas diri-Nya sebagai hamba-Nya.

Kesimpulan

Barangsiapa yang mengenal Allah Ta’ala  melalui mengetahui nama-Nya yang husna dan sifat-Nya yang ‘ula, maka niscaya ia tahu bahwa Allah Mahasempurna dari segala sisi dan disucikan dari aib dan kekurangan dari segala sisi, dan niscaya ia pun mengetahui bahwa dirinya lemah, banyak aib dan kekurangan, dan senantiasa membutuhkan petunjuk dan penjagaan dari Allah Ta’ala. Inilah maksud “Makrifatullah adalah pokok dari setiap ilmu yang bermanfaat”. Barangsiapa yang tahu siapa Allah dengan baik, niscaya ia akan tahu siapa selain-Nya!

[Bersambung]

***

Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah

Sumber: https://muslim.or.id/73254-marifatullah-dan-urgensinya-bag-2.html