Masjid ramah anak ala Rasulullah adalah masjid yang ramah dan terbuka bagi anak-anak, di mana mereka dapat belajar, bermain, dan beribadah dengan nyaman. Rasulullah SAW sendiri sangat menyayangi anak-anak dan menjadikan masjid sebagai tempat yang aman dan menyenangkan bagi mereka.
Nah berikut beberapa ciri masjid ramah anak ala Rasulullah SAW. Akhir-akhir ini ada sekian banyak orang yang salah dalam melakukan tindakan. Dimana, ketika anak-anak datang ke masjid untuk membiasakan dirinya di lingkungan masjid, sering kali para jama’ah mengusir, membentak, mengintimidasi, dan bahkan melakukan kekerasan fisik kepada anak-anak yang sedang dalam proses pembiasaan di lingkungan masjid.
Akibatnya, tak sedikit dari anak-anak menjauhi masjid karena diusir, dibentak, diintimidasi, hingga mengalami kekerasan fisik oleh orang-orang dewasa maupun remaja yang tidak mengharapkan kehadiran mereka ke masjid. Anak-anak dianggap mengganggu kenyamanan dan ketertiban dalam menjalankan ibadah.
Sebenarnya kalau ditelisik, secara harfiah, masjid berasal dari Bahasa Arab yaitu sajada, yasjudu, sujudan. Sementara itu, dalam Kamus Al-Munawwir, berarti membungkuk dengan khidmat. Dari akar kata tersebut, terbentuklah kata masjid yang merupakan kata benda yang menunjukkan arti tempat sujud. Kita tahu bahwa sujud adalah rukun shalat sebagai bentuk ikhtiar hamba dalam mendekatkan diri pada Allah Swt.
Penting dicatat bahwa, fungsi paling utama dari sebuah masjid adalah sebagai tempat pelaksanaan ibadah shalat agar umat muslim dapat melaksanakan ibadah shalat secara bersama-sama, atau dikenal dengan shalat berjamaah.
Tentu saja, kegiatan shalat berjamaah menjadi salah satu ajaran pokok dalam agama Islam. Ini dibuktikan dengan banyaknya hadist yang disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw. terkait dengan keutamaan shalat berjamaah. Salah satunya adalah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari yang berbunyi:
صلاة الجماعة تفضل على صلاة الفذ بسبع وعشرين درجة
Artinya: “Sholat berjamaah lebih utama 27 derajat daripada sholat sendirian.” (HR. Imam Bukhari).
Syahdan, ajaran Rasulullah Saw. terkait dengan shalat berjamaah merupakan perintah yang benar-benar ditekankan. Inti dari memakmurkan masjid adalah menegakkan shalat berjamaah yang merupakan salah satu syiar Islam yang paling diutamakan. Sementara yang lain adalah pengembangannya.
Tak hanya itu, shalat jamaah merupakan indikator utama keberhasilan dalam memakmurkan masjid. Dalam hal ini, keberhasilan dan kurang berhasilnya dalam memakmurkan masjid dapat diukur dengan seberapa jauh antusias umat Islam dalam menegakkan shalat berjamaah di masjid, bukan seberapa megah dan menterengnya bangunan masjidnya.
Isu-isu mengenai masjid ramah anak menjadi kian mencuat ketika masyarakat dihadapkan pada fakta semakin naiknya jumlah kasus kekerasan terhadap anak. Kekerasan terhadap anak tidak saja terjadi di dalam rumah, di lingkungan bermain, maupun di sekolah, namun tindak kekerasan terhadap anak juga sering kali terjadi di dalam komplek rumah ibadah. Khususnya masjid, baik di wilayah perkotaan maupun perdesaan.
Padahal, sebenarnya anak adalah anugerah sekaligus amanah yang dititipkan oleh Allah Swt. kepada orang tua. Menjadi anugerah, karena anak akan menghadirkan kebahagiaan dalam pernikahan orang tua, dan amanah karena orang tua memiliki kewajiban untuk mendidik, membimbing, dan membesarkan anak-anaknya sehingga anak-anak mampu menjadi anak yang soleh dan berbudi pekerti yang luhur.
Bukankah anak yang shalih merupakan salah satu sumber amalan yang tidak akan pernah putus. Dan untuk mewujudkannya orang tua memiliki peran mendidik agar mereka beretika mulia, termasuk mengajarkannya untuk terbiasa shalat di masjid.
Namun, sayangnya, seringkali proses pendidikan dan pembiasaan ini terhambat karena ulah beberapa orang jamaah maupun pengurus masjid yang tidak sabar dalam menghadapi anak-anak. Itu sebabnya, tak heran jika mereka mengusir, membentak, mengintimidasi, atau bahkan melakukan kekerasan fisik kepada anak-anak yang sedang dalam proses pendidikan dan pembiasaan di lingkungan masjid tersebut.
Sejatinya, hal ini bertentangan dengan ajaran agama Islam yang dengan tegas melarang umatnya untuk memarahi anak-anak yang sedang bermain di lingkungan masjid. Hal ini karena sejatinya memarahi anak bukannya menyelesaikan masalah, justru akan menimbulkan masalah baru yang lebih besar. Dan, kekerasan fisik yang dialami oleh anak akan membekas dalam psikologi anak yang membuatnya enggan dan takut untuk ke masjid bahkan hingga ia dewasa.
Anak usia dini adalah anak yang berkisar antara usia 1-6 tahun. Masa anak usia dini merupakan salah satu periode yang sangat penting, karena priode ini merupakan tahap perkembangan kritis. Pada masa inilah kepribadian mulai dibentuk. Pengalaman-pengalaman yang terjadi masa ini cenderung bertahan dan mempengaruhi sikap anak sepanjang masa hidupnya.
Pada masa ini anak senang melakukan berbagai aktivitas seperti memperhatikan lingkungan sekitar, meniru, mencium, dan meraba. Lingkungan yang kaya dan banyak memberikan rangsangan dapat meningkatkan kemampuan belajar anak. Jhon Locke menyebutnya anak waktu kecil bagaikan kertas kosong “Tabularasa”.
Lalu bagaimana sebenarnya konsep masjid ramah anak ala Rasulullah ?
Sebenarnya, konsep Masjid Ramah Anak adalah satuan masjid sebagai ruang publik untuk beribadah (mahdhah dan ghairu mahdhah), dapat menjadi salah satu alternatif untuk dikembangkan menjadi tempat anak-anak berkumpul, melakukan kegiatan positif, inovatif, kreatif dan rekreatif yang aman dan nyaman, dengan dukungan orangtua dan lingkungannya.
Tentu saja, konsep Masjid Ramah Anak bukan tidak memiliki tujuan, melainkan pertama, ingin mengoptimalkan fungsi masjid sebagai ruang publik yang dikembangkan menjadi pusat kreativitas anak, dan menjadi tempat alternatif untuk anak-anak berkumpul, melakukan kegiatan positif, inovatif, kreatif dan rekreatif yang aman dan nyaman serta terhindar dari berbagai bentuk kekerasan dan diskriminasi. Sebuah hadits dari riwayat Ibnu Majah, Rasulullah Saw. bersabda:
وَقَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ أَكْرِمُوا أَوْلَادَكُمْ وَأَحْسِنُوا آدَابَهُمْ
Artinya: “Nabi Saw. bersabda: “Muliakanlah anak-anak kalian dan ajarilah mereka tata krama.”
Kedua, mengoptimalkan fungsi masjid melalui berbagai kegiatan peningkatan pemahaman dan kesadaran bagi orang tua, terkait pengasuhan dan kesejahteraan keluarga berbasis pemenuhan hak anak termasuk anak berkebutuhan khusus.
Bukan hanya itu, pembentukan dan pengembangan Masjid Ramah Anak, secara tidak langsung menanamkan ajaran prinsip non diskriminasi. Artinya, prinsip non diskriminasi yaitu pengelola masjid tidak membedakan suku, ras, agama, jenis kelamin, bahasa, paham politik, asal kebangsaan, status ekonomi, kondisi fisik maupun psikis anak, atau faktor lainnya.
Kemudian, menjadikan anak sebagai pertimbangan utama dalam setiap pengambilan kebijakan serta pengembangan program dan kegiatan. Bahkan, hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan anak. Dalam hal ini, konsep Masjid Ramah Anak menjamin hak anak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan memenuhi hak mereka sesuai periode tumbuh kembangnya semaksimal mungkin.
Pun juga, mengakui dan memastikan bahwa setiap anak diberikan kesempatan untuk mengekspresikan pandangannya secara bebas, independen, dan santun terhadap segala hal yang mempengaruhi dirinya, dan dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan untuk setiap kegiatan yang akan dilaksanakan di Masjid Ramah Anak.
Sederhana, memakmurkan masjid tidak hanya sebatas menjadi tempat ibadah seperti shalat, dzikir, doa dan i’tikaf, akan tetapi juga dapat menjadikan masjid sebagai pusat pendidikan Islam, terlebih mengajari anak-anak kecil, bukan justru mengusirnya. Allah Swt. berfirman dalam al-Qur’an surah An-Nur Ayat 36:
فِىۡ بُيُوۡتٍ اَذِنَ اللّٰهُ اَنۡ تُرۡفَعَ وَيُذۡكَرَ فِيۡهَا اسۡمُهٗۙ يُسَبِّحُ لَهٗ فِيۡهَا بِالۡغُدُوِّ وَالۡاٰصَالِۙ
Artinya: “Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang.” (QS. An-Nur: 36).
Anak adalah tabungan akhirat
Anak tidak hanya sekedar sebagai penerus dan pelanjut keturunan, lebih dari itu anak adalah aset bagi orang tua yang pada akhirnya kelak akan menjadi modal dan penolong untuk kehidupan yang lebih kekal, akhirat. Dalam sebuah hadits dijelaskan:
إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Artinya: “Apabila anak adam (manusia) telah meninggal dunia, maka terputuslah amalnya darinya, kecuali tiga perkara, yaitu sedekah jariyah (sedekah yang pahalanya terus mengalir), ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang selalu mendoakannya.” (HR. Muslim No. 1631).
Dengan demikian, apabila anak dianggap aset, sudah seharusnya orang tua semaksimal mungkin mengusahakan pendidikan yang terbaik untuk anak. Dan tiada konsep yang lebih baik selain dari yang datang dari Rasulullah Saw. Karena yang disampaikan oleh Rasulullah adalah tidak lagi diragukan kebenaran dan kepastiannya. Baik itu yang berupa perkataan, perbuatan ataupun persetujuannya.
Dikatakan, pada riwayat At-Tirmidzi ini, Rasulullah Saw. menyebutkan keutamaan pahala pengajaran orang tua terhadap anaknya perihal norma-norma yang mesti diinternalisasi oleh anaknya. Rasulullah Saw. menyebutkan satu pelajaran adab yang diberikan kepada anaknya lebih baik dari pada ibadah sedekah makanan pokok seberat 1 sha’ atau setara 2,7 kilogram gandum.
عن جابر بن سمرة رضي الله عنه قال قال رسولُ الله صلى الله عليه وسلم لأنْ يُؤَدِّبَ الرجلُ وَلَدَه خيرٌ من أن يتصدق بصاع أخرجه الترمذي
Artinya: “Dari sahabat Jabir bin Samurah ra, Rasulullah Saw. bersabda: “Pengajaran seseorang pada anaknya lebih baik dari (ibadah/pahala) sedekah satu sha’.” (HR At-Tirmidzi).
Demikian penjelasan terkait masjid ramah anak ala Rasulullah. Kita berharap, yang dicontohkan Rasulullah ini bisa diterapkan di masjid di Indonesia, yang menjadikan masjid untuk semua kalangan. Wallahu a’lam bishawab.