KEBAHAGIAAN hidup tentu akan sempurna jika pasangan dan keturunan memiliki komitmen tinggi dalam iman dan Islam, plus tetangga kanan kiri juga memiliki hal yang sama.
Sungguh jika kondisi itu dimiliki, tentu sebuah anugerah yang sempurna, karena bukan saja keluarga, tetapi juga lingkungan akan senantiasa menguatkan iman dan Islam di dalam hati.
Hal ini sudah lama menjadi mindset orang-orang Islam terdahulu, sehingga muncul ungkapan “Al-Jaar qobla ad-Daar” yang artinya, “Memilih Tetangga Sebelum Membeli Rumah.”
Lebih dari itu, Rasulullah juga sangat menekankan akan pentingnya memilih tetangga sholeh dan menjauhi tetangga yang buruk.
“Berlindunglah kepada Allah dari tetangga jahat yang menetap, sebab tetangga yang nomaden (badui) akan menjauh darimu.” (HR. Nasai).
Hadits tersebut menunjukkan bahwa masalah tetangga bukanlah perkara remeh, bahkan sangat menentukan, tidak saja kenyamanan hidup, tetapi juga keselamatan agama dan akhirat. Oleh karena itu, Imam Ghazali dalam Bidayatul Hidayah menyatakan bahwa seeorang akan dapat istiqomah dalam kesholehannya, apabila selektif dalam memilih tetangga (teman).
Lebih dari itu pun dijelaskan bagaimana tetangga yang sholeh itu. Pertama, tetangga yang terdidik, memiliki gaya hidup, perilaku dan wawasan yang baik. Imam Ghazali berkata dalam konteks ini, “Musuh yang pintar jauh lebih baik, daripada teman yang bodoh.”
Kedua, Imam Ghazali menegaskan, jangan bertetangga dengan keluarga yang fasiq, yang suka berbuat dosa besar tanpa henti. Karena berteman dan bertetangga dengan lingkungan seperti itu akan membuat semangat berbuat amal kebaikan menurun dan perlawanan terhadap perilaku maksiat akan mengendur.
Hal tersebut seperti ditegaskan di dalam Al-Qur’an.
وَلَا تُطِعۡ مَنۡ أَغۡفَلۡنَا قَلۡبَهُ ۥ عَن ذِكۡرِنَا وَٱتَّبَعَ هَوَٮٰهُ وَكَانَ أَمۡرُهُ ۥ فُرُطً۬ا (٢٨
“Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” (QS. Al-Kahfi [18]: 28).
Ketiga, jangan bertetangga dengan keluarga yang materialistik dan konsumtif. Islam menganjurkan untuk bekerja keras dan tidak ada larangan menjadi kaya. Tetapi Islam melarang gaya hidup yang hedonis, yaitu hidup bermegah-megahan, boros dan memuja harta benda. Lingkungan hedonis sangat mudah menular dan terus menjalar.
Setidaknya dengan memiliki tetangga yang sholeh, lingkungan akan lebih baik. Karena hanya pribadi-pribadi yang sholeh akan mampu menjalankan perintah Allah Subhanahu Wata’ala dengan baik.
وَٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ وَلَا تُشۡرِكُواْ بِهِۦ شَيۡـًٔ۬اۖ وَبِٱلۡوَٲلِدَيۡنِ إِحۡسَـٰنً۬ا وَبِذِى ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡيَتَـٰمَىٰ وَٱلۡمَسَـٰكِينِ وَٱلۡجَارِ ذِى ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡجَارِ ٱلۡجُنُبِ وَٱلصَّاحِبِ بِٱلۡجَنۢبِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتۡ أَيۡمَـٰنُكُمۡۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ مَن ڪَانَ مُخۡتَالاً۬ فَخُورًا (٣٦)
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (QS. An-Nisa [4]: 36).
Memberikan Teladan
Lantas, bagaimana jika sudah terlanjur membeli rumah dan ternyata tetangga kanan kiri, depan belakang yang ada tida sesuai kriteria? Tentu banyak jalan untuk menyikapinya, namun jika mampu jadilah teladan, sehingga para tetangga bisa belajar dari kita sendiri. Harapannya, para tetangga mengerti bagaimana mestinya adab Islam dalam bertetangga.
Dari Ibn Umar dan Aisyah radhiyallahu ‘anhuma, keduanya berkata, “Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda, “Tidak henti-hentinya Jibril memberikan wasiat kepadaku supaya berbuat baik kepada tetangga, sehingga saya menyangka seolah-olah Jibril akan memasukkan tetangga sebagai ahli waris.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Kemudian, mulailah dengan memberikan keteladanan dalam berbagi, sekalipun dengan hal-hal yang sederhana. Itulah adab Islam mengajarkan.
“Dari Abu Dzar, radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah bersabda, Hai Abu Dzar, jikalau engkau memasak kuah, maka perbanyaklah airnya dan saling berjanjilah dengan tetangga-tetanggamu – untuk saling memberi.” (HR. Muslim).
Mengingat demikian banyaknya perintah agar seseorang berbuat baik kepada tetangga, maka berbuat sebaliknya, ancamannya sangat serius.
“Demi Allah tidaklah beriman, demi Allah tidaklah beriman, demi Allah tidaklah beriman, ” Para Sahabat bertanya; “Apa itu wahai Rasulullah?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda: “Yaitu seseorang yang tetangganya tidak bisa aman dari bawa`iqnya”, mereka bertanya, “Wahai Rasulullah apa itu bawa`iqnya?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda: “Kejelekannya.” (HR. Ahmad).
Apabila tuntunan-tuntunan bertetangga dalam Islam ini diabaikan, maka akhlak akan sirna dan malapetaka akan tiba. Seperti belakangan ini kerap melanda di masyarakat, mulai dari kejahatan terhadap anak tetangga hingga tawuran dan saling serang antar kampung tetangga.
Untuk itu, jangan sepelekan masalah tetangga, karena hal ini berlangsung sepanjang hidup di dunia dan akhirat. Termasuk adab Islam terhadapnya.
“Siapa yang percaya kepada hari kemudian, maka jangan mengganggu tetangganya, dan siapa yang percaya pada Allah dan hari kemudian, maka harus menghormati tamunya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dengan memiliki tetangga sholeh, kita akan keturalan menjadi lebih baik. Semoga Allah berikan kita semua, tetangga-tetangga yang beriman dan mengerti hak dan kewajiban tetangga, lalu menjalankannya dengan penuh kesadaran. Aamiin. Wallahu a’lam.*