Pada Rabu, 17 Agustus 2022, Indonesia kembali akan memperingati hari kemerdekaan yang ke-77. Artinya sudah 77 tahun Indonesia merdeka jika dihitung dari 17 Agustus 1945. Tulisan ini akan membahas Maria Ulfah yang berperan dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Hari kemerdekaan Indonesia tak lepas dari perjuangan putra dan putri terbaik bangsa. Pahlawan yang rela mengorbankan harta, bahkan nyawa demi kemerdekaan Indonesia. Para pahlawan ini, berjasa dalam membawa Indonesia yang bebas dari penjajahan imperialisme dan juga bebas dari penjajahan Jepang.
Di antara, sekalian banyak pejuang dan pahlawan Indonesia, nama Maria Ulfah Santoso salah satunya. Ia termasuk pahlawan perempuan yang turut andil dalam memerdekakan Indonesia. Meskipun namanya tak seharum para pahlawan perempuan lain seperti Dewi Sartika, R.A Kartini, dan Cut Nyak Dien.
Mari Ulfah, dalam laman Kemendikbud dijelaskan lahir di Serang 18 Agustus 1911, putri dari Raden Adipati Arya Mohammad Ahmad seorang Bupati Kuningan dan R.A Hadidjah Djajadiningrat. Dari pihak ibu, bernama RA. Hadidjah Djajadiningrat. Mari Ulfah dari kalangan priyayi.
Maria Ulfah, bersekolah dasar di Rangkasbitung, mengikuti ayahnya yang bekerja di kota. Kemudian sang ayah pindah ke Batavia tahun 1917. Di Jakarta (dulu Batavia) ia bersekolah di Sekolah Dasar di Jalan Cikini. Kemudian, pindah ke SD di Willemslaan (kini Jalan Perwira). Setelah lulus, Maria Ulfah masuk ke Sekolah Menengah Koning Willem III School pada 1924.
Maria Ulfah termasuk perempuan Indonesia memiliki kesempatan menempuh pendidikan tinggi. Sekitar tahun 1929, ia melanjutkan studi ke Belanda. Di negeri Kincir Angin, ia menempuh studi ilmu hukum di Universitas Leiden. Sekitar tiga tahun kemudian, tepatnya 1933, Maria Ulfah berhasil l mendapatkan gelar Meester in de Rechten (Mr)—perempuan Indonesia pertama—, dari Universitas Leiden. Saat itu usianya masih 22 tahun.
Kiprah Maria Ulfah untuk Kemerdekaan
Baca Juga: Islam Mengapresiasi Perempuan dalam Partisipasi Bela Negara
Kiprah Maria Ulfah terbilang cukup banyak. Selepas menempuh studi di Leiden, ia pulang ke Indonesia. Bekerja di Cirebon, lalu pindah ke Jakarta.
Di Ibukota, ia mengajar di sekolah Muhammadiyah di Jalan Kramat Raya 49 pada September 1934. Di sekolah Muhammadiyah ini, ia berjumpa dengan Santoso Wirodihardjo, yang kelak jadi suaminya.
Maria Ulfah juga, selain mengajar di sekolah Muhammadiyah, ia juga mengajar di Sekolah Menengah Perguruan Rakyat. Sekolah ini didirikan oleh para aktivis pejuang kemerdekaan Indonesia. (Baca: Perjuangan Para Pahlawan Nasional dari Kalangan Pesantren).
Selain aktif sebagai pengajar, Maria Ulfah termasuk pula dalam kalangan aktivis. Ia aktif dan terlibat dalam Kongres Perempuan Indonesia. Yang memberikan peran dan advokasi pada perempuan Indonesia. Di Kongres Perempuan Indonesia, ia dipercaya memimpin Biro Konsultasi yang bertugas membantu perempuan Indonesia lepas dari buta huruf bagi perempuan di Salemba Tengah dan Paseban.
Ia diberikan tugas mengurus segala permasalahan perempuan dalam perkawinan, terutama dalam membantu kaum perempuan yang mengalami kesulitan dalam pernikahan, seperti KDRT, dan masalah lainnya.
Dalam perjalanan hidupnya, Maria Ulfah termasuk sosok yang dekat dengan Sutan Syahrir. Ia bertemu dengan Syahrir ketika studi di Belanda. Dan aktif dalam beberapa pergerakan, yang menentang kolonialisme. Saat Syahrir jadi Perdana Menteri, Maria Ulfah dipercayakan menjadi Menteri Sosial (Mensos).
Ia menjabat sebagai Mensos dalam Kabinet Sjahrir II dan III. Ia bertugas dalam masa genting, yang diberikan tugas mengurus para tawanan wanita dan anak-anak Belanda yang ditawan di kamp-kamp Jepang.
Lebih jauh lagi ia menjabat sebagai menteri saat adanya pertarungan Indonesia dengan Belanda lewat Agresi militer II yang memaksa ibu kota Indonesia pindah ke Yogyakarta dan melahirkan perjanjian Linggarjati.
Dalam perjanjian Linggarjati itu, terdapat peran Maria Ulfah. Ia adalah sosok yang mengusulkan Linggarjati sebagai tempat perundingan kepada Sjahrir. Yang draft utuhnya ditandatangani pada 15 November 1946 di Jl Pegangsaan Timur 56, Jakarta.
Demikian kisah Maria Ulfah dan kiprahnya dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Sosok perempuan yang berpendidikan dan memberdayakan perempuan lainnya serta menyongsong kerja-kerja menuju kemerdekaan Indonesia.
Tulisan ini telah terbit di Bincangmuslimah.com