Saat ritual pawang hujan dalam perhelatan Moto GP Mandalika 2022 viral beberapa waktu lalu, beberapa warganet membanding-bandingkannya dengan doa yang diajarkan oleh Nabi untuk memindahkan hujan. Namun, perlu ada pemahaman yang lengkap tentang doa nabi untuk menangkal hujan tersebut.
Redaksi doa Nabi untuk menangkal hujan berbunyi sebagai berikut:
اللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا وَلَا عَلَيْنَا
“Ya Allah, turunkan hujan di sekitar kami, bukan yang merusak kami”
Dalam riwayat lain, terdapat redaksi yang lebih lengkap, yaitu:
اللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا وَلاَ عَلَيْنَا، اللَّهُمَّ عَلَى الآكَامِ وَالظِّرَابِ، وَبُطُونِ الأَوْدِيَةِ، وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ
“Ya Allah, turunkan hujan di sekitar kami, bukan yang merusak kami. Ya Allah! Turunkanlah hujan di atas dataran tinggi, di bukit-bukit, di perut lembah dan di tempat tumbuhnya pepohonan”
Doa ini dikutip dari hadits riwayat Anas bin Malik, sebagaimana tertulis dalam Shahih al-Bukhari (2/29), yang menceritakan Rasulullah tengah berkhutbah pada hari Jumat. Tiba-tiba seorang laki-laki menginterupsi beliau dan mengeluhkan keadaan paceklik yang menimpa Madinah saat itu. Rasulullah pun berdoa agar hujan turun.
Hujan pun turun hari itu, dan terus-menerus turun tiada henti selama hampir seminggu. hingga dikatakan matahari tidak terlihat selama 6 hari.
Pada hari Jumat berikutnya, laki-laki tersebut kembali menginterupsi Nabi ketika khutbah berlangsung, dan mengeluhkan kerugian materi akibat hujan yang terus berlangsung. Rasulullah pun berdoa dengan doa sebagaimana tertulis di atas, dan terlihat mendung pindah ke sekitar Madinah, sehingga Madinah cerah kembali sedangkan sekitarnya turun hujan.
Ibnu Baththal dalam kitabnya, Syarh Shahih al-Bukhari li Ibni Baththal (3/13), menjelaskan bahwa doa ini menggambarkan keagungan akhlak dan adab Nabi Muhammad saw. Beliau sama sekali tidak memohon kepada Allah agar menghentikan hujan secara mutlak.
Sebab beliau sadar bahwa hujan merupakan salah satu nikmat yang mengandung keutamaan, keberkahan, dan kemanfaatan. Sehingga beliau memohon agar hujan tersebut dipindahkan ke tempat atau daerah yang lebih membutuhkan, seperti bukit atau lembah.
Dalam kitab ‘Umdatul Qari Syarh Shahih al-Bukhari (6/238) juga dijelaskan bahwa Rasulullah dalam doa ini pada hakikatnya memohon agar terhindar dari ancaman bahaya yang ditimbulkan dari hujan kepada penduduk, dan agar hujan tersebut turun pada tempat yang lebih membutuhkan manfaatnya.
Juga hadits ini mengandung anjuran agar berdoa memohon putusnya hujan dari rumah penduduk apabila turun lebat dan menimbulkan ancaman bahaya.
Mengenai redaksi doa Nabi ini, ada penjelasan menarik dari Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA dalam kitabnya at-Thuruq as-Shahihah fi Fahm as-Sunnah an-Nabawiyah (halaman 81-82). Menurut beliau, redaksi doa Nabi ini tak bisa lepas dari letak geografis kota Madinah saat itu yang dikelilingi oleh padang pasir.
Oleh karena itu, Nabi berdoa agar hujan turun di sekitar Madinah sehingga tidak menimbulkan bahaya bagi penduduk Madinah.
Tentu redaksi doa ini tidak bisa diterapkan di kota Jakarta, misalnya, yang apabila hujan turun lebat di daerah-daerah sekitarnya, malah akan menimbulkan ancaman banjir bagi penduduknya. Oleh karena itu, redaksi doa tersebut bisa diubah sesuai makna esensi hadits, semisal:
اللَّهُمَّ عَلَى الْبَحْرِ، لَا عَلَيْنَا وَلَا حَوَالَيْنَا
“Ya Allah, turunkan hujan di atas laut, bukan di atas kami dan bukan di sekitar kami”
Redaksi doa yang demikian hukumnya boleh dan tidak menyimpang dari teks hadits. Sebab, esensi dari doa yang diajarkan nabi dalam hadits tersebut adalah untuk menghindari ancaman bahaya dari turunnya hujan.
Dengan demikian, ilmu geografi juga dibutuhkan untuk memahami teks hadits, meskipun bukan termasuk dari dalil atau sumber hukum Islam.
Memahami doa Nabi untuk menangkal hujan. Semoga bermanfaat.