Sebagian ulama sepakat Alquran diturunkan dalam dua fase. Pertama, wahyu tersebut diturunkan secara keseluruhan, dan kedua diturunkan secara terpisah-pisah.
Ibnu Hajar al-Asqolani dalam kitabnya Fath al-Baari menyampaikan, pendapat itulah yang disepakati kebenarannya. Pendapat ini diperkuat hadits-hadits shahih yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA.
Hadits pertama, dari Ibnu Abbas RA, dia berkata, “Alquran diturunkan dari Az-Zikr, lalu diletakkan di Baitul ‘Izzah di langit dunia, kemudian Malaikat Jibril menurunkannya kepada Nabi Muhammad SAW.” (HR Imam Nasa’i, al-Hakim, al-Thabrani)
Hadits kedua, diriwayatkan dari Said bin Jabir, dari Ibnu Abbas RA, bahwa dia berkata, “Alquran diturunkan ke langit dunia (langit terbawah) secara utuh pada waktu Lailatul Qadar, kemudian Allah SWT menurunkannya secara berangsur-angsur kepada Rasulullah SAW.” (HR al-Baihaqi dan al-Hakim)
Meski Alquran diturunkan pada Malam Qadar atau Lailatul Qadar, tidak diketahui di tahun kapan Lailatul Qadar itu terjadi. Apakah sebelum kenabian Muhammad SAW, atau setelah kenabian beliau SAW. Sebab, memang tidak ada nash yang menyebutkan atau menentukan kapan persisnya waktu Lailatul Qadar.
Abu Shama al-Maqdisi menjelaskan tentang rahasia mengapa Alquran diturunkan ke langit yang paling bawah (langit dunia). Dia mengatakan, hal tersebut untuk mengumumkan kepada para penghuni tujuh langit bahwa Alquran adalah kitab terakhir yang diwahyukan atau diturunkan kepada penutup para nabi, yaitu Nabi Muhammad SAW.
“Seandainya tidak ada kebijaksanaan ilahiyah, tentunya Alquran akan turun ke bumi secara keseluruhan, seperti semua kitab suci yang diturunkan sebelumnya,” kata dia.
Karena itu, menurut pandangan Abu Shama al-Maqdisi, Alquran diturunkan tidak langsung ke bumi tetapi ke langit terendah terlebih dulu. Dengan demikian, Alquran diturunkan secara keseluruhan (ke langit terendah atau langit dunia), lalu diturunkan secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad SAW. Dan ini hanyalah salah satu kemuliaan Nabi Muhammad SAW.