SELAMA ini kita di Indonesia, utamanya, shalat Jumat itu kewajiban laki-laki. Bagaimana dengan wanita?
Seorang wanita pada dasarnya tidak diwajibkan untuk menghadiri shalat Jumat. Yang wajib bagi mereka untuk dikerjakan adalah shalat Dzhuhur.
Pernyataan seperti ini langsung disebutkan oleh Rasulullah SAWpada salah satu hadits beliau: Dari Thariq bin Syihab ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Shalat Jumat itu adalah kewajiban bagi setiap muslim dengan berjamaah, kecuali (tidak diwajibkan) atas 4 orang. [1] Budak, [2] Wanita, [3] Anak kecil dan [4] Orang sakit.” (HR Abu Daud)
Al-Imam An-Nawawi berkata bahwa isnad hadits inishahih sesuai dengan syarat dari Bukhari. Ibnu Hajar mengatakan bahwa yang menshahihkan hadits itu bukan hanya satu orang.
Namun apabila seorang wanita tetap ikut melakukan shalat Jumat, maka shalatnya itu telah menggugurkan kewajiban shalat Jumat atasnya. Sehingga dia tidak perlu lagi mengulanginya dengan shalat Jumat.
Adapun adanya dalil yang Al-Quran di dalam surat Al-Jumu’ah tentang khitab kepada orang-orang beriman yang mencakup laki-laki dan perempuan, memang ayat itu tidak salah. Pada dasarnya memang kalau Allah SWT memanggil dengan panggilan “Wahai orang-orang yang beriman”, memang tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan. “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, maka bersegeralah kalian kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui,” (QS. Al-Jumu’ah: 9)
Namun karena ada hadits di atas yang menjadi muqarin (pembanding) dari keumuman ayat Al-Quran itu, maka kita harus menggabungkannya. Sehingga menjadi pengertian bahwa shalat Jumat itu tidak wajib bagi wanita, hanya wajib bagi laki-laki.
Namun bila seorang wanita ikut shalat Jumat, maka tetap sah dan cukup baginya shalat Jumat itu tanpa perlu lagi melakukan shalat Dzhuhur.
Dalam metologi fiqih, bila ada dua dalil yang sama-sama shahih, harus dicarikan titik temu antara keduanya. Bukan dengan sistem gugur, di mana salah satunya harus kalah.
Ayat Al-Quran tidak boleh ditabrakkan begitu saja dengan hadits nabawi. Tidak dibenarkan menggugurkan sebuah hadits nabawi yang shahih dan menganggapnya tidak berlaku, hanya karena alasan ada ayat Quran yang tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan ketika memerintahkan shalat Jumat. []